Jeritan demi jeritan terus bermunculan. Para warga mulai berhamburan keluar rumah. Satu per satu saling bertanya kepada yang lainnya. Panik, mata terbelalak, bingung, campur aduklah ekspresi semua. Mulailah mereka mencari sumber suara, yang ternyata dari dalam rumah. Awalnya hanya ada satu suara, tepatnya di mana belum ada yang tahu, tetapi kemudian menyusul teriakan lainnya yang membuat mereka semakin panik.
Ayah menuju kamar Ana, beliau tergesa-gesa keluar kamarnya dan saat berdiri di ambang pintu, wajahnya perlahan lega. Ana yang masih bingung hendak bertanya ada apa yang sebenarnya terjadi, tetapi Ayah tiba-tiba saja beranjak ke luar.
Gadis itu kini memasang tampang penasaran, ia juga segera bangkit dari kasur dan menyusul keluar kamar. Sementara di ruang tamu, ibunya panik mengintip dari jendela. Kemudian Ibu berbalik dan melihat Ana yang bertanya-tanya. Ibu hanya melambaikan tangan, memberi isyarat menyuruh sang putri untuk mendekat. Mereka mengintip dari jendela dengan degup jantung yang meletup-letup.
Terlihat di luar oleh mereka berbondong-bondong warga sibuk menenangkan satu sama lainnya. Ada yang menujur rumah si A, juga ada yang berangkat ke rumah si B. Dari jendela terlihat siluet seseorang mendekat ke rumah Nenek.
"Nenek di mana, Bu?" Ana teringat sesuatu, sejak tadi tak ada tanda-tanda atau suara neneknya di rumah ini.
"Nenekmu pergi ke tempat Pak Ijam. Anaknya ...."
"Ada yang kesurupan." Ayah muncul dari luar dengan tiba-tiba. Kemudian ia ijin pamit lagi untuk membantu para warga.
"Yang kesurupan nggak sedikit, bahkan katanya ada juga yang dari RT sebelah, ini Ayah mau ke sana lagi. Bantu warga-warga nahan orang yang kesurupan," terang Ayah yang disambut dengan tatapan kebingungan dari Ana.
Ayah buru-buru melanjutkan,"Soalnya orang-orang yang kesurupan pada ngamuk."
Ana tertegun. Ia hanya menatap kosong ke arah bahu Ayah yang perlahan menghilang di remang-remangnya suasana desa. Malam ini. Ya, benar-benar terjadi. Ucapan Meri yang menemuinya di mimpi benar-benar terjadi. Gadis itu menggeleng tak percaya, berusaha menelaah lebih jauh. Inikah pertanda yang disebutkan oleh Meri?
"Ana!" Ibu segera menepuk pundaknya dengan kasar. Tentu saja gadis itu berjengit dan kaget. Ia menoleh mendapati wajah panik ibunya yang menatapnya dengan peringatan.
"Jangan ngelamun!" titah Ibu. "Jangan melamun kalau ada suasana seperti ini!"
Terdengar lagi teriakan dari arah luar, jeritan demi jeritan itu membuat telinganya risi. Ada rasa penasaran besar yang berusaha ditekan gadis itu agar tidak berlari keluar dan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Ia menoleh kepada sang Ibu yang kini berjalan menjauh dari jendela. Tidak, Ana tidak boleh meninggalkan ibunya.
Ia kembali melirik jalanan, melihat dari balik jendela kaca yang gelap. Para warga masih mondar-mandir. Pemandangan yang langka yang terjadi di desa Berangai pada malam hari. Sekarang Ana tidak tahu sudah jam berapa, yang jelas ia belum mengantuk dan masih penasaran akan keadaan di luar. Ibunya sudah masuk ke kamar sejak tadi.
"Aaa!"
Teriakan kembali terdengar, setelah sebelumnya mereda dan agak tenang. Ana meremas tangannya sendiri. Apa yang harus ia lakukan? Di sisi lain ia sangat penasaran dan ingin membantu, di sisi lainnya ia tidak mau membantah orang tua. Gadis itu hanya berdiri mematung dan menunduk.
"Assalamualaikum." Nenek datang dan menutup pintu rumahnya. Orang tua itu terkejut kala melihat cucunya yang tak bergerak.
"Ana?"
Gadis itu tersentak. Seakan kesadarannya kembali ke dunia ini setelah melanglang buana ke mana saja. Wajah Ana menaruh harapan, bisakah ia meminta ijin kepada Nenek?
KAMU SEDANG MEMBACA
Desa Berangai[END]
HorrorLiburan yang seharusnya menyenangkan menjadi menyeramkan. Kala malam datang, desa Berangai dihebohkan dengan bermacam teror dan hal-hal mistis yang menyerang nyawa warganya. Bahkan, yang katanya tak kasat mata bisa membuat manusia meregang nyawa. An...