Hari ini benar-benar menyebalkan!
Aku berderap memasuki unit, menatap putriku yang tidur memeluk satu tangkai mawar plastik dan boneka dalam dekapnya.
Ck, kebiasaan sekali, bagaimana kalau sakit?
Kuangkat tubuhnya, tanpa sengaja membuatnya membuka mata. Tadinya aku bersiap untuk menyanggah kalau dia bersuara.
Namun tidak, manik serupa Donghyun itu kembali menghilang. Bersama dengan gerakan kecil yang menandakan ia tak ingin melepasku. "Eung,"
Membaringkannya di kasur, kemudian menyelimuti tubuh, sebelum pandanganku beralih pada kertas-kertas yang menghambur di lantai.
"Apa Donghyun tak membereskannya?" omelan keluar begitu saja, membereskan kertas hasil karya Hyunmi, beserta hangeul berantakan yang menuliskan namanya.
Lalu sebuah gambar, dua pria, yang satu memegang tulip, satunya memegang mawar. Aku mengeryit.
Tak ada lagi gambaran orang selain itu. Aku membolak-balik kertas, menemukan bahwa seluruh gambar Hyunmi tak pernah mencantumkan dirinya. Hanya aku dan Donghyun di sana, beserta tulip atau mawar yang menghiasi sudut kertas.
"Hyung?"
Aku berbalik, menemukan Donghyun yang memegang sapu ditangan, "Sedang apa?" ia menghampiri, ikut menatap kertas-kertas yang ada ditangan. "Gambaran Hyunmi, ya,"
Kusodorkan tumpuk kertas itu ke pangkuan Donghyun, "Aku lapar, sudah masak belum?"
Donghyun nampak terkejut, namun segera mengangguk. "Sudah kusiapkan di meja, baru saja kupanaskan. Air mandi juga sudah ada."
Berdeham, tak ingin lebih lama lagi berada di sana.
Kim Donghyun bukan seorang pembantah, namun sejak kelahiran Hyunmi, ia mulai sering membalik semua ucapanku. Membuatku kesal setengah mati.
Aku lebih menginginkan seorang putra sebenarnya, aneh saja ketika melihat Donghyun menghadirkan seorang putri. Kebutuhannya lebih lagi, dan tentu saja kami perlu ekstra karena Hyunmi jelas-jelas berbeda dari kami.
Ia terlalu sensitif, mudah menangis, dan meski bukan seorang pembantah, selalu saja menambah daftar kerjaan. Sekali memecahkan gelas, di lain waktu tak dapat menghindari bola yang melayang ke arahnya.
Lalu menangis.
Donghyun berkali-kali memarahiku hanya karena berusaha mengajarinya. Dan menggunakan kata 'perempuan' untuk menunjukkan kalau Hyunmi harus diperlakukan seperti porselen. Yang mana juga membuatku bertambah kesal.
Lalu kenapa?
Apa dia tak boleh menjadi wanita yang kuat?
Aku tak lagi mengerti tentang Donghyun. Meski ia tak pernah lupa menyiapkan kebutuhan, diluar itu seluruh perhatiannya ia beri untuk Hyunmi.
"Bunga mawar itu untukmu," Donghyun meletakkan setangkai mawar di hadapanku, sekarang tengah menyisir rambutnya yang setengah kering, "Hyunmi berusaha untuk menjawab semua pertanyaan untuk itu."
"Pertanyaan apa?"
"Kali ini tentang warna, kau tahu kan dia suka bermain warna." Donghyun tak pernah absen untuk bicara tentang Hyunmi, ia bisa betah berjam-jam hanya untuk menjelaskan bagaimana Hyunmi di sekolahnya. Atau perkembangannya untuk satu dan lain hal.
"Dia sudah bisa menggunting belum?"
"Dia punya masalah dengan tangannya." Donghyun meredup, "Gurunya bilang kalau Hyunmi butuh waktu dengan kondisi tangannya,"
Aku mengeryit. Masalah apa lagi sekarang?
~Red Rose~
Aku tidak tahu harus berkata apa ketika sadar waktu menunjukkan pukul 1 siang. Sementara hujan deras diluar belum juga reda. Kuperiksa ponsel, puluhan panggilan dari Donghyun, juga pesan yang tak lagi kuperiksa.
Hyunmi pulang sejak pukul 10 pagi, semoga saja ia masih ada di sekolahnya. Aku menggigit bibir, lari menerobos hujan untuk pergi ke sekolah Hyunmi. Ponselku masih terus berdering, dan ketika aku berada di gerbang, panggilan itu baru kuangkat.
"HYUNMI HILANG!!" Suara Donghyun sama buruknya, "AKU SUDAH BILANG UNTUK MENJEMPUTNYA!! PUKUL SEPULUH!!"
Tak bicara apapun, aku mematikan panggilan. Lari untuk mencari putriku satu-satunya, kendati menahan marah kenapa ia tak berusaha untuk tetap tinggal di sekolah jika aku belum menjemputnya. "IM HYUNMI!!" teriakku, berusaha keras agar suaraku terdengar. Siapa tahu ia sempat bersembunyi atau apapun.
"HYUNMI!!"
Aku mempercepat lari ketika melihat Hyunmi yang berada tepat ditengah jalan. Nampaknya ia berusaha untuk menyeberang, namun terjebak di sana karena bunyi klakson yang terus bersahutan. "HYUNMI!!"
Tangannya memegang bunga mawar plastik, nampak berusaha melindunginya dari terpa hujan. "Papa akan ke sana!"
Atau tidak. Begitu melihatku, ia justru berlari, berusaha untuk menggapaiku, tepat ketika sebuah mobil melaju. Yang terakhir kulihat adalah darah dipelipis putriku, meski ia sudah sampai dalam dekap. Bandana pita putihnya terciprat darah.
Dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Rose || PacaDong MXM || RaWoong ONEUS
Fiksi PenggemarYeo Hwanwoong. Youngmin melotot ketika melihat seorang bocah cilik di hadapannya, dia bilang namanya Dongju. Namun lebih dari itu, ia lebih terkejut ketika sadar di tubuh siapa ia berada; lelaki pemaaf bernama Kim Youngjo. Kim Donghyun. Youngjo meng...