Part 15

7 2 4
                                    

Rania POV

Malam harinya ia terdiam di dalam kamarnya tanpa berniat untuk keluar sedikitpun, rasa takut yang ia rasakan masih benar-benar melekat pada dirinya. Ia terus menangis sesekali sesegukan, dalam doanya ia terus meminta ampun kepada Allah apabila ia telah melakukan kesalahan.

" Ya  Allah... Maafkan semua kesalahan dosa hamba-Mu ini, maaf bila membuat Allah cemburu. Tapi Ya Allah... Rania takut jika sekelompok kakak kelas terus membully hamba. Rania juga tidak tahu harus berbuat apa agar mereka tidak terus-terusan membully hamba. " batin Rania, air matanya terus mengalir tatkala mengingat semua perkataan dan perbuatan yang ia terima dari sekelompok itu.

Selesai curhat kepada Allah, ia melanjutkan aktivitasnya sampai jam 21.00 WIB. Jam terus berputar, kini Rania menyudahi kegiatannya itu. Disaat sedang merapihkan tumpukan buku, smartphone miliknya berbunyi. Ada telepon masuk dari Hazel sahabat SMPnya, ia segera mengangkat panggilan itu.

Via Telepon

Hazel : " Assalamu'alaikum ummi... " dengan nada rindu

Rania : " Wa'alaikumussalam... "

Hazel : " Huwaa... Ummi apa kabar? Gue kangen banget sama lo. "

Rania : " Alhamdulillah baik, kalau Hazel? Aku juga kangen kamu. "

Hazel : " Baik juga, so sweet banget ummiku ini. Hahaha... By the way gimana sekolahnya? terus makin dekat sama calsua dong. "

Rania : " Alhamdulillah aku senang sekali sekolah di Telekomunikasi, calsua apa Zel? "

Hazel : " Ish kamu masa gak tahu, calsua itu calon suami. Maksudnya itu kamu jadi makin dekat sama Daffin dong. " ledeknya.

Rania : " Oh jadi nelpon aku cuman buat ngeledekin gitu? ya sudahlah aku matikan nih. "

Hazel : " Ish ish ish, sejak kapan ummiku ini baperan sekali? "

Rania : " Sejak dirimu meledekiku dengan Daffin. "

Hazel : " Hahaha... tapi kalau dilihat-lihat emang beneran cocok tahu Ran. Masa sih kamu gak tertarik. "

Rania : " Hazel sahabat SMPku yang paling lucknut, aku dengan Daffin hanya sebatas teman dan itu tidak lebih. Kalau kamu suka ya ambil aja, jangan bawa-bawa aku. "

Hazel : " Utu-utu-utu... Ummiku sedang kesal nih, ya udah gue minta maaf dan cuman bercanda kok. "

Rania : " Iya iya... Rania maafin tapi nanti pas lebaran tahun depan. "

Hazel : " Eh jangan dong. "

Rania : " Canda Hazel, kalau sekolahmu gimana? apa teman-temanmu baik semuanya? "

Hazel : " Biasa aja sih, lebih enakan teman SMP kalau menurut gue. Gue jadi rindu sama ummiku ini, kapan ya bisa ketemuan? "

Rania : " Benar itu, kalau Sabtu ini gimana? "

Hazel : " Boleh tuh, tapi emangnya kamu balik ke Jakarta Utara, Ran? "

Rania : " Balik lah masa engga, soalnya aku juga udah rindu berat sama kalian. Pengen ketemu, pengen dengar semua curhatan kalian, dan lain-lain. "

Hazel : " Aww so sweet, ok nanti gue infokan lagi deh dan jangan lupa lihat grup kita juga ya. "

Rania : " Iya sayang. "

Hazel : "  Ok, see you Rania. Good night, assalamu'alaikum... "

Rania : " Wa'alaikumussalam... "

Sambungan telepon sudah terputus, beban-beban yang ada pada Rania seketika hilang ketika ngobrol dengan sahabatnya itu. Kemudian ia melanjutkan merapihkan buku-buku dan setelah itu tidur.

.

.

.

