Chapter 21

6 11 0
                                    

Chapter 21
"Bangsawan Jovanka"

Keingintahuan begitu pekat pada mereka yang diharuskan tetap berada di dalam rumah, sekaligus kecemasan yang entah kenapa datang melilit hati mereka seolah memberi peringatan tersirat kalau akan terjadi sesuatu yang buruk.

Nisa turut bergabung dengan anak-anak untuk melihat situasi di luar. Mereka bertiga, tuan Fosmith, Mansa dan Dietmar, sedang berhadapan dengan seorang bangsawan berpenjaga. Dalam sekali lihat, dari formalitasnya dalam berpenampilan saja sudah sangat kentara jika ia seorang aristokrat.

Nyonya Fosmith yang sedang berada di dalam kamarnya tidak kalah cemas. Sambil ia ikut menonton dari jendela kamarnya, kedua tangannya mengatup di depan dada dan bibirnya bergerak mengucap do'a. Pintu kamarnya sengaja ia kunci. Kemudian, kepalanya tertoleh ke arah meja kecil yang terletak di sisi ranjang, seperti ada sesuatu di sana yang harus ia jaga.

Atmosfer yang menyelubungi situasi di sana terasa mencekat. Bangsawan itu melangkah maju melewati antara dua penjaganya sambil melepaskan topinya.

"Kita bertemu lagi sesuai perjanjian, Fosmith," ucap bangsawan itu.

Dahi tuan Fosmith tampak mengerut bersamaan dengan kedua alisnya menurun.

"Sayangnya saya tidak ingat janji apa yang anda buat dengan saya," ketusnya.

"Ayolah, apa kau sedang berpura-pura? Sesuai permintaanmu, aku memberikan waktu untuk kalian berdiskusi dengan anak-anak kalian."

"Ini bahkan belum dua hari!"

Sang bangsawan pun mendengus geli. "Aku memiliki hak atas kepemilikan tanah ini. Jadi, terserah aku mau datang kapan saja, dong."

Gigi tuan Fosmith berderit gemertak. Kedua tangannya dikepal. Mansa yang lebih dulu menyadari itu juga menatap tak suka ke arah sang bangsawan.

"Tuan, siapa orang ini?" tanya Mansa pada tuan Fosmith.

Sejenak tuan Fosmith melirik ke arah Mansa, lalu kembali melihat ke arah sang bangsawan.

"Ia adalah putra dari Viscount Berta Jovanka. Rudolf Jovanka."

"Viscount Jovanka?" beo Dietmar.

Sekilas ia mengingat marga itu. Marga bangsawan yang terkenal dengan kegiatan amal mereka yang sudah menolong banyak anak-anak dari kalangan rakyat jelata.

"Viscount yang baru meninggal dunia enam bulan lalu akibat serangan jantung. Jadi, kau putranya?" tanya Dietmar sehingga mengundang perhatian tuan Fosmith dan Mansa.

Bangsawan itu, Rudolf Jovanka, tertegun sebentar. Lalu, satu tarikan pada kedua sudut bibirnya tertarik.

"O ya, kau masih mengingatnya? Ternyata Ayahku terlalu banyak meninggalkan kenangan pada banyak orang."

Dietmar mendengus dan berkata, "sudah banyak pihak dari organisasi perlindungan anak mengeluh tidak lagi mendapat donasi sejak Viscount tiada. Apa kau yang memberhentikan penyaluran donasi itu?"

Pertanyaan itu berhasil membuat semua orang di sana yang mendengarnya tertegun, termasuk Rudolf. Dahinya mengerut dengan mata menyipit. Ia baru menyadari sesuatu tentang pakaian rapi yang dikenakan Dietmar.

"Apa ini? Kau juga seorang bangsawan? Kenapa kau berlagak seperti berada di pihak mereka?" tanya Rudolf.

Kedua alis Dietmar mengerut tak suka. "Masalah untukmu? Aku yakin kau pasti mengenal keluarga bangsawan Eisyosha."

Kedua mata Rudolf melebar. Tangan kanannya yang menggenggam ujung tongkatnya terlihat mengepal.

"Kau... Eisyosha?" tanya Rudolf dengan gigi gemertak, bukan karena marah, melainkan menahan gelak tawa.

Misery FeuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang