IYM : Realize, Real Lies

87 16 11
                                    

Sudah hampir 3 minggu sejak kepergianku dan Youngjo untuk mencari cafe itu. Pun sampai hari ini aku masih sering menyisiri jalanan itu, sesekali mampir ke toko bunga Donghyun. Melihatnya mengerjakan buket-buket pesanan dari jauh, terkadang ada Hyunmi yang mondar-mandir di sekitarnya. Donghyun pasti minta tolong...

Kling...

"Selamat datang,"

Bukan Donghyun, tapi Hyunmi. Putriku itu sempat terkejut dan mengambil sikap waspada. "Ingin beli?"

"Hyunmi... bunga lili yang Mama minta man---oh? Selamat datang di toko bunga kami," Donghyun menatapku, tak ada marah sama sekali. "kita bertemu lagi... ada yang bisa saya bantu?"

Berbalik dari Donghyun, justru putriku itu malah menatapku dengan pandangan memusuhi. Tapi masih sempat membungkuk sopan dan pamit untuk membawa bunga lili dalam pelukannya.

"Tulip dan mawar, bisa kau rangkai?"

Bisa kulihat senyuman Donghyun melebar, "Tentu, untuk pasangan anda ya?" ia bergerak, bersamaan dengan Hyunmi yang keluar sembari menyeret sebuah kereta beroda pendek.

Ini pertama kali aku melihatnya bekerja di toko bunga, Hyunmi memang selalu ada di sini bersama Donghyun. Namun aku tak pernah mampir dan memperhatikan mereka seperti ini.

"Suami saya suka bunga tulip, tapi ia selalu mendeskripsikan dirinya dalam gambaran bunga mawar." Donghyun bercerita ringan, seolah bicara pada orang asing.

Ya... memang aku berwujud asing, kan... dia mana kenal Kim Youngjo.

"Kau paham sekali makna bunga,"

Donghyun tak bicara lebih, nampak tersipu ketika pujian itu meluncur. "A-ah... bukankah ini diperlukan? Bagaimana kalau salah memberi bunga? Maknanya akan berbeda."

Manis sekali...

"Berarti kau bisa merekomendasikan paduan buket?"

Lelaki kelahiran 98 itu tersenyum tipis, "Bisa." Ia jawab dengan nada halus, "Anda ingin menambah buket lagi?"

"Tidak... tapi siapa tahu aku akan kembali lagi,"

"Ingin dituliskan kartu?" tawar Donghyun, tangannya cekatan dengan pekerjaan. "Atau seperti ini saja?"

"Tidak perlu." Kukeluarkan dompet Youngjo---memang dompet siapa? Punyaku? Youngjo bilang dompetku bagus (apalagi isinya) dan tidak mau tukar. "Berapa?"

Disebutkannya sejumlah harga. Buatku tercengang.

Kemana lagi Donghyun pergi? Aku tak menyangka ia masih bisa bertahan tanpaku. Membiayai sekolah Hyunmi dan dirinya sendiri.

"Tuan ini terlalu banyak," Donghyun menahan jumlah yang kusodorkan, mengambil seperlunya. "ini lebih dari cukup."

Manikku bergulir, tatap Hyunmi yang telah memperhatikan kami.

"Yakin? Ambil saja, belikan sesuatu untuk putrimu."

"Tidak perlu, Tuan, ini lebih dari cukup."

Tidak cukup, Donghyun. Buket ini terlalu murah... sekeras apa kau bekerja selama ini?


~Red Rose~


Jika kemarin aku pergi ke toko bunga Donghyun, hari ini aku memutuskan ke sekolah Hyunmi. Setelah bernegosiasi dengan Hwanwoong, alasan kalau aku ingin minta maaf pada anak itu setelah memukul 'Papa'-nya.

Padahal Papa-nya di sini :")

"Tidak bisa, ayahnya telah menitip pesan untuk menjaganya."

"Berikan anak itu, sekarang!"

Aku mengeryit, memperhatikan sosok yang saling berhadapan itu. Kemudian turun pada gadis kecil yang terlihat sembab.

Kejadian berikutnya mengejutkan, aku melihat sendiri bagaimana tangan putriku di tarik kasar, dan gadis cilik itu berusaha menahan bobot tubuhnya agar tak terseret.

"Jangan!"

"SAKIT!! PAPA!!" jeritan itu terdengar bersahutan, aku segera datang dan mencengkram lengan Woori. Menghempasnya keras.

Hyunmi jatuh, wajahnya pucat pasi dalam pelukan sang guru. Tangisnya tertahan, hanya suara isakan yang bisa kutangkap. "Apa itu layak dilakukan? Kemana pikiranmu?"

"Kau siapa?" dengus Woori, "Tak perlu ikut campur, anak itu adalah putri tiriku."

"Dia punya orangtua lengkap!" si guru berteriak, "Wanita ini selalu datang dan menyakitinya!"

"Baru kali ini kulihat ada yang membelanya," Woori tertawa remeh, "selama ini tak ada yang berkutik, tak peduli bagaimanapun aku memperlakukannya. Paling-paling lelaki lemah itu."

Brengsek, brengsek...

Hyunmi... maafkan Papa, maafkan...

"Ada apa in---heh nenek sihir, cari kodok jangan di sini."

Aku berbalik, tatap Youngjo yang menghampiri dengan muka malas, "Oh, kau," ia beralih pada Hyunmi. "Sini, sayang. Hati-hati dimakan nenek sihir."

Mau tertawa... dosa tidak, sih?

"Woah... woah," Woori tampak tak percaya, "kau benar-benar bermain api dengan---"

"Aduh, ini disentuh tadi? Sebentar Papa bersihkan ya, kalau Hyunmi kena rabies Papa bisa dimarahin Mama." Youngjo keburu bicara, denganku yang hanya menontoni mereka.

"Rabies kan buat anjing, Papa...,"

"Iya, itu nenek sihir kalau malam berubah jadi anjing. Hyunmi tahu kan sakit jamur-jamur itu---aduh apasih pegang-pegang?!"

Aku tak tahan, ikut membantu Hyunmi. "Nanti dibasuh air bersih ya,"

Gadis cilik itu mendongak, kali ini tak ada tatapan memusuhi. "Paman ngomongnya kayak Papa dulu," ucapnya lirih.

"Terima kasih telah menjaga putri saya," Youngjo membungkuk, "dan kau, nenek sihir---ih, aku tidak mau kena penyakit kulit, apa itu? Perhiasan imitasi? Miskin sekali kau, sertifikat lulus hasil otak atau hasil bayar?" ia mengambil Hyunmi dari hadapanku.

"Ayo pergi, kau mau jemput Dongju?"

Red Rose || PacaDong MXM || RaWoong ONEUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang