Ana terpaku menatap sosok di hadapannya. Sosok itupun sama terkejutnya dengan Ana. Ia mengikis jarak di antara mereka berdua. Kemudian, ia menoleh ke kanan dan kiri memerhatikan jalanan yang sangat sepi. Lalu sosok itu menoleh lagi kepada Ana yang masih ternganga.
"Ngapain kamu malam-malam keliaran begini?" Ana hanya bergeming. Ia masih mengatur napas. Orang di hadapannya pun melanjutkan, "Bukannya sudah saya bilang, di desa ini tidak boleh keluyuran sendiri malam-malam."
"Pak .... Pak RT ngapain di sini?" tanya Ana menyelidik.
Pak RT terlihat bingung, tetapi bingung itu tidak terlalu kentara di wajahnya. Ia kemudian menjawab dan berusaha setenang mungkin.
"Ini kebun saya. Tadi saya memeriksa kalau ada sesuatu yang mencurigakan. Kemarin ada laporan ada yang mencuri pisang saya," terang Pak RT. Ana bisa melihat ada sedikit keraguan di dalam kata-kata orang itu.
"Sekarang jawab, kamu sendiri kenapa malam-malam keluyuran? Sendirian lagi? Kamu anaknya Pak Rahmat 'kan?" Pak RT kemudian menegakkan tubuh. Ia mengajak Ana pulang dan ingin mengantarkan gadis itu.
"Pak?" panggil Ana saat Pak RT mulai melangkah.
"Ya?" Orang tua itu berbalik badan.
"Kenapa desa ini selalu sepi?"
Seakan ada sesuatu yang menghantamnya, Pak RT tersentak dan mengubah ekspresi wajah. Ia hanya menatap Ana yang juga diam. Otaknya mencari kata-kata yang tepat untuk diungkapkan kepada gadis di hadapannya.
"Apakah warga desa takut dengan ba ...."
"Cukup!" Pak RT memotong perkataan Ana. Amarah mulai terlihat di matanya. Ia mendekat dan mengayunkan lengan hendak menyeret Ana pulang. Namun, melihat gadis itu menunduk, Pak RT mengurungkan niatnya. Apa yang akan ia perbuat untuk membungkam gadis ini?
Ana kemudian mendongak. Ia melihat kekesalan di raut wajah Pak RT.
"Jangan bandel sebagai orang baru. Peraturan desa tetaplah peraturan. Kamu harus menunjukkan sikap hormat di tempat ini dengan menuruti peraturannya."
Ana hanya mengangguk pelan. Ia meminta maaf.
"Sudah. Sekarang saya akan mengantarmu pulang."
Mereka beranjak meninggalkan kebun pisang itu.
Di perjalanan mereka hanya diam. Pak RT sesekali melirik gadis di sampingnya ini. Sementara Ana terlihat waspada dan sering tolah-toleh ke kanan dan kiri. Pak RT menggeleng.
"Siapa namamu?" tanyanya.
"Ana."
"Kenapa kamu berjalan malam-malam sendirian?" Pertanyaan itu sudah tiga kali ia ajukan, tetapi belum juga kunjung dijawab oleh gadis di sebelahnya itu.
Ana hanya menoleh orang tua di sebelahnya. Usia Pak RT sepertinya tidak terlalu jauh lebih tua dibanding ayahnya. Namun, uban sudah mulai bermunculan dan terlihat mengkilau kala diterpa remang cahaya lampu jalan. Ana terlihat berpikir sejenak. Ia memegang dagu dan menghela napasnya sebelum menjawab.
"Saya penasaran dengan apa yang terjadi dengan desa ini," terang Ana.
Sementara Pak RT, ekspresinya kembali berubah menjadi sulit dijelaskan.
Ana pun melanjutkan, "Kenapa semuanya seperti takut akan sesuatu? Sepertinya sesuatu itu sangat berbahaya. Dan anehnya, kenapa hanya saat malam saja yang mencekam. Juga ... apakah yang ditakuti para warga itu adalah ... hantu?"
Pak RT hanya diam. Ia terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Namun, Ana tak tahu apa yang ada di benak orang tua itu. Ana kembali berbicara.
"Beberapa hari yang lalu, saya sedang berjalan sendiri untuk mencari udara segar. Namun, saat melewati kebun pisang tadi ...." Kata-kata Ana menggantung di udara. Membuat langkah Pak RT kembali terhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desa Berangai[END]
HorrorLiburan yang seharusnya menyenangkan menjadi menyeramkan. Kala malam datang, desa Berangai dihebohkan dengan bermacam teror dan hal-hal mistis yang menyerang nyawa warganya. Bahkan, yang katanya tak kasat mata bisa membuat manusia meregang nyawa. An...