Menjadi seorang Im Youngmin juga sedikit banyak membuatku kebingungan. Rupanya ia bekerja dikantor musik dan memproduksi beberapa lagu. Ini pula yang membuatku kebingungan setengah mati, beruntung seseorang menghampiri, perkenalkan diri sebagai Park Woojin dan baik-hati membantuku dengan musik.
Menyenangkan juga. Aku memasang earphone selama perjalanan pulang, tanpa sadar melangkah ke sekolah Dongju.
Oh, tentu saja, dia tidak ada. Aku berdeham gugup dan berbalik cepat, menurunkan topiku yang terpasang rapi sejak pagi. "Bodoh," rutukku. Mencoba untuk ingat kemana jalan pulang.
Dengan tubuh ini.
Aku beberapa kali melangkah menuju rumahku yang sebenarnya, tak jarang juga malah terbangun dan menanyakan Donghyun tentang Dongju. Sangat tidak berguna.
"Selamat datang di rumah,"
Donghyun selalu menyapaku ketika sempat, terkadang aku pulang dan hanya melihat Hyunmi yang tengah mencoretkan sesuatu dan menghafal hangeul dengan susah payah.
Anak itu masih denial. Baru sehari lalu ia menjerit ketika aku hendak memeluknya, seolah tak mau melakukan kontak fisik denganku.
Sepertinya Youngmin membawa pengaruh buruk untuk anak itu.
"Makan sudah kusiapkan,"
"Bukannya kau baru pulang?"
Donghyun terdiam, menatapku bingung. "Iya? Bukannya memang begitu?"
Iya. Benar. Seharusnya begini, aku salut dengan keberadaan Donghyun sebagai penengah diantara Youngmin dan Hyunmi. Tentang Donghyun yang dapat membagi rata waktunya, menghabiskan hari hanya untuk putri kecil mereka.
Mereka. Aku tidak salah bicara, Hyunmi kan bukan putri kandungku.
"Hyunmi mana?"
Tak ada jawaban, malah punggung tangan Donghyun yang menempel dikeningku. "Hyung sungguhan lupa? Kau memaksanya menghafal hangeul secepat mungkin."
Benarkah?
"O-oh, terus sekarang dimana?"
"Kamar." Donghyun mencengkram pergelanganku, "Jangan memarahinya, kumohon... dia masih empat tahun. Dia tidak bodoh, aku akan mengajarinya, aku janji."
"Untuk apa?" nampaknya aku tak bisa diubah menjadi Youngmin sama sekali, jelas-jelas pikiranku dan manusia brengsek satu ini berbeda. "Tak masalah jika dia tak hafal--oh, ya... namaku Im Youngmin."
Sebelum Donghyun bicara, aku segera menuju kamar mandi. Dan nampaknya masih merasa haru karena mendapati ada air hangat yang tersedia.
Sejenak, aku mengingat Hwanwoong dulu. Yang selalu memberi kejutan kecil setiap aku pulang.
"Hyunmi?"
"Da-dapat... eungh...," gadis cilik itu mundur ketika aku melangkah, menunjukkan cap bintang dikertas. "Ti-tig... eung... tiga, segini." Ia benar-benar kesulitan.
"Appa eng--Papa. Papa enggak dengar kalau jauh begitu." Aku berlutut, menunjukkan gestur menyambut, "Ayo... Hyunmi mau bilang apa?"
"Bi-bintang...," ia masih ditempat, ragu-ragu ingin mendekatiku. "Eu-eung... tigaaa... Hyun-Hyunnn... euh...,"
Jika Hyunmi bicara begini, aku secara tidak langsung membayangkan Dongju yang "APPA~ DONGJU DAPAT TIGA BINTANG! SEKARANG BOLEH BELI BUKU ALADDIN, KAN???"
"Papa tidak akan pukul," aku bicara lagi, berusaha untuk tidak terlihat mengintimidasi. Pendekatan anak ini sulit sekali rupanya. "ke sini, hm? Kenapa jauh-jauh?"
Mungkin karena terlalu gugup, atau sepertinya dia punya pikiran lain. Hyunmi lebih mirip melempar daripada memberi, pun setelahnya langsung mundur dan memasang postur awas sebagai peringatan.
Aku tak marah, berusaha untuk tidak terkejut. Memperhatikan tulisan Hyunmi, rupanya tentang hangeul. Cap bintang ada disudut kertas. Pandanganku terangkat, melihat rambut ikal Hyunmi yang hari itu terurai cantik. "Hyunmi pintar ya,"
Sebelum ia kabur, aku telah menangkapnya, memberi satu pelukan erat yang tak ia balas. Tubuhnya kaku, bahkan gemetaran hebat. Tanganku terangkat, mengusap lembut punggung sempit gadis cilik ini. "Pintar sekali... Hyunmi sudah kerja keras hari ini."
"Eu-euh... mmm... Ppa-ppappaaa... heung...,"
Aku melepas pelukan, melihat tangan kecilnya yang terlipat didepan dada, gestur penolakan secara tak langsung. Beralih pada jari kakinya, yang memutih, seperti menancap kuat ke lantai.
Berapa banyak luka yang ia tanggung seorang diri?
"Hyunmi sudah pintar... enggak apa, Papa enggak marah, kok."
"Tig-eung...," bibir mungilnya bergetar, berjongkok lambat untuk mengambil kertas yang kusisikan, memeluknya. "Hyun... Hyun-eung... eungh-hyun-mi... ini...," ia menunjukkan kertasnya lagi.
Maniknya basah. Aku hampir menangis melihatnya berjuang begini, "Iya, Hyunmi dapat tiga bintang, kan? Hangeul ini susah loh, tapi Hyunmi bisa."
Gadis kecil itu mengangguk kencang, "Tig-tiggaaa...," ulangnya lagi.
Satu kecupan cepat di kening, kemudian kuangkat tubuhnya, "Papa kasih hadiah, mau es krim?"
Diluar dugaan gadis itu menggeleng cepat. "Eung... eung-enggak u-ussah,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Rose || PacaDong MXM || RaWoong ONEUS
Fiksi PenggemarYeo Hwanwoong. Youngmin melotot ketika melihat seorang bocah cilik di hadapannya, dia bilang namanya Dongju. Namun lebih dari itu, ia lebih terkejut ketika sadar di tubuh siapa ia berada; lelaki pemaaf bernama Kim Youngjo. Kim Donghyun. Youngjo meng...