Chapter 4
"Ilusi Dimitri"∞
"Kau membuatnya terlihat bodoh, Tuan Muda," kata Irene sambil menutup mulutnya dengan tiga ujung jari tangan kanannya dan terkekeh.
Andra pun ikut-ikutan. "Dia sudah bodoh sedari awal, bukan? Dengan tidak mengenaliku dan memalsukan tujuannya datang kemari. Seperti tikus yang nekat memasuki perangkap demi mendapatkan kejunya," kata Andra sembari menendang-nendang kaki Mr. Arthur yang terbaring tak sadarkan diri di lantai.
"Dia bisa saja mati karena tekanan darahnya menurun drastis akibat paranoidnya," ujar Irene.
Andra mendengus geli. "Itu lebih baik daripada aku membunuhnya sungguhan," kata Andra angkat bahu.
"Padahal aku sangat ingin melakukannya, tetapi Ratu tidak akan menginginkannya kecuali ia yang bertindak." Andra melanjutkan.
Beberapa waktu yang lalu, setelah pelatuk pistol Andra tarik, Mr. Arthur tiba-tiba terkulai lemas di lantai dengan air liur mengalir keluar dari mulutnya. Andra tertawa geli setelah itu, padahal yang ia tembakkan hanya angin kosong dan tidak meninggalkan lubang di kepala pria tua itu. Andra tak menyangka niatnya yang hanya menjahili tamunya malah membuat tamunya melewati batas kengeriannya.
Andra menghampiri tubuh tak berdaya itu, sedikit membungkukkan tubuhnya untuk menarik kerah baju Mr. Arthur dan menariknya, lebih tepatnya ia menyeret tubuh itu. Irene dibuat tercengang begitu melihat apa yang dilakukan tuannya sekarang.
"Tu-tuan Muda, apa yang kau lakukan?" tanya Irene yang langsung ditanggapi dengan delikkan bingung dari Andra.
"Menyeretnya," jawab Andra.
"Dia terlalu berat dan rendahan untuk digendong, juga wanita tidak menggendong pria tua. Lagipula...,"
Andra berhenti bicara sejenak untuk melirik Irene dengan seringai kecil dan jari telunjuk berada di depan belahan bibirnya.
"Aku tak suka melihat wanitaku menyentuh pria lain," lanjut Andra.
Irene sedikit terhenyak mendengarnya, lalu terukir kurva manis di wajahnya dan terdengar kekehan kecil keluar dari kurva itu. Lucu saja dengan penekanan tuannya yang memikirkan hal sejauh itu. Padahal ia yakin tuannya tahu ia takkan pernah berpaling.
Andra berbalik lagi, kembali menyeret Mr. Arthur yang masih tidak sadarkan diri sambil berkata, "sampaikan laporanku hari ini pada Ratu dan sewa kereta kuda untuk mengantarkan Mr. Arthur menuju kerajaan!" titah Andra.
Irene mengerjap dulu. "Bukankah kita juga memiliki kereta kuda? Mengapa harus menyewa?" tanyanya.
"Aku tak ingin air liur dan keringatnya mengotori kursi penumpang," jawab Andra tanpa menoleh.
Irene tersenyum menanggapi, lalu membungkuk sedikit untuk memberi hormat. "Dimengerti."
∞
Siang hari pukul satu lewat duabelas menit, Andra kembali terduduk di kursi di ruang kerjanya. Wajahnya tersembunyi di antara lipatan tangannya di atas meja. Baru saja ia menuntaskan berkas dokumen yang tertunda di mejanya. Ia butuh makanan manis untuk mengisi tenaganya yang terkuras habis untuk seharian ini. Suara ketukan di pintu memaksa Andra yang hampir terbuai alam mimpi untuk kembali ke kenyataan. Dengan malas, Andra mengangkat kepalanya dan meminta orang yang mengetuk itu masuk.
Ada kelegaan dalam batin Andra. Ia tahu yang akan datang menemuinya adalah Irene yang baru saja selesai melaksanakan tugasnya. Setelah mendapat izin, pintu pun terbuka dan Irene memasuki ruang kerja Andra sambil mendorong troli makanan. Andra mengukir senyumnya ketika memperhatikan Irene mendorong troli tersebut ke arahnya. Pelayannya begitu perhatian sampai tahu apa yang paling dibutuhkan Andra sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Misery Feu
Teen Fiction(Akan dialihkan ke akun lain) Sebagai Earl, sudah menjadi tugas Diandra Middleton Windsor setelah merangkap gelar sebagai Queen's Watchdog untuk mengusir kegundahan Ratu Inggris meski harus terjun menuju gelapnya dunia bawah. Kisah ini tidak hanya m...