Chapter 2

32 16 6
                                    

Chapter 2
"Tragedi Makan Pagi"

Suara dentuman bidak yang dipindahkan dari tempat asalnya pada papan catur mengisi keheningan di ruang santai. Seperti namanya, di ruangan itulah Andra meluangkan waktu bosannya dengan bermain permainan. Ruangan yang cukup luas untuk diisi banyak permainan seperti billiard sampai pachinko. Di sudut ruangan, terdapat meja kecil dengan papan catur dan bidak-bidaknya. Di sanalah Andra bermain dengan tamunya, Mr. Arthur.

Sejauh ini belum ada di antara mereka yang menyatakan skakmat, walau bidak putih milik Mr. Arthur sudah memakan banyak bidak hitam milik Andra. Keduanya terdiam memikirkan strategi masing-masing. Mr. Arthur nampak tenang menghadapi permainannya. Semakin berkurangnya bidak lawan, maka pertahanan raja akan mengendur, semakin ia mendekati kata menang.

"Sebaiknya kau lebih berhati-hati, Windsor. Salah langkah maka skakmat jatuh ke genggamanku," ujar Mr. Arthur.

"Anda lumayan hebat, Mister," kata Andra memuji sembari bertumpu dagu dan tersenyum.

"Tapi, tidakkah ini berlebihan?" tambahnya bertanya.

Andra kembali menggerakkan bidaknya, kini mengubah posisi bidak benteng. Tak ada bidak dari lawan yang bisa ia jatuhkan, hanya asal memindahkan saja. Sementara Mr. Arthur mengeryit bingung dengan pertanyaan tadi.

"Apa maksudmu?" tanya Mr. Arthur.

Andra mendengus geli, "anda telah memakan banyak bidakku. Aku hampir kehilangan pertahanan. Tapi, asal aku mengontrol mereka dengan tepat, tidak masalah mau sesedikit apa bidak yang tersisa, 'kan?" jelas Andra.

Dahi Mr. Arthur mengerut. Bagaimana tuan rumah di hadapannya ini begitu tenang? Dua sudut bibir Andra tertarik membentuk kurva seperti meremehkannya. Apa ia lengah lalu melewatkan sesuatu? Persetan. Mr. Arthur kembali kembali fokus pada permainannya. Tinggal sedikit langkah lagi maka ia menang.

Mr. Arthur berdecih. "Sombong sekali."

"Mister, kenapa anda tidak maju? Ini sudah giliranmu," sambar Andra cepat. Ia mendengar gumaman Mr. Arthur tadi.

Ia terhenyak, namun Mr. Arthur langsung menyembunyikannya dengan senyum kalem. Ia mengangguk, lalu menggerakkan bidak pilihannya. Mata Andra menyipit, kurva itu semakin tertarik membentuk seringai. Ada gurat lega di wajahnya.

"Kau baru saja menelan kata-katamu sendiri, Mr. Arthur," kata Andra terkekeh, sementara Mr. Arthur mengerjap bingung.

Dentuman bidak yang terjatuh pada papan catur mengejutkan Mr. Arthur. Dua bola matanya terbelalak, bidak yang baru saja ia pindahkan harus gugur karena bidak kuda hitam yang digerakkan Andra. Mr. Arthur menoleh patah-patah ke arah Andra. Kurva itu luntur berganti dengan ekspresi tajam yang dipancarkan dari netra laut milik Andra. Ah, ia lengah. Seharusnya Mr. Arthur melihat bidak penting tersebut.

"Checkmate!" seru Andra.

Gurat kesal nampak pada wajah Mr. Arthur. Bukan karena ia kalah dalam permainan, melainkan gelagat yang ditunjukkan Andra membuatnya tak lagi dapat menahan muak. Merendahkan kemampuan orang lain yang belum tentu kemampuan diri telah melampaui. Apa para bangsawan selalu begitu? Sampai suasana itu buyar ketika terdengar suara ketukan, disusul dengan terbukanya pintu dan Irene memasuki ruangan.

"Maaf mengganggu. Sarapan sudah saya siapkan," kata Irene.

Perubahan mimik wajah yang cepat kembali Andra tampilkan. Wajahnya berseri dengan senyum lebar seperti anak kecil yang baru dibelikan mainan.

Misery FeuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang