IYM : Prolog

108 18 3
                                    

"Eu-eung...,"

Aku menatapnya tak sabaran. Tanpa peduli jika jemari mungil itu sudah bergetar hebat dibawah pandanganku. Rambut ikalnya jatuh menutupi wajah, bersama dengan suara lirih yang menandakan jika ia sedang berusaha.

"Begini saja tidak bisa?"

Dalam satu kalimat, aku sudah ingin mengatakan bahwa waktunya untuk mengerjakan perintah. Tapi yang dilakukan gadis kecil ini hanyalah mencoretkan pensil secara terburu, yang membuatnya makin menjadi-jadi.

"Im Hyunmi."

Manik itu takut-takut mengangkat pandangan, aku mengeryit ketika melihat pupilnya melebar ketakutan. "Kenapa begitu? Memangnya wajah Papa seram?"

Buru-buru menggeleng. "Eung... eng-engga-eungh... a-ad-ada,"

"Sayang... sudah waktunya tidur, ayo." Suara lain menyapa indra, kutolehkan kepala, pandangi lelaki yang selama ini menemaniku. "Youngmin hyung, jangan memaksanya."

"Kau terlalu memanjakannya!" aku menarik paksa buku putriku, "Lihat? Sekarang apa yang ia dapat di sekolah?!"

Donghyun, seperti biasa, hanya menghela nafas. "Itu bukan berarti dia bodoh, dia hanya butuh waktu untuk belajar. Hangeul bukan sesuatu yang mudah diingatnya."

Lagi-lagi. Harusnya aku kenyang dengan semua omong kosong Donghyun, aku yakin Hyunmi terlalu dimanja, dan berakibat dirinya tak mampu melakukan apapun. Cenderung menangis untuk satu dan lain hal.

Tahu kalau Donghyun akan membelanya.

"Sayang, ayo ke sini, kita sikat gigi dulu, hm?"

"Biarkan saja dia," kutepis tangan Donghyun yang mengulur, memandang putriku yang sudah pucat pasi, "urus sendiri. Hyunmi harus bisa sendiri, bagaimana kalau Mama dan Papa tidak ada?"

Tak ada bantahan, tak ada juga perlawanan. Gadis cilik itu langsung bangkit dan berlari keluar kamar. "Dan kau, lebih baik merapikan kamar. Aku tidak mau dengar soal Hyunmi dan nilainya nanti."

"Dia hanya empat tahun!" pekik Donghyun, menampik tanganku cepat. "Aku tidak tahu kenapa hyung begini! Dan tidak seharusnya sekasar itu pada Hyunmi!"

"Itulah kenapa aku tidak mau anak perempuan!" balasku nyaring, tak mau kalah, "Apa yang kau lakukan, Im Donghyun? Huh? Memanjakannya? Dia harus bisa sendiri!"

"Dia tidak manja! Tidak sampai kau membentaknya seperti tadi!"

Oh, pertengkaran lagi. Aku juga sering, ini terjadi hampir setiap malam. Dengan topik pembicaraan yang sama; tentang Hyunmi. Aku tak mengerti kenapa ia belum bisa menulis hangeul di usianya yang ke-4, dan kenapa ia mirip pecundang daripada pemberani.

"P-ppa-ppapa... euh...,"

Dan ia bahkan selalu terbata ketika bicara. Maniknya akan berkaca setiap kali berhadapan denganku, seolah aku monster saja.

"Kerjakan sendiri, Hyunmi."

"Hyung!"

Aku menatapnya tajam. Dan Hyunmi buru-buru berlutut, "Mau tidur!" digosokkannya dua tangan mungil itu, "Ssse-selamat... selamat mal-"

"Ya sudah tidur saja, apa harus melapor pada Papa?!" bentakku. Dan sebelum aku buka suara, Hyunmi sudah terlanjur kabur dari depan pintu kamar.

"Lakukan itu, hyung." Donghyun meremat lap dipangkuannya, "Lakukan, jika kehidupan Hyunmi lebih baik tanpamu. Aku tidak akan membiarkannya mengingatmu lagi!"


~Red Rose~


"Oh... jadi kau ya... Im Youngmin?"

Aku mengeryit. "Apa?"

"Tidak. Lain kali kau harus belajar lebih. Putrimu itu hanya terlalu istimewa untuk kau bentak."

Kutekan bibirku, berjaga agar tidak mengumpati lelaki bermata sipit ini. "Tahu apa kau tentang aku?"

"Seluruhnya." Dengan santai ia menyodorkan pesananku, "Kuharap lelaki yang datang setelahmu memiliki masalah yang sama untuk kasus yang berbeda."

"Donghyun pantas untuk yang terbaik. Dan itu bukan kau, heran saja ia masih mempertahankan pernikahan kalian." Ia tersenyum menyebalkan. "Yah... kuharap putrimu juga akan baik-baik saja."

Lalu tertawa seperti orang gila.

Aku berdecih, namun tak dapat menghilangkan raut bingung dari wajah.

Lebih baik segera pergi. Secepatnya. Aku bahkan tak menyadari dengan siapa aku berpapasan di pintu masuk cafe.

Red Rose || PacaDong MXM || RaWoong ONEUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang