Ana terbangun. Napasnya tak beraturan. Bibirnya pucat dan keringat membasahi sekujur tubuhnya. Gadis itu tegang seketika, perlahan menolehkan dan melihat jendela yang tiba-tiba terbuka. Tidak ada siapa-siapa di sana. Gadis itu segera menutup jendela dan merebahkan diri lagi.
Ia bermimpi dikejar-kejar makhluk yang dilihatnya di kebun pisang beberapa jam yang lalu. Napasnya mulai beraturan sekarang. Ana mengelap pelipisnya yang basah, kemudian gadis itu memeriksa bagian kasur di sebelahnya. Buku bersampul hitam.
Ana tertidur kala membaca buku itu. Ia tidak tahu sampai jam berapa asyik membaca. Ternyata Meri mempunyai seorang sahabat yang meninggal dengan cara yang tidak wajar. Gadis itu bergidik membayangkan bagaimana cara ia mati. Dengan keadaan masih melamun, Ana tersentak karena sesuatu mengetuk pintu kamar tempat ia berada.
"Bu?" panggilnya. Tak ada jawaban. Hanya hening yang menguasai, juga samar-samar hewan malam bernyanyi di luar sana. Entah sudah jam berapa sekarang, gadis itu kembali menyeka peluh di keningnya.
"Bu?" Sekali lagi Ana memanggil. Namun, jawaban yang diharapkan tak kunjung didapat.
Perasaannya campur aduk. Apakah semua ini terjadi karena Ana tidak percaya makhluk tak kasat mata itu ada, sampai-sampai ia diteror begini? Ana menggeleng. Ia berhalusinasi ... ia sedang berhalusinasi karena terlarut dengan omong kosong warga desa dan cerita dalam diari itu. Ya. Ana kecapekan. Namun, suara ketukan dari jendela yang terdengar sangat nyata meragukannya.
Kamar yang ditempati Ana tidaklah besar, tidak juga kecil, hanya ada lemari di pojokan dan meja rias tua di sebelahnya. Sisanya kasur yang sedang ditempati Ana, yang bersandar ke dinding dan dekat dengan jendela. Saat ini, gadis itu tengah membelakangi jendela kaca berbingkai kayu itu. Dan ... suara ketukan pelan di kaca membuatnya berjengit dan terpaku.
Tolong jangan lagi, batinnya. Pelan-pelan dan ragu-ragu, Ana memutar kepalanya. Air liur susah payah diteguk, sebab ketakutan menjalar bagaikan akar yang melilit tubuhnya. Ana memejam, tetapi sesekali mengintip. Dan ....
"Alhamdulillah." Napasnya naik-turun seirama dengan bahunya. Ketegangan sekian detik membuatnya menahan napas. Ana memutuskan untuk merebahkan diri lagi, mencoba untuk terlelap meski susah payah. Saat ini pikirannya kacau. Perlahan matanya memejam dan napasnya kembali normal.
"Ana ...."
Suara bisikan memaksa masuk ke telinga gadis itu. Tubuh Ana kembali menegang. Ia merapatkan matanya serapat mungkin, tidak ingin membuka indra penglihatan, atau ia akan melihat sesuatu yang buruk nanti.
"Ana ...."
Tidak, jangan, batinnya. Ia menggeleng patah-patah, bagaikan menolak sesuatu yang memaksa untuk membuka matanya. Menggoda agar gadis itu melihat apa yang tengah menggantung di langit-langit kamar.
"Ana ...." Lagi. Suara memanggil yang entah darimana asalnya itu menyebut namanya hingga tiga kali, membuat gadis yang tengah bersusah payah menutup mata itu semakin takut.
Ana mulai merapal doa. Semua doa yang pernah ia pelajari dihafal satu-satu. Beberapa menit mulutnya komat-kamit membaca ayat-ayat suci, hening kembali menyelimuti. Tubuhnya mulai tenang, tidak tegang seperti tadi. Pernapasannya pun kembali normal. Perlahan Ana membuka matanya.
Benar dugaannya, tidak ada siapa-siapa selain ia sendiri di sini. Matanya berkeliling takut kalau-kalau ada sesuatu yang ganjil. Ia menghela napas lega. Semoga makhluk apa pun tadi yang memanggilnya itu sudah pergi. Ana menarik selimut dan bersiap untuk merebahkan diri. Ia berbalik dan hendak tidur menghadap jendela kamar nenek yang tak ada gordennya. Namun, seketika gerakan tangannya terhenti.
Lidahnya kelu, bibirnya bergetar. Jantung gadis itu berguncang hebat tak kalah dengan perasaannya sekarang. Matanya seperti mengandung keputusasaan. Ia tak bisa bergerak. Bagaikan disihir oleh sesuatu yang dilihatnya sekarang. Dan sesuatu itu ada di sana, di luar jendela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desa Berangai[END]
HorrorLiburan yang seharusnya menyenangkan menjadi menyeramkan. Kala malam datang, desa Berangai dihebohkan dengan bermacam teror dan hal-hal mistis yang menyerang nyawa warganya. Bahkan, yang katanya tak kasat mata bisa membuat manusia meregang nyawa. An...