Besok paginya, Rania bergegas keluar dari kost menuju sekolah. Ia sengaja tidak menemui Daffin takut ia akan kembali dibully oleh para fans Daffin. Cuaca di pagi hari ini cukup cerah, kendaraan berlalu-lalang. Rania melangkahkan kakinya dengan pelan sambil menikmati suasana di pagi ini. Tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara yang memanggil dirinya.

" Suara itu seperti suaranya Daffin " batinnya.

Rania sengaja tidak mau berbalik badan, dan malah melanjutkan perjalanannya dengan cepat tapi usahanya nihil. Daffin berusaha lari dan sekarang dia berada di hadapan Rania, dengan nafas yang tersenggal-senggal.

" Akuh... dari tadi... manggilin kamuh... " ucapnya dengan nafas yang capek.

" Iya aku dengar, kenapa? " tanya Rania cuek.

" Kok kenapa si, kan kita harusnya berangkat dan pulang bareng. " jawabnya.

" Oh gitu ya, tapi kan kita bukan mahram. Udah dulu ya, takut telat. " ucap Rania cuek dan pergi meninggalkan Daffin sendiri di sana.

.

.

.

Daffin POV

Pagi itu Daffin mengunjungi kost putri, dan ternyata di sana ada Bu Dewi yang sedang memeriksa kost nya.

" Assalamu'alaikum bu... " salam Daffin.

" Wa'alaikumussalam... Pasti mau berangkat bareng Rania kan? " tebak Bu Dewi.

" Iya bu. " jawab Daffin sopan.

" Rania baru aja pergi sekolah tapi dia berangkat sedikit buru-buru mungkin mau piket kali ya. " jelas Bu Dewi.

" Oh gitu bu, terimakasih. Daffin pamit ya bu, assalamu'alaikum... " pamit Daffin tak lupa menyalami ibu kost.

" Wa'alaikumussalam... " jawabnya.

Kini Daffin terus berjalan cepat menuju ke sekolah sekalian mencari Rania, barangkali Rania masih di jalan. Dan benar dugaannya, ia melihat seseorang yang sedang berjalan menuju ke sekolah dengan tas berwarna cokelat. Daffin pun memanggil perempuan itu sambil berlari namun tidak ada jawaban dari orang itu.

" Masa iya gue salah manggil orang. " batin Daffin.

Dengan secepat kilat, kini ia berada di depan perempuan itu dan alhamdulillah ternyata emang benar ini temannya. Untung gak jadi malu karena salah manggil orang. Dengan nafas yang masih tersengal-sengal ia pun membuka topik obrolan.

" Akuh... dari tadi... manggilin kamuh... " ucap Daffin dengan nafas tersengal-sengal.

" Iya aku dengar, kenapa? " tanya nya cuek.

" Kok kenapa si, kan kita harusnya berangkat dan pulang bareng. " jawab Daffin tak percaya. 

" Oh gitu ya, tapi kan kita bukan mahram. Udah dulu ya, takut telat. " ucap Rania cuek dan pergi meninggalkan Daffin sendiri di sana.

" Kenapa dia jadi cuek ya? " batin Daffin. Sungguh ia tak percaya apa yang ia lihat dan ia dengar tadi, sebenarnya apa yang membuat temannya jadi secuek ini dengan dirinya? ia melanjutkan perjalanannya, ketika ia sudah masuk ke dalam lobby banyak perempuan yang genit kepada dirinya itu ada yang memanggil dirinya dengan sebutan ganteng, tampan, dan lain-lain. Bahkan sampai ada yang memberikan makanan kepada dirinya itu.

Tapi ia sama sekali tidak tertarik dengan semua perempuan yang ada di sekolah ini, hanya Rania yang bisa memikat hatinya. Baginya Rania adalah muslimah yang super komplit untuknya apalagi banyak yang bilang kalau dirinya sangat cocok dengan Rania. Membuat dirinya semakin yakin bahwa Rania adalah jodohnya.






Happy reading, readers!

*Mohon maaf ya baru update karena masih sibuk dengan project work^^ 

Love in PrayerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang