S2 | Bab 24

318 77 33
                                    

[Zedka]

Gue tarik tangan Helix, sampai kita berdiri di dekat panggung. Demi kelangsungan hubungan Aleph dan Terra, gue harus ngelakuin hal kekanakan kaya gini.

"Apaan sih, masih mau bahas soal Ibu tiri?"

Helix kayanya udah nggak minat gue becandain. Wajahnya nunjukin kalau dia kesel sama gue. Tapi, gue nggak bisa lepasin dia gitu aja.

"Bukan, gue cuma nggak mau lo ganggu Aleph sama Terra. Sebagai kakak, kita harus kasih mereka ruang buat bicara dan menyelesaikan masalah dengan dewasa."

"Oke, sekarang lepasin tangan gue."

Eh iya, gue lupa kalau dari tadi gue pegang tangannya. Waktu gue lepas, Helix meringis sambil ngusap pergelangan tangannya, kayanya gue pegang dia kekencengan.

"Cewek yang Aleph bawa, gue ketemu dia di klub malam."

Seketika mata gue terbelalak. Helix mengarahkan pandangannya ke arah Stefi yang lagi duduk sendirian di kursi penonton, dan gue pun melakukan hal yang sama.

"Dia ONS sama temen gue."

Gue termenung sesaat. "Apa salahnya ONS kalau sama-sama mau?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja.

"Makanya, kenapa juga dia harus bohong kalau kita ketemu di Rosemary? Apa dia pikir gue akan lemes ke Aleph soal dia yang ONS sama temen gue?"

Gue melirik ke arah Helix, memicingkan mata dan membuat dugaan yang sama percis seperti Stefi. "Mungkin, soalnya setau gue cowok itu lebih sulit nyimpen rahasia dibanding cewek."

Helik mendelik, lalu dia duduk di atas panggung sambil menopang kaki dan melipat tangannya di dada.

"Jadi, ada hubungan apa antara Aleph sama Stefi?"

"Nggak ada, si Aleph mungkin otaknya lagi nggak waras sampai ajak stranger nonton konser Terra karena kebelutan si Stefi penggemarnya Terra."

Gue melangkah ke samping, dan berdiri tepat di hadapan Helix. Dia mendongak dan menatap gue keheranan.

"Lo bisa nggak sih, nggak usah terang-terangan natap Stefi dengan tatapan sinis gitu?"

"Kenapa? Hak gue dong!"

"Ya nggak bisa gitu. Nggak sopan, nanti kesannya kaya kita lagi ngomongin dia."

"Faktanya memang gitu."

Astaga demi apapun manusia ini memang menyebalkan. Rasanya pengen gue tarik alisnya, biar nggak nikuk dan keliatan banget nyebelinnya.

"Sana minggir!"

Helix berusaha mendorong gue ke samping, tapi dengan sekuat tenaga gue berdiri di tempat. Helix langsung mencebik dan melototin gue.

Oke, gue harus bisa berpikir cerdas!

Gue mencondongkan wajah gue, mengarahkan wajah ke arah Helix. "Makan yu, lapar.." ajak gue.

Gue yakin 100% raut wajah sok menggemaskan ini akan terlihat menjijikan di mata Helix. Tapi bodo amat, apapun harus gue lakuin biar si Helix nggak terus-terusan penasaran sama Stefi.

"Mau makan apa?"

"Hah?"

Gue perlahan berdiri tegak dengan tingkat kewarasan 50%. Kok Helix nggak sewot? Kok jawabnya kaya manusia normal?

"Zedka! Kenapa malah bengong?"

"Hah? Oh! Emm..."

"Nasi padang lagi?"

Gue mengerutkan dahi.

"Zedka!"

Gue menoleh waktu Star berteriak manggil nama gue. Terus dia jalan menghampiri dengan segurat senyum di wajahnya. Firasat gue nggak tenang, sekilas gue melirik ke arah Helix yang menatap heran ke arah Star.

Oh, Come On Twins!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang