S1 | Bab 14

1.5K 185 151
                                    

Gue memandang wajah sayu Terra yang masih maksain buat senyum sama gue. Gue tau kalau perasaannya masih sedih dan ketakutan, dan gue juga yakin kalau dia ngalamin trauma. Andai gue bisa bantuin dia, tapi nyatanya gue nggak bisa karena harus pergi nanti malam.

Di samping itu juga, gue masih punya unek-unek yang pengen gue sampaikan sama Terra, yaitu tentang perasaan gue ke dia. Iya, nggak perlu diperjelas lagi kan? Soalnya keliatan banget kalau gue suka sama Terra. Bahkan gue suka sama Terra sejak masih SMP sebelum gue pacaran sama si Rere. Tapi dulu gue masih gengsi, terus dia sahabatnya Zedka, jadi rasanya agak canggung.

Tapi sekarang gue mau beraniin diri buat bicara soal perasaan gue sama Terra. Gue nggak ada waktu lagi buat ngulur waktu, meski gue tau kalau nyatain perasaan gue sekarang kesannya tidak tepat. Tapi mau gimana lagi, gue beneran nggak ada waktu lagi.

"Kenapa Leph? Ada yang mau dibicarain?"

Lah, si Terra kok bisa baca pikiran gue sih? Apa ini udah masuk tanda-tanda? Tanda-tanda jodoh mungkin. Hehe..

"Iya ada."

Duh gue tegang nih. Lebih tegang dari pas dulu gue nembak si Rere. Masalahnya, ya situasi ini ditambah dengan adanya Helix yang ada di luar.

"Apa?"

"Mmm.." duh gue gugup.

Eh terus si Zedka, Helix sama Vale malah masuk ke dalam kamar. Jadilah gue ngedown. Gue pending ajalah, biarin aja nunggu waktu kita berduaan. Gue pas ngelirik si Helix aja, dia natap gue dengan tatapan sinisnya.

Sebenernya gue nggak bisa bedain mana tatapan sinis sama tatapan lembut dari Helix. Matanya terlalu tajam kaya elang.

"Aleph, kok diem? Katanya mau ngomongin sesuatu."

"Oh iya, nanti aja deh." gue nyengir canggung.

"Ah, paling soal dia yang suka sama lo, Ter." sergah Zedka.

Demi Tuhan dan apapun, si Zedka mulutnya musti gue karetin. Spesial, karetnya harus dua biar nggak nyerepet kaya barusan. Tapi yang jadi ngeri adalah kehadiran Helix disini, yang berdiri tepat di samping gue.

Gue mendongak dan Si Helix benar-benar natap gue sinis kali ini. Selamatkan Hamba, Tuhan!

"Lo suka sama adik gue?"

"Apa? Euuh, Iya. Tapi enggak deh."

Mampus, apaan barusan?

"Oh jadi enggak?" timpal Terra.

Dan sialannya si Vale sama Zedka malah ngetawain gue.

"Bukan.."

Anjrit! Kenapa sih gue?

"Leph, lo takut dicakar Helix kalau suka sama Terra?" ujar Vale.

"Gue nggak main cakar! Lo pikir gue kucing apa?" sergah Helix tak terima.

"Yee, Singa juga nyakar kan Val? Masa iya ngelus." timpal Zedka.

Sumpah, kurang Pongo. Kalau ada Pongo jadilah mereka tim host nyinyir kaya di TV.

"Sekarang bukan waktunya suka-sukaan, gimana sih?" Helix mulai sewot.

"Eh, biarin. Kok lo yang sewot? Si Terra aja senyum-senyum seneng kok. Iya kan Ter?" balas Zedka.

Terra ngangguk. Ngangguk woy! Apa artinya gue diterima?

"Nggak bisa! Urusan kita aja belum selesai."

"Iya tau, tapi nggak apa-apa dong adik gue suka sama adik lo. Lagian ini kesempatan terakhir adik gue buat bilang ke Terra sebelum kita balik ke Rusia."

Oh, Come On Twins!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang