Jam sudah menunjukkan pukul 11.15 WIB, Xavier kini masih menunggu di tempat yang sama. Dan pada saat ia sudah menyerah, seketika ia bertemu dengan Rania yang baru pulang sekolah itu.
" Kak Xavier. " ucap Rania heran.
" Eh Rania, ngapain kamu ke sini? " tanya Xavier.
" Seharusnya aku kak, yang bertanya seperti itu. " ucap Rania, pasalnya ia kaget melihat Kak Xavier ada di taman dengan pakaian seperti habis olahraga gitu.
" Hmm... Gue habis olahraga sekitar sini. " ucap Xavier berbohong.
" Olahraga? sampai jam segini? " tanya Rania heran.
" Iya, gue olahraga sampai jam 11.00 WIB. Terus gue istirahat di sini sambil minum ini. " Jawab Xavier, tak lupa menunjukkan minuman itu.
" Oh gitu. " ujarnya.
" Kalau Rania sendiri, kok pulangnya cepat? kamu lagi sakit ya? atau bolos sekolah? " tanya balik Xavier, sebenarnya dirinya sudah tahu kalau sekolah itu memulangkan seluruh siswa-siswinya karena ada rapat penting.
" Kalau itu, alhamdulillah Rania gak pernah bolos sekolah. Rania juga gak sakit kok, tapi hari ini pulang cepat. Sebenarnya sih udah pulang dari tadi, tapi aku agak lama di sekolah karena keasyikan ngobrol sama teman. " jawab Rania jelas.
" Oh gitu, tapi tumbenan banget kamu pulang sendiri dan lewat jalan yang agak jauh dari tempat kamu kost. " pernyataan Xavier membuat Rania gelagapan.
" I-itu aku mau beli cilor kak. Apa tukang jual cilornya udah datang? " tanya gadis berbalut kerudung cokelat.
Xavier menatap Rania dengan penuh curiga, tapi ia menarik kesimpulan kalau Rania sedang menjauhi teman laki-lakinya itu. Senyum Xavier muncul seketika tanpa disadari oleh gadis di hadapannya itu.
" Keknya gue belum lihat itu tukang cilor. " jawab Xavier singkat, tak lupa memastikan daerah sekitar.
" Oh gitu, ya udah kak makasih banyak. Aku pulang duluan ya. " pamit Rania. Gadis berkerudung cokelatpun pergi meninggalkan dirinya, sayang sekali padahal Xavier ingin berbincang banyak hal dengannya.
.
.
.
Dafhin POV
Malam harinya, Dafhin mencerna semua perkataan dari laki-laki misterius itu. Bagaimana laki-laki itu bisa tahu kalau Rania dibully sedangkan dirinya malah tidak tahu sama sekali. Ia mulai berpikir keras, ia harus tahu siapa dalang pembullyan sahabatnya itu. Dan jujur Dafhin kaget kalau Rania dibully, pantas saja selama ini dia selalu menghindar darinya. Jam terus berputar dengan cepat, tiba-tiba Dafhin seakan menebak yang jadi dalangnya itu Fanya kakak kelasnya. Tanpa berpikir panjang, ia kemudian chat Rania tanpa mempedulikan ia sudah tidur atau belum.
Via What's App
Assalamu'alaikum Rania... - Dafhin
Sama sekali belum ada balasan darinya, tanpa off nya saja dimatikan, jadi ia tidak mengetahui kapan terakhir kali Rania on. Dafhin terus melihat layar smartphone nya itu, ia benar-benar ingin kesal jika pesannya belum dijawab oleh sahabatnya itu. Akhirnya Dafhin memutuskan untuk menelpon Rania, tapi sama saja tidak ada balasan sama sekali.
" Arghhh... Kenapa sih gak diangkat! " ucapnya kesal. Ia melemparkan smartphone nya ke arah ranjangnya dan mengacak-acak rambutnya.
" Awas aja lo, Fanya. Sampai lo pelakunya gue gak segan-segan memberikan pelajaran! " emosi Dafhin pun tak terkendali, ia melampiaskan kekesalannya dengan memukul-mukul dinding kamar sampai tangannya terluka akibat pukulan yang keras. Setelah amarahnya mereda, ia segera mengobati tangannya dan tak lupa istighfar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Prayer
Fiksi Remaja"Aku akan memohon kepada Allah untuk berjumpa denganmu dua kali, sekali di dunia ini dan sekali lagi di surga." Raina, perempuan shalihah yang mencintai seseorang dalam doa. Ia sama sekali tidak berani mengungkapkan perasaannya kepada Emran dan dia...