KYJ : Be You

88 17 15
                                    

Itu Donghyun?

Aku memperhatikan dari jauh. Samar menangkap suara nyanyian bernada lembut, membuai telinga.

"Mama," Hyunmi yang awalnya menyandar, menegakkan tubuh, kakinya mengayun pelan. Bertempo sama dengan gerakan tubuh Donghyun. Sepertinya lelaki itu berusaha menidurkannya.

"Iya, sayang?" nyanyian Donghyun berhenti, sebelah tangan mengurap rambut Hyunmi yang berantakan.

"Papa...,"

Hela nafas Donghyun terdengar, "Hm?" responnya. "Kenapa sama Papa?"

"Hyunmi... sayang Papa...,"

"Mama juga sayang...,"

Aku mengatupkan bibir, berusaha untuk menguping pembicaraan. Sembari berjanji untuk menemui Youngmin secepat mungkin.

Semoga saja lelaki itu tidak menghajarku lagi.

"Kalau Hyunmi enggak ada... pasti Papa setiap hari baik ya, sama Mama."

"Hush... enggak enggak, Papa selalu baik, bukan salah Hyunmi. Hyunmi itu hadiah buat Papa sama Mama."

Mengintip lagi, Hyunmi sudah menyandari Donghyun sekarang.

"Hyunmi senang... bisa ketemu Papa sama Mama...,"

Tuhan... bagaimana bisa dia bicara seperti itu?

"Mama sama Papa juga senang ada Hyunmi...,"

"Mama,"

"Hm? Sudah mengantuk?"

Anak ini membuatku takut, sungguh.

"Kalau Hyunmi pergi... Papa nangis enggak?"


~Red Rose~


"Donghyunie?"

Lelaki itu berdeham, buru-buru merapikan diri. "A-ah... aku harus mengantar Hyunmi sekolah."

Aku menahan lengannya. "Maaf...,"

Seketika tercekat. Maaf kali ini untuk apa?

Mewakili Youngmin? Untuk kalimat Hyunmi? Atau karena sudah berbohong?

Lelaki itu menatapku, maniknya basah.

Satu yang kupelajari dari Donghyun, lelaki ini sulit berbohong soal perasaannya. "Hyung... sebenarnya kau kenapa?"

"Apa... kau akan meninggalkan kami?" kejar Donghyun.

"Do-Donghyunie...,"

"Kau tidak berencana pergi, kan? Makanya sebaik ini,"

Mulutku sudah gatal, ingin sekali bicara bahwa aku bukanlah lelakinya. Tapi lidahku terlalu kaku untuk bicara.

"Hyung---"

"Ayo antar Hyunmi," aku mengecup kening Donghyun, sejenak penciuman menyapa aroma khas dari yang muda. "dia harus sekolah, kan?"

"Mama... Hyunmi sud---eh?"


~Red Rose~


Aku bergegas menuju kantorku, berusaha menemui Youngmin.

Alasan pada Park Woojin kalau aku ada urusan penting.

Memang penting, sih, lebih penting pertukaran tubuh sekarang daripada kerjaan.

"Kim Youngjo,"

Sosok itu menoleh, melotot dan memindaiku sesaat.

Sumpah ya, Im Youngmin, itu wajahku bisa tidak dikondisikan dulu?

"Sedang apa?" Youngmin merendahkan suaranya. "Tahu dari---oh, ya... ini tempatmu bekerja."

Kenapa aku baru ingat kalau logat Youngmin adalah Busan? Tidak adakah yang sadar dengan perubahan ini?

Aku merotasikan manik, "Yah, kita harus segera bicara. Aku pikir, lebih baik kau temui Harin sekarang. Minta izin, bilang saja urusan penting, apalah alasan yang masuk akal."

Youngmin menutup kelopak, "Oke... kenapa jadi kau susah sekali, sih."

Kami segera pergi begitu Youngmin mendapatkan izin, mencari cafe tempat kami berjumpa dulu.

Yah dan tentu saja masih tidak ada. Aku beberapa kali lewat sini dan masih belum bisa menemukannya.

"Apa ada petunjuk lain? Aku muak menjadi dirimu,"

Aku menyipitkan kelopak, "Apa yang barusan? Aku juga kesal dengan jalangmu."

"Kau bilang sudah melepaskannya?!"

"Tidak semudah itu, sialan! Baru kemarin Hyunmi ditangkap lagi, syukurlah aku sudah titip pesan pada gurunya agar menjaga Hyunmi sampai aku atau Donghyun datang."

Youngmin mendengus kasar. "Kau sendiri juga macam-macam sekali. Aku tidak tahu harus bilang kau idiot atau bagaimana, tapi banyak uang yang kau pinjamkan."

"Oh, mereka sudah bayar?"

"Mereka tidak mau bayar, tapi berpura-pura tak bisa bayar." Youngmin mengomel, "Kau terlalu baik,"

"Kau juga jahat,"

"Kim Youngjo,"

"Im Youngmin,"

Kami saling memindai. "Semalam Dongju bertanya," Youngmin mengalah, "katanya kenapa akhir-akhir ini aku tak seperti biasa, kenapa dia harus sopan dan segala macam pertanyaannya. Putramu kenapa pula lebih cerewet dari putriku,"

"Hyunmi malah menanyakan... apa kau akan menangis kalau dia pergi," semprotku, "aku tidak menyangka ia akan bertanya seperti itu, syukurlah mereka berdua tidak melihatku."

"Kau menguping?"

"Memangnya kau? Tidak peduli." Aku makin menjadi.

Oke, maaf... melihat Youngmin dalam tubuhku saja emosiku tahu-tahu meningkat drastis.

"Aku pernah berpikir untuk pergi dari mereka."

"Seharusnya mereka yang pergi darimu."

"Ck, dengar dulu Kim idiot!"

"Lelakimu namanya juga Kim, idiot." Aku mengangkat bahu. "Lanjutkan,"

"Kang Woori... kupikir wanita itu tak perlu didata lagi selicik apa. Kupikir kau sudah tahu seluk-beluknya, apa yang ia lakukan, dan kemana uang-uangku terhambur."

"Tas dan perhiasan imitasi."

"Bisa diam tidak? Aku sedang cerita."

Sepanjang mendengarkan cerita, aku berusaha juga memutar kembali ingatan di hari kejadian itu. Cafe, lelaki mata sipit yang menjengkelkan itu, lalu...

Buket bunga mawar.

"Hyunmi menanyakan kenapa dia harus lahir," kusandarkan tubuhku, "kau pikir itu pantas, Youngmin?"

Lelaki itu tak bersuara. Kali ini giliranku yang bercerita, biarkan ia merasa semakin bersalah. "A-aku...,"

"Untuk saat ini keadaan sedang baik, hanya kondisi Hyunmi yang perlu kau khawatirkan." Aku menepuk paha, "Jika suatu hari nanti, entah kapan, kita kembali... jangan kau sia-siakan kerja kerasku. Mengambil kepercayaan Hyunmi itu sulit, tahu."

"Dan kau juga, jika kita bertukar lagi... jangan terlalu baik, terlalu banyak manusia tak tahu diri dalam hidupmu. Jangan terlalu kasihan juga pada Dongju, bisa-bisanya dia bilang bodoh pada ayahnya sendiri."

"Youngmin---"

"Kau boleh lembut... tapi tetap ajarkan sopan-santun, berlaku untuk Hwanwoong juga. Jangan hanya pasrah menerima... ck... kau pikir kau hewan sirkus?"

"Diam ya, muka alpaka."

"Dan kau juga, kucing jalanan."

Red Rose || PacaDong MXM || RaWoong ONEUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang