24. namanya got

246 44 10
                                    

"Terus reaksinya gimana?"

"Gue dikatain prik."

Jeno otomatis ngakak. Jeviar sudah beranjak dari bangkunya, meninggalkan Jeno yang buru-buru menggendong tas lalu mengejar Jeviar-masih sambil ketawa gede. Bukan apa-apa, sih. Cuma kehidupan Jeviar yang mendadak jongkok di bidang bakat alami para buaya udah kayak opera van java versi realita. Mubazir kalau nggak diketawain.

"Terus lo jadi digaplok pakai foto album keluarganya si Raki, nggak?"

Jeviar cuma mengendikkan bahu. Wajahnya berseri waktu jawab, "Kagak. Coba kalau beneran, tuh, ya, udah gue pajang itu album di rak piala bokap gue."

"Nggak sekalian lo laminating, terus pajang di museum?"

"Kalau bisa, orangnya juga mau gue laminating, Jen."

"Emang betulan prik." Jeno ngakak. "Sebelum lo nge-laminating si Kiki, nih, ya. Keburu di-press duluan lo sama Abangnya sampai gepeng."

Jeviar ikutan ketawa. "Tuh, tahu sendiri si Kiki ada penunggunya."

"Lo kata kuburan!" Jeno tergelak.

Terus mereka pisah di parkiran. Jeviar, sih, ada agenda ngecengin adik kelas yang namanya Kirana dulu, ya. Jeno langsung balik, takut Ibong ngambek soalnya Jeno selaku budak mesti ngisi mangkuk itu kucing rutin tiga kali sehari udah kayak minum obat, belum lagi acara kelonan biar kangen Ibong terobati. Memang beda jalan cerita meski sama-sama bucin.

Natal udah lewat, dan Kirana beneran ngilang dua hari digondol Abangnya entah ke mana. Pas ditanya, anaknya cuma cengengesan nggak jelas jawabannya. Jeviar mana bisa kepo kalau udah gitu, keburu akal sehatnya tersedot sama lesung pipinya Kirana. Hari ini terakhir masuk sekolah sebelum mereka libur tahun baru. Kayak hal-hal pada umumnya di akhir tahun, banyak banget jasa komersial pasang diskon, tak terkecuali tempat makan favorit Kirana, Burito.

Jelas banget Jeviar memanfaatkan momen dengan baik, gercep banget ngajak Kirana makan di sana. Bukan apa-apa, sih. Soalnya Jeviar pikir, ke depannya mereka bakal punya waktu yang minim buat hangout bareng, sebab ujian udah deket banget. Sebandel-bandelnya Jeviar suka istirahat mandiri, dia juga punya hal yang mau dilakukan selama hidupnya, dan itu perlu nilai bagus buat memuluskan jalannya nyari kampus incaran.

Ya, meski nggak bisa menjamin langsung keterima, yang penting Jeviar sudah berusaha, jadi kalau hasilnya tetap nggak memuaskan, seenggaknya Jeviar nggak terpuruk banget sambil self-blaming.

Hari itu berjalan lancar tanpa hambatan, soalnya hambatan terbesar lagi ada kegiatan nggak tahu apa. Jeviar heran, itu si Raki sibuk ngapain, ya, padahal beban anak kelas duabelas paling cuma nyiapin ujian? Tapi, nggak apa-apa lah, ya. Lumayan adiknya jadi gampang diculik buat dicintai sepenuh hati.

Waktu mereka nunggu orderan, Jeviar seperti biasa ngoceh ini-itu ke Kirana. Soal habis ini dia mau ke mana, mau ambil jurusan apa, ya meski ujung-ujungnya bahasa kerajaan rawanya keluar yang kayak, "Kayaknya gue kena karma habis ngetawain Ree yang mau LDR, habis ini gue LDR juga nggak, sih?"

Muka Kirana cengo sejenak. Di kepalanya udah mikir, hah? Apa? LDR? Emang Kak Je udah punya pacar???

"Kalau gue keterima di situ, gue mesti nge-kos soalnya buset aja umur gue habis di jalan buat pulang pergi rumah-kampus." Jeviar berkata. "Hm, lo nggak keberatan, kan, ketemu mas pacar seminggu sekali?"

Kirana cuma bisa garuk-garuk kepala.

Untung banget mas-mas waiter-nya menyela membawakan orderan. Kalau nggak, kayaknya dia udah kabur ke toilet soalnya takut jantungnya meledak. Kirana nggak tahu gimana mau menghadapi hari esok-at this content read Jeviar-kalau gini ceritanya.

Second Impression ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang