Ana melamun. Memikirkan semua kejadian yang terjadi beberapa menit yang lalu. Pandangannya tertuju pada lantai, tetapi kesadarannya seakan melayang ke dunia lain. Ibu yang sedang duduk di tepi ranjang menoleh pada Ayah yang bersandar di pintu. Kemudian Ibu menepuk bahu Ana dengan pelan.
Gadis itu tersentak dan menatap kedua orang tuanya.
"Kamu kenapa?" tanya Ibunya. Ana menjawab dengan gelengan. Tentu saja kedua orang tuanya khawatir. Sebenarnya sudah sejak tadi Ayah ingin bertanya mengapa putrinya itu pingsan di dapur. Pasti ada sesuatu yang membuatnya begitu karena sejak kecil, Ana tidak pernah pingsan.
Saat larut dalam pikiran masing-masing, mereka bertiga mendengar suara teriakan dari rumah tetangga. Buru-buru Ayah keluar dan mengecek luar rumah. Tak ada siapa pun, baru saja hendak berbalik, Ayah melihat seorang anak kecil sedang duduk jongkok di dekat mobilnya. Ayah bernapas lega dan hendak mendekati anak kecil itu, hingga tangannya tinggal beberapa senti dari baju si anak, Ibu mengejutkan.
"Ngapain malam-malam begini? Masuk! Di luar juga sepi. Ini udah tengah malam," kata Ibu memperingati. Ayah hanya mengangguk dan menoleh ke arah anak kecil yang jongkok tadi. Betapa terkejutnya ia kala yang dicari tak ada di tempatnya.
Niat hati hendak mencari sampai ketemu, tetapi Ibu kembali lagi menampakkan wajah di pintu. Buru-buru Ayah masuk kemudian mengunci pintu. Tanpa mereka sadari, di rumah-rumah warga yang lain, teror sedang menjadi-jadi.
***
Seorang wanita paruh baya tengah menyantap hidangan. Malam-malam begini memang nikmat jika makan sebelum tidur. Meskipun itu bisa berbahaya, tetapi perut yang lapar membuat makan tak bisa ditunda. Saat hendak mengambil gelas dan ingin mengisinya, betapa terkejutnya wanita itu dengan wadah air yang ia punya. Wanita itu berteriak histeris membangunkan suaminya. Mereka bersama-sama mengecek wadah air minum.
Sang suami sangat terkejut, melebihi kagetnya sang istri. Mereka segera berpikir mencari bantuan, keduanya meninggalkan dapur yang sepi. Di dalam gentong air, air minum yang semua jernih kini berubah menjadi penuh dengan kotoran, bercak merah, juga sesekali geliatan belatung terlihat.
***
Juki terbangun. Ia membuka mata karena suara berisik yang berasal dari rumahnya. Suara orang membereskan barang-barang. Kemudian pemuda itu cepat-cepat berganti posisi menjadi duduk, lalu ia berdiri dan memeriksa sekitar. Ada dua kabar baik yang ia dapatkan.
Pertama, makhluk-makhluk tadi sudah tak ada di sini. Bahkan Juki mengecek tiap jangkauan pandangnya. Yang kedua, suara berisik dari dalam rumah mungkin berasal dari orang tuanya. Dan Juki tiba-tiba sangsi dengan hal kedua yang ia anggap baik. Pasalnya, Ibunya belum sembuh total dan masih berbaring di tempat tidur. Sementara Ayah sedang ada urusan di rumah Pak RT.
Juki meneguk liur. Memberanikan diri maju pelan-pelan, ia mengulurkan tangan, hendak memutar gagang pintu. Kini suara yang jelas berasal dari dalam itu semakin nyaring. Bunyi engsel lemarinya yang berderit, bunyi kursi dan meja tamu yang digeser, juga bunyi-bunyian lainnya.
Napasnya kini tak beraturan, keringat di pelipis mulai muncul dan bercucuran. Juki menggenggam gagang itu dengan kuat, lalu menyentaknya ke bawah dan membuka pintu. Tentu saja pemuda itu sangat terkejut melihat keadaan ruang tamunya sekarang.
Kursi tamu yang terbuat dari rotan, berpindah posisi menjadi tak beraturan. Engsel lemari yang ada di ruangan itu masih berderit, pertanda pintunya ditutup dan dibuka barusan. Pigura kayu yang ada di ruang tamunya jatuh, tergeletak tak berdaya di lantai. Beruntung bingkai foto itu tak menggunakan material kaca.
Juki memungut foto itu, yang ternyata potret ibunya sewaktu muda. Masih hitam, putih, atau abu-abu warnanya. Saat asyik menatap Ibu, suara di batuk kering dari arah dapur mengagetkannya.
"Bu?"
Tak ada jawaban sama sekali. Mau tak mau Juki ke sana untuk memeriksa dan menemukan seorang wanita tengah mengaduk sesuatu. Juki tersenyum dan berniat menghampiri. Namun, langkahnya terhenti sebab kepala wanita itu tiba-tiba berputar hingga 180 derajat dan menatapnya dengan seringaian.
***
Bapak-bapak di post ronda berteriak. Kabur saat buntalan kain melompat-lompat menghampiri mereka. Bahkan salah satu sarung warga pun dengan tega ditinggalkannya. Sementara kejadian di tempat lain juga tak kalah jauh menyeramkan.
Di RT dua, ada bapak-bapak yang hendak membeli rokok. Dengan santainya ia berjalan di tengah gelapnya malam. Hanya bertemankan senter bulat, orang itu berusaha menantang gelap. Namun, langkahnya terhenti kala melihat seseorang membungkuk tak jauh dari tempatnya berdiri. Karena kebetulan searah, segera ia mendatangi orang itu.
"Ngapain malem-malem begini?" tanya bapak itu.
Bukan jawaban yang didapat, melainkan gerakan menegakkan tubuh. Di tempat yang seharusnya di mana leher ke atas berada, hanya kekosongan yang mengisi. Sebagai gantinya, rongga berwarna merah yang di tengah-tengahnya ada sesuatu yang menyembul keluar, berwarna pucat.
Bapak-bapak tadi segera kabur meninggalkan jalanan yang gelap itu. Arah tak tentu, yang penting berbalik saja dan pergi jauh-jauh agar tidak bertemu dengan hantu tanpa kepala itu lagi.
***
Teror demi teror menghampiri warga. Awalnya hanya satu-dua yang terkena dampak, tetapi lama kelamaan hampir seluruh warga desa Berangai dihinggapi perasaan takut. Sampai korban kali ini adalah ibu-ibu.
Saat ini ia sedang menampik beras. Pekerjaan yang seharusnya dilakukan saat terang datang itu terpaksa ia kebut malam ini juga. Nasinya sudah habis, sementara suami dan anaknya belum makan. Ceroboh memang. Namun, mau bagaimana lagi, dari pada menahan malu meminta ke tetangga malam buta begini, lebih baik membersihkan kutu-kutu dan sisa-sisa padi di berasnya sendiri.
"Bu Sumi? Ngapain nampik beras malam-malam begini?" Seorang warga tengah lewat. Ia membawa pancing di tangan kanan dan ember di tangan kiri.
"Mau masak," jawabnya sambil menyengir.
"Loh, nggak boleh, Bu. Nampik beras malam-malam 'kan pamali," peringat orang yang tadi.
Bu Sumi terlihat acuh. Ia bilang kalau menuruti mitos, keluarganya bakalan kelaparan. Bapak-bapak tadi hanya mengeleng sambil berlalu. Sementara Bu Sumi tengah asyik mengeluarkan kutu terakhir dari berasnya.
Namun, baru saja hendak masuk ke rumah, ia dikagetkan dengan air bersihnya yang habis. Bagaimana ia hendak mencuci beras? Beruntung, ia memiliki persediaan air di belakang, segera saja orang tua itu berbalik kembali menuju baskom penadah hujannya. Malangnya, bukan air bersih yang ada di sana.
Sesuatu yang ada di baskom sudah di luar dugaan Bu Sumi. Buru-buru orang tua itu menguasai tubuh dan berlari ke arah rumah. Masa bodo tidak makan malam ini. Yang penting tidak berurusan dengan sebuah kepala yang sedang mencari badannya.
***
Sementara warga desa sibuk dengan kejadian yang menimpa masing-masing. Keluarga Ana dilanda kegelisahan. Pasalnya Nenek tadi sedang berjalan ke dapur, hendak mengambil gelas dan ingin minum. Namun, yang terjadi adalah ia pingsan. Terjatuh dengan gelas masih tergenggam di tangan.
Ayah dan Ibu buru-buru membantu nenek dan menidurkannya di kasur. Sekarang, Ana tengah menjaga kalau neneknya bangun dan butuh sesuatu. Gadis itu mengira-ngira sudah jam berapa sekarang. Ana juga melirik Ibu yang juga sedang cemas. Ayah sedang tak ada di sini, beliau pergi ke luar mencari pertolongan.
Tiba-tiba, Nenek menggeliat. Ana yang menunggu neneknya sadar menjadi senang, ibunya pun demikian. Namun, ekspresi bahagia mereka segera berganti kerutan. Menurutnya, gerakan tubuh Nenek sangat tidak masuk akal. Perlahan tapi pasti, punggung orang tua itu melenting.
"Nenek!" Ana mulai panik. Ibu pun demikian.
Nenek berteriak.
Meronta.
Gadis di sampingnya hanya bisa menangis melihat Nenek yang berbuat demikian.
"Nenek kenapa, Bu?"
![](https://img.wattpad.com/cover/248684527-288-k79691.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Desa Berangai[END]
TerrorLiburan yang seharusnya menyenangkan menjadi menyeramkan. Kala malam datang, desa Berangai dihebohkan dengan bermacam teror dan hal-hal mistis yang menyerang nyawa warganya. Bahkan, yang katanya tak kasat mata bisa membuat manusia meregang nyawa. An...