Ia akan mengingatnya. Waktu itu, sebelum semua terlahap habis, bagaimana mereka menggeram, berteriak, berlari, bersembunyi, menangis, hingga tidak lagi berwujud. Pesta berakhir tanpa penutupan, ludasnya makanan tanpa penikmatnya, hubungan terjalin tanpa ikatan tersemat. Ia ingat telah menyebutnya sebagai tragedi pertukaran cincin. Ia ingat bagaimana mereka menghilang dalam sekejap. Netranya memantulkan warna merah seperti cermin. Merah yang meliuk-liuk mencari bagian yang belum dilahapnya. Merah yang membuatnya kehilangan.
'Kita tetap bersama. Akan percuma kita bersembunyi, manor ini tidak lagi layak untuk kita berteduh.'
"Pada akhirnya akulah yang bertahan di akhir sendirian," lirinya.
Ia ingat ketika di hari pemakaman. Tiga batu nisan berdiri dengan nama tiga insan yang tertidur selamanya terukir di sana. Do'a berupa nyanyian memenuhi suasana pemakaman. Para pelayat berpakaian serba hitam hadir di sana, begitu pula seorang gadis hadir dengan isakan terkencang telah menarik perhatian segala atensi yang ada di sana, walau sudah berdiri figur pasangan pria dan wanita berstatus kedua orang tuanya selalu mendampinginya.
Angin berhembus menciptakan alunan gemerisik rumput dan dedaunan pohon yang tertiup, sampai ada suara gemerisik lain yang tentu bukan perlakuan dari angin. Derap langkah seseorang yang terlambat datang yang tentu orang-orang di sana akan menghiraukannya. Tetapi, keterkejutan yang ditunjukkan dari satu-satunya gadis muda di sana mengalihkan seluruh atensi menuju pada satu arah, yaitu pada orang yang terlambat datang itu.
"An... dra?" Si gadis memanggil lirih nama seseorang. Ah tidak, barusan itu ia memanggil nama seseorang yang baru datang itu.
Berbagai reaksi mulai ditunjukkan dari orang-orang yang ada di sana. Si gadis pun memecut langkahnya cepat mengarah ke orang itu, kedua tangannya terulur dan merengkuhnya. Orang itu membalasnya dan memberi si gadis keyakinan pada hatinya. Raga yang utuh dengan luka di berbagai bagian tubuhnya, suhu tubuh dan hembusan nafas hangatnya, kedua kakinya menapak di atas permukaan tanah. Semua itu nyata.
"Andra! Andra!"
"Ti... tidak mungkin, yang muncul di hadapan kita sekarang adalah arwah penasarannya, 'kan?" seru salah seorang pelayat pria.
Kekehan kecil menyerta. "Aku masih hidup. Tidakkah kalian percaya itu?" tanya orang itu.
Sebut saja ia Andra, nama itu telah diteriaki lantang. Dekapan si gadis telah dilepas Andra, digenggam, dan diangkatnya tangan kiri si gadis setinggi dada. Isakannya yang meredam diganti dengan rasa bingung, lalu menjadi keterkejutan pada sesuatu yang tersemat di jari manisnya. Sebuah lingkaran cantik disebut cincin. Ikatan suatu hubungan kembali terjalin.
Andra menatap teguh ke arah para pelayat yang hadir. Tangan kanan yang terkepal ia taruh di dada.
"Seperti yang kalian lihat, saat ini aku berdiri di hadapan kalian. Aku tidak bangkit dari kematian, melainkan ditarik untuk tetap hidup. Di luar sana, kami memiliki banyak musuh yang diantara mereka sedang berpesta atas peristiwa ini,"
"Maka, aku Diandra Middleton Windsor, akan menyajikan mereka makan malam terbaik di pesta itu. Aku akan mencekoki mereka sebuah rasa hingga mereka merasakan terbakar api derita Windsor!" Andra mendeklarasikan.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Misery Feu
Teen Fiction(Akan dialihkan ke akun lain) Sebagai Earl, sudah menjadi tugas Diandra Middleton Windsor setelah merangkap gelar sebagai Queen's Watchdog untuk mengusir kegundahan Ratu Inggris meski harus terjun menuju gelapnya dunia bawah. Kisah ini tidak hanya m...