Kami berkumpul mengelilingi meja kayu berbentuk persegi panjang dengan bangku yang sama panjangnya. Kelly mengeluarkan isi kantung belanjaan yang Robert bawa untuk kami, menyusunnya satu persatu di atas meja. Luke di sampingnya mengeluarkan minuman kaleng dari kantung yang lain.
Aku menopang dagu dengan tangan kiriku yang bertumpu pada siku di atas meja. Mengamati ke sekeliling sampai mereka berdua membuat pandanganku terhenti. Luke membisikkan sesuatu pada Kelly yang membuatnya tersipu. Rambut Kelly yang pirang stroberi kemudian ia ikat menjadi kuncir kuda dengan asal. Dia cantik, bahkan lebih dari sekedar cantik. Saat Luke berpaling dari Kelly dan menatapku—ia menaikkan alisnya.
Aku menggelengkan kepalaku, mencoba untuk tidak merasa terganggu. Mendadak aku ingat ucapan Edmund pagi tadi tentang mereka berdua. Sekarang aku mengerti perasannya, pasti sangat menyebalkan melihat keduanya seperti ini setiap hari. Apalagi saat kau sendirian.
Aku memandangi kaleng soda rasa lemon di dalam genggamanku sambil menunduk. Tanpa sengaja pipiku tertarik sempurna hingga senyumku menimbulkan suara dengusan yang sangat aneh.
"Kau menertawakan apa?" suara Ashley di belakang pundukku membuyarkan lamunanku.
"Tidak ada," kataku menahan senyuman.
Ashley mengangkat bahunya dan berhenti penasaran. "Kakakmu sudah pulang?"
Aku menggeleng. "Dia masih di sini."
"Apakah tidak apa-apa membiarkannya sendirian?" sahut Kelly.
Kali ini aku mengangguk. "Dia tidak asing dengan
tempat ini. Jadi, tidak perlu mengkhwatirkannya."Ashley duduk di sampingku, memiringkan kepalanya lalu bertanya. "Kenapa kau tidak pernah menceritakan tentang Robert padaku?"
"Karena itu tidak penting,"
"Itu penting Clary," sergah Ashley. "Dimana kau bisa menemukan kakak seperti itu?"
"Di dekat rumah kami." Aku membuka botol kaleng soda di tanganku dan menyesap isinya satu tegukan untuk melegakan kerongkonganku. "Pos tempatnya berjaga hanya berjarak tiga puluh meter dari tempat tinggalku yang kebetulan di perbatasan."
"Dia tampan dan terlihat kuat,"
"Sayang sekali dia pacar kakakku."
Ashley mengangkat alis. "Dia menjadi kakakmu karena dia pacar kakakmu?"
Aku hanya mengangguk dan menyesap soda di dalam genggamanku.
"Kau naksir pacar-kakak-temanmu?" sahut Luke.
"Hampir," balas Ashley datar. "Tapi tidak jadi."
Luke dan Jacques terkekeh, aku menggeleng tak percaya dan Kelly tersenyum.
Jacques yang sedang duduk di ujung samping kanan—terhalang Kelly dan Luke—bertanya pada Ashley yang duduk tepat di sebelah kiriku. "Jadi tipemu pria tua seperti itu, ya?"
"Lebih tepatnya Ash suka pria dewasa, kharismatik dan terlihat berwibawa," ralatku. Aku ingat betapa dia tergila-gila dengan James sebelumnya.
"Ada masalah apa kalian dengan selera oranglain?" Ashley berseru marah. Bukan jenis marah yang sampai membuatnya melemparkan burger keju ke wajahku atau Jacques—namun, jenis marah yang membuatnya memutar bola mata kesal.
"Tidak ada," Jacques meraih burger di atas meja dan mengabaikan Ashley.
"Benar," aku mengangguk pelan, menyesap kembali minuman sodaku di tanganku. "Itu bukan masalahku, hanya masalahmu."
Ashley melampiaskan kekesalannya pada burger keju di tangannya. Ia melepas kertas yang melapisi bagian luar makanan itu dengan asal, kemudian mengambil satu gigitan besar di ujungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Descent
Science FictionClary Hart, gadis 16 tahun yang kehilangan ingatannya setelah mengalami kecelakaan misterius mengikuti tes sekolah lanjutan yang diselenggarakan pemerintah. Saat ia merasa gagal dan putus asa karena kondisi mental pasca traumanya, tanpa diduga-duga...