16. kulit pisang

298 54 2
                                    

"Kamu lagi deket sama Kak Kale, ya?" Kirana bertanya gitu ke Skiza yang duduk di sebelahnya.

Mereka lagi nunggu jemputan masing-masing di halte depan sekolah. Hari ini adalah hari di mana ekstrakulikuler dijalankan, makanya mereka pulang sore—minus anak-anak kelas duabelas, soalnya mereka sudah tak diwajibkan ikut ekstra mengingat rentetan ujian sudah tinggal menghitung bulan.

"Nggak, gue deket sama lo."

"Hah?!"

"Yaelah." Skiza berhenti mengunyah telur puyuh tusuknya. "Nih, kita, kan, duduk deketan!"

"Maksud pertanyaannya bukan gitu."

"Oh, ada maksud lain?"

"Kamu lagi kesel, ya?" Kirana menyipitkan matanya ke Skiza, soalnya dari tadi jutek banget meski kelihatan banget ditahan-tahan.

Skiza mendekatkan telur puyuh yang tinggal satu di tusukannya ke Kirana. "Nggak, gue lagi makan."

Kirana malah ketawa. "Kenapa lagi, sih?"

"Kayaknya lo doang yang waras hari ini." Skiza malah manyun. "Masa, ya, tadi gue diancam sama, tuh, orang sinting!"

"Hah sama siapa?!"

"Orangutan."

"Serius, Za."

"Zombie Train to Busan."

"Za!"

"Kalau gue bilang pak ketos, lo percaya?"

"Hah?! Kak Kale?" Kirana mangap rada-rada susah percaya. "Masa, sih? Emang dia ngancemnya gimana?"

Skiza mendelik. "Nggak percaya, kan, lo? Emang dasarnya aja orang-orang hari ini pada gila. Stress gue lama-lama."

"Za," Kirana senyum, "kamu juga kadang-kadang suka gila. Nggak sadar?"

"Ki!" Skiza makin manyun. "Beneran tahu! Masa, ya, itu orang diam-diam ngefoto gue pas gue jajan bastus sama cilok di luar sekolah, terus katanya mau dikirim ke emak gue, Ki! Alamak gue jadi kambing sebulan penuh kalau kanjeng ratu sampe tau!"

"Hah, kok, dia begitu?!"

"Biar lo tahu aja, nih, ya." Skiza menghela napas sebelum melanjutkan. "Gue belum dan nggak sinting, jadi manalah gue paham jalan otak itu orang?!"

"Terus Kak Kale minta apa buat tebusan foto-foto aib kamu?"

"NGGAK FOTO AIB JUGA KALEEE." Skiza capek banget, nyaris keselek telur puyuh. "Dia ngajuin tiga permintaan—dikira gue jin botol apa, ya?! Tapi, yang lebih malesin dia mau ngikut gue hunting foto, elah!"

Kirana bingung. "Hunting foto?"

"Iya!" Skiza mencaplok habis telur puyuhnya dengan segenap emosi. "Pasti dia mau ngerecokin gue biar bisa balas dendam!"

Kirana ikutan pusing dengar Skiza ngomel. "Kok, complicated banget."

"Tau, ah. Capek, mau pulang aja—ini bapak gue mana, sih, nggak nongol-nongol?!" Skiza udah setengah nangis. Tapi, nggak lama kemudian dia sudah menatap Kirana penuh selidik. "Lo sendiri akhir-akhir ini suka kelihatan bareng kakak kelas?"

Kirana tampak kaget. "Lah, bukannya kamu udah tahu dia abangku?"

Skiza malah makin bingung. "Masa dia abang lo?"

"Iya, ya ampun!"

"Hah, abang lo ada berapa, sih? Bingung gue."

"Satu."

"Kak Raki, kan?"

"Ya iya, emang siapa lagi?"

"Yeuuuuu kampret!" Skiza berseru kesal. Kayaknya dia yang bego, deh, udah tahu Kirana rada bolot masih aja diladenin. "Maksud gue bukan Kak Raki!"

Second Impression ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang