Sambil terus menunduk, Ana berjalan menelusuri jalanan desa. Tidak seperti biasanya saat pagi datang, di mana sudah banyak orang yang berlalu-lalang, Ana tidak melihat tanda-tanda para warga. Rumah yang berjarak, langit yang kelabu, juga suasana yang sepi. Sekarang hampir tak ada bedanya suasana malam dan siang di sini. Semuanya tiba-tiba mencekam.
Ana menggeleng. Ia terlalu banyak memikirkan hal yang tidak-tidak. Dengan cepat ia berlari menuju rumah. Terlihat seolah-olah dunia mengasingkan desa ini. Bahkan langit pun seperti enggan berbagi cahaya. Ana mempercepat larinya. Pagi saja sudah seperti malam, apalagi lepas magrib nanti?
"Aduh!" Gadis itu tersandung karena berlari sambil menunduk. Ia segera berdiri dan menepuk-nepuk pakaian miliknya. Matanya berkeliling. Kenapa ia ada di sini?
Saat ini gadis itu tengah berada di kebun pisang kemarin malam tempat ia bertemu dengan sesuatu yang sekarang tak ingin dilihatnya lagi. Keringat membanjiri sekujur tubuhnya. Napasnya yang tak beraturan itu seakan tercekat. Kelabu semakin mengurung langit. Gumpalan awan di sana seakan tak mau membiarkannya bernapas lega barang sejenak.
Ana terus memperhatikan pohon-pohon pisang yang berjarak beberapa meter di dekatnya. Satu dua pohon terlihat tua dan lapuk, beberapa pohon masih bagus bahkan ada juga yang berbuah lebat. Gadis itu bergidik. Melihatnya di siang hari saja sudah membuat bulu kuduknya meremang. Ia menggeleng dan berusaha meninggalkan tempat itu.
***
Ana seharian melamun. Makan tak disertai selera, minum pun meneguk secukupnya. Ekspresi ceria yang biasa terpampang pada gadis itu mendadak hilang, seakan menguap entah ke mana. Saat ditanya ibu dan ayahnya perihal apakah ia baik-baik saja, maka Ana akan menjawab dengan gelengan, lalu menuju kamar dan beralasan ingin segera beristirahat.
Ibu terlihat khawatir, begitupun dengan Ayah. Nenek hanya menggeleng pelan. Malam itu, Nenek melihat Ana melamun sambil menatap sebuah buku. Nenek seperti familiar dengan buku itu. Ia seperti pernah melihatnya di suatu tempat. Akan tetapi otak tua milik Nenek memaksanya untuk tidak membiarkan orang tua itu berpikir dengan keras. Jadi, Nenek hanya diam.
Sepanjang hari, Ana terus-terusan di kamar. Hingga sebelum magrib menyapa, Ibu datang dan mengingatkan Ana untuk mandi. Gadis berambut pendek itu hanya mengangguk tanpa mengatakan sepatah kata pun. Ia beranjak keluar kamar, meninggalkan ibunya yang sedang memasang tampang bingung. Ibu menggeleng dan bangkit berdiri hendak keluar kamar. Namun, sesuatu seperti menahannya.
Ibu merasakan dingin tepat di tengkuk. Refleks, ibu Ana memegang tengkuknya yang tiba-tiba seperti ditiup seseorang. Ia pun menoleh ke sana ke mari, mencari tahu apa penyebab semua ini. Namun, jawaban yang ditemukan justru membuatnya merinding. Tidak ada siapa pun di kamar ini. Ibu segera beranjak meninggalkan kamar.
***
Malam menyapa, membalut bumi Berangai dengan kuasa hitamnya. Mengurung siapa saja dalam ketakutan, menutup desa dari luar, juga melarang siapa pun beranjak dari dalam. Kemerlap lampu rumah warga satu per satu mulai menyala, berusaha mengalahkan gelap walau mereka tahu itu percuma. Satu per satu manusia yang ingin hidup tenang dan patuh mulai memasuki rumah.
Ironis. Selepas azan maghrib dan salatnya, mereka semua cepat-cepat pulang ke rumah masing-masing. Berusaha membawa diri, keluarga, juga apa pun untuk bekal sembunyi. Sembunyi dari apa yang wujudnya saja mereka sebenarnya tak tahu. Kepercayaan sejak lama lah yang membuatnya demikian. Maka, mereka hanya terbawa arus yang mengikuti saja.
Selepas menunaikan ibadah salat magrib, Ana merapikan sajadahnya. Tak lupa, mukena berwarna merah muda yang ia pakai pun ditanggalkan. Ana sekarang memakai baju santai dengan celana panjang semata kaki. Wajah gadis itu terlihat cantik dan segar karena masih lembab. Hanya saja, ekspresi murung yang tak kunjung berganti menjadi perusak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desa Berangai[END]
HorrorLiburan yang seharusnya menyenangkan menjadi menyeramkan. Kala malam datang, desa Berangai dihebohkan dengan bermacam teror dan hal-hal mistis yang menyerang nyawa warganya. Bahkan, yang katanya tak kasat mata bisa membuat manusia meregang nyawa. An...