Chapter 9
"Kristal Hitam"∞
"Lepaskan aku!"
Pekikkan itu telah menarik perhatian sedikit orang yang berlalu lalang di sekitar mereka. Usai kembali ke tempat dimana kereta kuda Andra terparkir, laki-laki itu menolak untuk masuk ke dalam kereta dan sempat ingin melarikan diri lagi. Beruntung Adorjan dengan cekatan menahan laki-laki itu dengan menjatuhkan tubuh si laki-laki dan menahan satu tangannya ke belakang punggung.
"Lepaskan, kalian penipu! Kalian hanya ingin menculikku, 'kan!?" Laki-laki itu terus memberontak.
Andra mendengus. "Kami tidak akan mendapat apapun dengan melakukan itu. Lagipula, sudah kukatakan keamananmu akan kami jamin," ujar Andra.
Setelahnya, laki-laki itu mulai menjadi tenang perlahan. Tubuhnya tak lagi tahan untuk memberontak lagi. Andra pun memberi Adorjan perintah untuk melepaskan laki-laki itu dan membantunya bangun. Adorjan mengangguk dan melakukan yang diperintahkan. Laki-laki itu sudah berdiri kembali, lalu ia menepis tangan Adorjan dan menjauh darinya lalu mengambil tasnya yang terjatuh.
Laki-laki itu menatap Andra sinis. "Kau yakin orang asing sepertimu dapat dipercaya?" tanyanya.
Sebuah ajaran terdahulu yang mengatakan tidak boleh menerima sebuah ajakan dari orang tak dikenal ternyata masih melekat, ya. Andra menghela nafas lelah, lalu ia melemparkan sesuatu ke arah laki-laki itu dan langsung ditangkap olehnya. Laki-laki itu mengeryit begitu melihat benda yang dilempar padanya. Sebuah belati.
"Kau boleh melukaiku dengan itu jika yang kujamin tidak sesuai," ujar Andra hingga membuat Irene dan Adorjan tersentak mendengarnya.
"Hanya melukai?" tanya laki-laki itu lagi untuk memastikan.
Lalu Andra menyeringai dan menjawab, "kalau mau membunuhku juga boleh," jawabnya.
"Tuan Muda!?" seru Irene dan Adorjan tak terima, dan Andra malah tertawa geli karena merasa terhibur.
Usai perdebatan kecil yang terjadi pada mereka, akhirnya laki-laki itu setuju untuk ikut dengan mereka dan masuk ke dalam kereta, Andra juga turut menyusul masuk. Sesampainya giliran Irene, tiba-tiba ia tak bergeming dengan kaki menginjak tangga kereta. Ternyata atensinya terkunci pada orang-orang yang berlalu lalang tadi. Irene merasakan aneh, ia sadar tatapan-tatapan itu tidaklah ramah padanya, atau lebih tepatnya pada si laki-laki tadi yang baru saja ikut masuk ke dalam kereta.
"Lama sekali, Irene," ketus Andra bosan. Irenepun tersadar dan segera masuk ke dalam kereta.
"Maafkan saya, Tuan Muda," ucap Irene.
Setelah memastikan mereka semua masuk, mulailah Adorjan memecut langkah kudanya kembali. Di dalam kereta, Andra dan Irene sadar kalau laki-laki itu seperti menjauhkan diri dari mereka dengan berdempet di pojok. Mereka saling melempar tatap bingung. Kemudian, Irene berinisiatif mengulurkan tangan ke arah si laki-laki yang langsung ditepis olehnya.
"Jangan sentuh aku!" tukas laki-laki itu.
Andra mengerjap kaget, lalu ia bersandar pada sandaran kursi penumpang agar terasa rileks. Kemudian, ia mulai bicara pada laki-laki itu.
"Baiklah, tuan pemarah, aku tidak akan banyak basa-basi. Kenapa kau diusir keluar dari rumah tadi?" tanya Andra.
Laki-laki itu menoleh dan mengeryit tak suka. "Apa-apaan panggilan itu?"
"Karena aku tidak mengenal namamu, maka kuberi julukan saja," jawab Andra enteng.
Kedua alis si laki-laki pun makin menekuk. "Jangan seenaknya! Tentu saja tidak akan kuberitahu namaku jika tidak kau yang duluan," pekiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Misery Feu
Teen Fiction(Akan dialihkan ke akun lain) Sebagai Earl, sudah menjadi tugas Diandra Middleton Windsor setelah merangkap gelar sebagai Queen's Watchdog untuk mengusir kegundahan Ratu Inggris meski harus terjun menuju gelapnya dunia bawah. Kisah ini tidak hanya m...