Part 23

1 2 0
                                    

Suasana di pagi hari cukup cerah dan udarapun terasa lebih segar. Rania yang tengah mengikat tali sepatunya bergegas keluar dan mengunci pintu kamar kostnya. Ia berjalan kaki sambil menikmati udara segar, tak biasanya gang yang ia lalui ini sepi dengan cepat ia berjalan sedikit cepat takut-takut ada orang yang ingin menjahatinya.

" Rasanya aneh jika gang ini sepi, lebih baik aku percepat jalanku. " batin Rania sambil melihat ke arah belakang.

Tak butuh waktu lama, akhirnya ia keluar dari gang itu namun tas yang ia bawa ditarik oleh seseorang dari belakang. Rania langsung melihat siapa orang yang ada di belakangnya dan ternyata itu Dafhin.

" Kalau aku jatuh gimana, Dafhin? " tanya Rania kesal.

" Ya itu salah kamu, bukan saya. " jawab Dafhin mendahului langkah kaki Rania.

Aneh bin banget, Rania benar-benar gak paham lagi sama tingkah laku sahabatnya itu. Ia kira sudah membaik ternyata memang harus dibawa ke rumah sakit jiwa sepertinya si Dafhin. Rania mengejar Dafhin yang sudah jauh, napasnya tersengal-sengal saat Dafhin berhenti.

" Hah, hah, hah. Capek banget. " keluh Rania.

" Siapa suruh lari, dah duduk di situ gue tungguin. " ucap Dafhin sambil menunjuk ke arah saung yang ada di belakang kampus. By the way sekolah mereka sampingan sama universitas ya dan mereka lebih sering lewat area kampus karena lebih dekat ketimbang harus lewat gerbang utama. Rania langsung duduk di saung yang sahabatnya maksud, ia juga mengeluarkan botol air minumnya dari dalam tasnya. Diminumnya air itu sampai benar-benar rasa capek dan hausnya hilang.

" Dah selesai? yok kita jalan lagi. " ajak Dafhin yang masih bersikap dingin.

" Yuk. " jawab Rania menerima ajakan Dafhin.

Sebelum mendekati tangga, Rania menyuruh Dafhin pergi duluan karena dirinya ingin beli minuman di Bussiness Center (BC). Tapi Dafhin tidak menjawab perkataan Rania, ia terus berjalan menuju kelas. Untung di BC sepi jadi ia bisa segera keluar dari sana, ia membeli aqua, cemilan, dan susu coklat. Selesai berbelanja ia segera menaiki anak tangga, ia berjumpa dengan kakak kelas yang pernah membully dirinya. Ada rasa trauma yang belum hilang, ia berjalan menunduk sampai tak sadar sudah tiba di depan pintu kelasnya. Ia membuka dan mendapati teman-temannya itu sedang asyik mengobrol, dan ia juga melihat ke arah Dafhin sekilas.

.

.

.

Suasana di dalam kelas bisnis kali ini sangat sepi, wajar saja hari ini yang mengajar itu dosen killer satu kampus. Tak ada yang berani mengobrol ketika dosen itu sedang berbicara, sunyi, dan membosankan itulah yang mahasiswa dan mahasiswi kelas bisnis yang mereka rasakan. Rasanya ingin cepat selesai mata kuliah hari ini, benar saja waktu yang mereka tunggu-tunggu pun tiba. Mata kuliah yang diajarkan Bu Rita pada pagi hari ini selesai, saat Bu Rita sudah keluar dari kelas bisnis 1 yang awal mulanya sepi kembali ramai seketika.

" Killer banget tuh dosen. " ujar Gavin.

" Betul, gue sampai senam jantung kalau matkulnya dia yang ajar. " sahut Farras.

" Lebay. " ucap Gavin.

" By the way, nanti malam ke club yuk. " ajak Javas.

" Club? boleh juga tuh. " ujar Xavier.

" So gimana setuju gak nih? " tanya Javas memastikan ke-lima sahabatnya.

" Liat aja nanti. " jawab Emran cuek.

" Hadeh Emran-emran, lo masih aja kek sedingin es antartika. " ujar Hanan.

Tapi Emran tidak menghiraukan ucapan Hanan, ia hanya menatap tajam kearah temannya itu sampai-sampai bulu kuduk Hanan pun ikut merinding. Pikirannya itu masih tertuju kepada siapa Rania yang dimaksud oleh Xavier.

" Keknya gue harus mata-matain Xavier. " batin Emran.

.

.

.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, mata kuliah hari ini selesai juga. Sebagian mahasiswa ada yang masih di kampus dan juga ada yang pulang. Ke-enam orang itu masih berada di kampus, mereka sedang menikmati secangkir kopi yang mereka pesan di kafe kampus. Karena jam sudah mau menunjukkan pukul 16.00 WIB, Xavier pergi duluan. Padahal Xavier tidak benar-benar pulang, dia ingin menemui Rania sepulang sekolah.

" Bro, gue pamit duluan ya. " ucap Xavier kepada kawan-kawannya.

" Ok bray. " jawab Javas.

Setelah Xavier pergi, Emran mengirim pesan kepada seseorang untuk memata-matai Xavier. Sehabis mengirimkan pesan, Emran kembali meminum kopi kesukaannya itu.

" Ran, sebenarnya lo suka gak sih sama cewek? " tanya Hanan penasaran, pasalnya temannya ini sangatlah cuek dengan perempuan. Apalagi perempuan-perempuan yang selalu mengejar-ngejar temannya itu.

" Nah iya tuh benar, padahal lo kan famous dimana-mana. Masa iya lo gak tertarik sama cewek-cewek yang selalu ngejar lo. " timpal Javas.

" Mereka itu ya? hmm... Kastanya di bawah gue. " ucap Emran cuek, sebenarnya penggemar dia itu dari kalangan mana saja. Tapi ia malah tertarik dengan gadis SMP yang pernah ia tolongin.

" Ooo... Parah lu Emran, lu tahu gak sih mereka itu keluarga sultan semua, bre. " ujar Gavin.

" Nah benar tuh, mana pada cantik dan seksi. " ucap Farras.

" Biasa. " jawab Emran singkat sambil menunjukkan sikap sedikit angkuh.





"Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik". (QS. An Nur:26)

Happy reading^^

Love in PrayerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang