Jumat malam, Rania seperti biasa mengkhatamkan Al-Quran. Tanpa sengetahuan Rania, Sarah masuk ke kamarnya. Di sana ia melihat putri sulungnya itu sedang khusyuk, jadi ia menunggu sambil melihat-lihat kamar anaknya itu. Tiga puluh menit sudah berlalu, Rania merapihkan perlengkapan shalat dan Al-Qurannya dan menghampiri umminya yang mungkin sudah sedari tadi.
" Ummi udah dari tadi? " tanya Rania.
" Iya, ummi nungguin kamu selesai baca Al-Quran. Bagaimana sudah khatam berapa kali? " tanya Sarah antusias.
" Alhamdulillah Rania udah khatam 15 kali. Tapi ada apa ya ummi tiba-tiba datang ke kamarku? " tanya Rania penasaran.
" Ummi cuman mau mastiin aja, kamu besok ikut kajian islami kan? " tanya balik Sarah.
" Iya ummi. " jawab Rania singkat.
" Alhamdulillah, kalau begitu kamu berangkat bareng sama mama Rina ya? kebetulan dia mau ikut kajian di masjid Al-Hidayah juga. " jelas Sarah dan direspon dengan kata " Baik " dari sang anak.
" Ya sudah ummi turun dulu ya. " ucap Sarah kepada putrinya itu.
" Baik ummi. " balas Rania.
Gagang pintu kamarnya pun terbuka dan keluarlah umminya dari kamar Rania, lalu Rania menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Kini ia duduk di tepi ranjang yang berukuran sedang, cukup untuk dua orang. Entah kenapa Rania rindu dengan pangeran penolongnya, sudah beberapa hari ini ia tidak bertemu dengan laki-laki itu. Terakhir kali bertemu di Indoirit saat dirinya membeli beberapa kebutuhan dan tak sengaja menabrak Emran.
" Kakak kemana ya? Aku rindu. " batinnya.
Tapi ada rasa penasaran yang tiba-tiba muncul dari dirinya, ia sangat penasaran dengan agama, latar belakang keluarganya, dan lain-lain. Sampai tersadar, kalau ia tidak boleh memikirkan hal yang tidak pasti. Ia percaya kalau jodoh, rezeki, dan kematian sudah Allah atur.
" Ya Allah... Siapapun jodoh hamba-Mu ini nanti, in syaa Allah hamba akan menjalani kewajiban hamba menjadi seorang istri nantinya. " batin Rania.
.
.
.
Besok paginya, Rania terbangun dari ranjangnya dan segera menunaikan ibadah shalat subuh. Selesai melaksanakan ibadah, ia langsung mandi dan bersiap-siap membantu umminya di dapur. Jam telah menunjukkan pukul 07.00 WIB, keluarga Wisanto sudah berada di ruang makan.
" Rania, kamu jadi ke kajiankan? " tanya abi Deni.
" Jadi, abi. " jawab Rania, sebelum makanan yang ada disendok ia masukkan ke mulut.
Saat hendak ingin menyuap makanan, tiba-tiba Sarah berbicara kepadanya.
" Jangan lupa nanti berangkat bareng sama mama Rina. " ucap Sarah mengingatkan anaknya itu.
" Iya ummi. " jawab Rania singkat.
Dan saat ingin menyuap nasi tiba-tiba kembali tertunda karena Naomi memanggilnya.
" Kak. " panggil Naomi.
" Apalagi dek? kakak mau makan gak jadi-jadi. " ucap Rania kesal.
" Hehehe... maaf-in aku ya kak. Kakak yakin ke kajian sama mama Rina tanpa ada aku? " tanya adik bungsunya memastikan sang kakak.
" Iya dek. " ucap Rania.
Sedikit lagi makanan yang ada disendok ingin dia makan tapi adiknya lagi-lagi memanggilnya.
" Apalagi Naomi?! kakak sudah lapar banget. " omel Rania. Sedangkan Naomi malah tertawa karena berhasil membuat kakaknya marah.
" Gak lucu tahu, orang mau makan kok malah dihalangi gimana si?! " omel Rania.
Kedua orangtuanya hanya menggelengkan kepala mereka melihat kedua putri sedang ribut.
" Naomi. Udah kamu jangan ganggu kakaknya, kasihan dia mau makan pun susah. " ucap Deni dengan lembut. Setelah mendengar abinya menasihati Naomi, suasana kembali ke semua dimana tidak ada aksi saling jail-menjail atau suara ribut.
Pukul 07.20 WIB, Rania segera bersiap-siap untuk pergi. Setelah dirasa cukup siap, Rania segera menuruni anak tangga dengan hati-hati dan langsung berpamitan kepada kedua orangtuanya dan adiknya. Karena letak masjid Al-Hidayah berada di belakang, jadi ia mampir ke blok D menuju rumah Daffin. Ternyata di sana ada putra, teman sekelasnya yang sepertinya sedang nunggu Daffin.
" Eh Rania, lo mau ketemu Daffin kan? " ucap Putra kepada Rania. Belum ia jawab Putra langsung memanggil Daffin.
" Daffin! Daffin! ini ada calon istri lo nyari lo. " teriak Putra. Jujur Rania sangat malu, kenapa temannya tidak ada yang benar semua sih. Kedatangan dia kesini bukan untuk bertemu dengan Daffin tetapi ingin bertemu dengan mama Rina.
" Kenapa Putra? siapa yang cari gue? " tanya laki-laki yang baru muncul dari dalam rumah. Putra dan Rania sebenarnya lagi di teras halaman, mereka berdua memang sengaja gak mau masuk.
" Ini calon istri lo nyariin lo. " ucap Putra ngawur.
" Astagfirullah Putra, aku ke sini bukan nyariin Daffin. " ucap Rania jujur.
" Bohong Daffin, pasti dia lagi ngebantah perkataan gue. Lo kan tadi bilang mau ketemu calon suami kan? nah Daffin calon lo. " ucap Putra.
" Benar-benar si Putra pengen ditempeleng nih kepala. Ayo Rania sabar. " batin Rania.
" Jangan percaya, saya kesini pengen ketemu mamamu. Katanya mau berangkat bareng ke masjid Al-Hidayah. " ucap Rania.
" Oh gitu, sebentar ya aku panggilkan dulu. " saat Daffin masuk kembali ke dalam rumah, Rania siap-siap mengambil ancang-ancang. Putra yang peka dengan kondisi saat ini memutuskan lari menghindar dari Rania.
" Sini kamu, Putra. Aku tempeleng kepalamu baru tahu. " ucap Rania kesal.
" Ampun Rania, Putra cuman berjanda. Eh bercanda maksudnya. " ucap Putra yang tengah menghindar.
Asyik bermain kejar-kejaran tak terasa mama Rina dan Daffin sudah muncul dan malah menyaksikan aksi kucing dan tikus itu.
" Pagi-pagi udah lihat kucing dan tikus aja. " ucap Rina spontan. Mereka berdua kini berhenti melakukan aksinya dan segera menghampiri dua orang di sana.
" Maaf mama Rina. " ucap Putra dan Rania berbarengan.
" Iya gak apa-apa. Ya udah yuk kita berangkat sekarang. " ucap Rina. Kini mereka berempat pergi bersama ke masjid Al-Hidayah. Sesampainya di sana, sudah ramai dengan jamaah. Mereka berpisah, Rina dan Rania mencari tempat yang kosong untuk mereka duduk. Saat kajian dimulai suasana yang tadinya berisik menjadi tenang karena sedang menikmati materi yang disampaikan oleh seorang ustadz.
Happy reading, readers.
Jangan lupa makanan dahulu ya biar tidak baper hehehe^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Prayer
Fiksi Remaja"Aku akan memohon kepada Allah untuk berjumpa denganmu dua kali, sekali di dunia ini dan sekali lagi di surga." Raina, perempuan shalihah yang mencintai seseorang dalam doa. Ia sama sekali tidak berani mengungkapkan perasaannya kepada Emran dan dia...