Chapter 19

13 11 1
                                    

Chapter 19
"Kerusuhan Anak-Anak"

Beberapa saat yang lalu setelah tamunya itu memperkenalkan diri, Mansa dibuat terperangah. Pasalnya, Eisyosha bukan lagi nama yang masuk ke telinga kanan lalu keluar dari telinga kirinya. Setelah Mansa menjelaskan ia mengenal seseorang yang memiliki nama belakang serupa, tamunya itu menjadi sangat antusias, ia tak menyangka telah singgah di rumah orang yang mengenal orang yang sedang dicarinya dua tahun belakangan ini.

Setelah itu, Mansa mengantarkan lelaki yang dikenal namanya adalah Dietmar itu ke jalan menuju Rumah Ibu, yaitu tempat keberadaan wanita Eisyosha ini, sekaligus ia juga membawakan banyak karung berisi gandum dan jagung di dalam gerobak yang sedang ia tarik untuk diantarkan ke sana. Nafas Mansa terdengar putus-putus karena ia sempat tertinggal langkah Dietmar. Sampai Mansa berhasil menyusul Dietmar kembali, ia pun protes.

"Jika kau memang tau arah jalannya, lebih baik jangan minta aku untuk mengantarkanmu!"

Setelah itu, Dietmar menoleh ke arah Mansa dengan dahinya mengerut.

"Ada apa? Kok tiba-tiba bicaramu terdengar kesal begitu?" tanyanya.

"Aku tidak bisa menyamakan langkahmu asal kau tahu," jawab Mansa.

Kemudian, Dietmar mengerjap mencoba memahami jawaban Mansa. Dagunya terhimpit di antara ibu jari dan jari telunjuknya. Sampai ia melihat ke arah gerobak yang sedang ditarik Mansa.

Tiba-tiba Dietmar bertepuk tangan sekali, lalu ia mengelus tengkuk belakangnya sambil menoleh lagi ke arah Mansa dan terkekeh.

"Aku mengerti. Maaf maaf, sepertinya aku sedang terlalu senang," ucap Dietmar sambil mengatupkan kedua tangannya pada Mansa.

Sementara Mansa hanya bisa menghela nafasnya lelah. Ia tak punya lagi cukup tenaga untuk menanggapinya.

Akhirnya, sampailah mereka di tempat tujuan. Dietmar sedikit melangkah mundur dan terkesima melihat interior bangunan di balik pintu gerbang tertutup itu. Suara engsel berderit telah mengalihkan perhatian Dietmar pada Mansa yang sedang membukakan pintu gerbang agar mereka bisa masuk. Setelah terbuka, Mansa berjalan masuk dengan Dietmar menyusulnya.

Ketika mereka telah tiba di halaman depan Rumah Ibu, lagi-lagi Dietmar dibuat takjub melihat bangunan rumah itu yang nampak lebih besar dan luas dibanding dilihat dari depan pintu gerbang tadi. Namun, terbesit beberapa pertanyaan di pikirannya begitu ia merasakan kekosongan, seperti apa benar orang yang dicari-carinya berada di sini? Tapi mengapa tempat ini terasa sangat sepi?

"Oi!" sahut Mansa pada Dietmar.

Yang disahut pun menoleh.

"Aku ingin pergi ke gudang sebentar. Kau bisa menunggu di sana jika kau mau," lanjutnya berujar sambil menunjuk ke arah kolam air pancuran.

Dietmar mengalihkan perhatiannya pada objek yang ditunjuk Mansa, lalu ia menganggukkinya. Setelah itu, Mansa kembali menarik gerobaknya mengarah ke halaman belakang Rumah Ibu. Sementara Dietmar, ia berjalan mendekati kolam air mancur dan duduk di pinggiran kolam. Ia mulai bersenandung sambil memerhatikan struktur rumah di hadapannya itu.

Di sela hordeng yang disibak sedikit, anak-anak yang berada di dalam kelas terlihat sedang mengawasi Dietmar dari jendela. Mereka penasaran siapa orang asing yang tiba-tiba dapat masuk ke dalam lingkungan Rumah Ibu itu.

"Itu pasti dia." Risa berkata.

Anak-anak pun mengalihkan atensi mereka pada Risa.

"Orang itu pasti yang datang ingin mengambil rumah kita," tambahnya yakin.

Misery FeuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang