23: Reconnection

151 35 2
                                    

Malam ini aku bermimpi, namun bukan Natalie yang muncul dalam mimpiku melainkan Edmund. Dia berdiri di depan jendela kamarnya menatap jauh ke luar dengan wajah muram. Kemudian aku menangis, aku tidak ingat apa yang membuatku menangis namun keesokan paginya aku bangun dengan mata bengkak dan pipi lengket setangah basah. Aku mengelap pipiku dengan punggung tanganku, lalu duduk berselonjor kaki di atas ranjangku. Saat aku memejamkan mataku dan menghela napas, lagi-lagi aku melihat Edmund.

Sebelumnya aku harus melewati beberapa orang dulu untuk melihat orang yang aku inginkan, seperti perlu berjalan untuk sampai ke tempat yang aku tuju. Sekarang meski tak ingin—aku terus menerus melihat Edmund secara langsung, seperti penglihatanku melompat ke tempat orang tersebut.

"Apa alasan dari seseorang melihat orang lain dalam kepalanya?" tanyaku pada Ashley. "Seperti tiba-tiba saja bayangan orang itu muncul."

"Kau memikirkan orang tersebut," jawab Ashley tanpa membalikan tubuhnya ke arahku, dia masih asik membentuk rambutnya menjadi ikal.

"Aku tidak memikirkannya," aku memijat keningku, menangis selalu membuatku pusing. "Lagi pula ini bukan tentangku."

Ashley menggedikkan bahu lalu kembali melirik cermin di depannya lagi. "Bukankah bagus jika itu tentangmu? Artinya kemampuanmu berkembang."

"Yah, mungkin saja," kataku ragu. "Aku tidak yakin ini sebuah pengembangan dari bakatku atau hanya gangguan pada kepalaku."

"Jadi itu tentangmu?"

"Bukan," aku menyangkalnya, dan kemudian merasa konyol. "Baiklah, itu aku. Kau puas?"

"Jadi siapa yang kau lihat?"

"Hanya beberapa orang secara acak." Aku beringsut dari kasurku, menggelung rambutku dan meraih beberapa pakaian bersih di dalam lemariku. "Aku tidak mencarinya, namun itu muncul begitu saja. Seperti penglihatan nyataku bertukar dengan penglihatan di kepalaku setiap kali aku memejamkan mata. Kupikir sistem di kepalaku rusak."

"Kau yakin tiba-tiba?" Kali ini ia berbalik dan duduk menyilang kaki di seberangku. "Alasan kenapa ekstra sensorimu berbentuk radar adalah karena kau tidak tahu apa yang sebenarnya ingin kau lihat, jadi pikiranmu berjalan-jalan untuk melihat ke semua arah. Sekarang kau punya satu orang dipikiranmu—jadi otakmu tidak lagi perlu mencari dan langsung menemukannya."

"Sudah kubilang bahwa aku tidak mencarinya," aku menyanggahnya dengan pelan. "Justru itu yang membuatnya aneh."

"Apa ini pertama kali kau melihatnya?" tanya Ashley. Sekarang ia sudah berdiri dari kursinya, meraih baju hangat di ujung ranjangnya.

"Kurasa ini yang kedua kalinya..." atau mungkin tiga, aku tidak yakin.

"Maka cari kaitan antara keduanya," serunya sambil berlalu menuju pintu. "Itu kunci agar kau bisa melihat suatu objek secara langsung tanpa terbatas jarak dalam radarmu."

Kaitan antara keduanya, apa yang aku lakukan sebelum mereka muncul di kepalaku?

"Atau tanyakan pada Emma siang nanti," Ashley melirik jam tangannya, kemudian ia terlihat bergegas membuka pintu tanpa menunggu jawabanku.

Malam tadi aku memberitahu Ashley bahwa aku tidak akan menemuinya di rumah kaca untuk makan siang nanti. Latihan tambahanku akan dimulai lagi, hanya saja jika biasanya aku melakukannya bersama Emma, hari ini bersama Ben. Semalam dia tidak menanyakan detailnya, jadi aku tidak merasa telah membohonginya. Namun setelah nama Emma disebutnya, aku mulai gelisah.

Setelah sarapan aku menemui Ben di tempat yang kami janjikan—di gedung tua belakang sekolah yang kemarin aku lihat saat berkeliling bersama Robert. Tempat itu kosong dan tidak terkunci, hanya menyimpan beberapa barang yang sudah tak terpakai seperti beberapa peralatan olahraga. Tak kusangka tempat itu terawat dan bersih, tak ada debu yang menumpuk seperti dalam pikiranku.

The DescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang