21. cuma observasi

245 47 11
                                    

Sewaktu kesadaran Kirana perlahan kembali, satu hal yang dia rasakan ialah hangat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sewaktu kesadaran Kirana perlahan kembali, satu hal yang dia rasakan ialah hangat. Matanya perlahan terbuka, menyipit pelan untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke kornea matanya sebelum dia mendapati dirinya sendiri tengah dibalut selimut tebal milik Raki. Ia hendak meregangkan badan, tapi nggak jadi sewaktu matanya menangkap sosok lain tengah duduk di sofa single seberang meja.

Kirana merutuk dalam hati, sejenak kehabisan ide sebelum memilih memejamkan matanya lagi. Dia nggak tahu kenapa mesti pura-pura tidur kayak gini, tapi kayaknya itu terdengar jauh lebih baik daripada harus bersitatap langsung sama ini orang—yang nggak tahu banget kenapa bisa tiba-tiba ada di sini?!

Selanjutnya, yang Kirana dengar adalah suara tawa.

"Ki, kalau mau pura-pura tidur itu yang natural, dong." Jeviar meledek. "Itu mata sama mulut lo rapat banget sampai jidatnya kelipet gitu."

Kirana pengen menangis betulan.

"Udah bangun?" tanya Jeviar begitu melihat itu anak membuka mata, lalu beranjak duduk dengan rikuh.

"Iya." Kirana malu banget. "Hng—Kak Je kenapa ada di sini?"

Jeviar menelengkan kepala. "Nggak tahu, tadi ada yang nelepon kayak mau nangis, katanya habis dikejar-kejar tukang bakso."

Kirana rada tercengang, lalu bayangan dia lari-larian sampai lepas sandal sama Skiza terlintas di benaknya. "Di depan, ada abang-abang tu—"

"Calm down, Kirana. Tukang baksonya udah pergi, kok. Nggak apa-apa, it's safe now."

Diam-diam Kirana menghela napas lega. "Kiza sama Kak Kale ...."

"Mereka udah pulang tadi." Jeviar mengantongi ponselnya ke saku jaket. Ia bangun, terus beranjak buat duduk di sofa yang sama dengan Kirana. "Abang lo di atas sama Ree sama Jeno. Tadi kita lagi belajar, tapi langsung ke sini begitu lo telepon."

"Aku ... ganggu, ya?"

"Seriously lo nanya gitu?" Jeviar chuckled, terus menggeleng. "Bagus lo begitu. Kalau ada apa-apa, emang mestinya lo telepon kita-kita."

" ... "

"Dan lo nggak ganggu sama sekali. Don't even to think something like that again, okay?" kata Jeviar, "menurut lo kalau lo kenapa-napa—shit, I hate to say that, I hope it will never happen—emang gue sama abang lo bakal bisa konsen belajar?"

Gue sama abang lo, katanya. Kepala Kirana mendadak beku. Terus dia nyaris tersentak begitu sebuah tepukan lembut mendarat di kepalanya. Lalu entah gimana, dia mendapati Jeviar tengah tersenyum ke arahnya. Kirana rasanya pengen meledak terus jadi debu aja kalau gini ceritanya.

"It must be scary isn't it?" tanya Jeviar.

" ... what?"

"Yang tadi."

Second Impression ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang