Kafetaria tidak terlalu penuh pagi ini, namun aku melewatkan kesempatan pertamaku untuk mencicipi semua menunya. Ashley semalam terlalu antusias menceritakan tentang Esper dan segala macam sistemnya hingga kami bangun terlambat pagi ini. Kami harus puas menikmati sarapan dengan beberapa muffin rasa blueberry, susu dan pisang yang tersisa dari tempat itu.
Kami menuruni lift untuk sampai ke lantai dua. Ruang kelas pertamaku terlihat luas, lebih tepat digunakan untuk sebuah pertemuan besar daripada kegiatan mengajar. Ashley menyeretku untuk menempati tempat paling depan. Aku tidak punya pilihan selain menurut dan duduk di sampingnya.
Lampu di kelas tiba-tiba meredup, namun tidak sampai padam setelah seorang senior masuk melewati pintu di depanku. Aku sudah mengecek nama pemberi kelas dalam agenda kegiatan yang dikirim ke tabletku kemarin. Harusnya Ben yang mengisi kelas neuro sience hari ini. Namun setelah aku cek kembali tabletku, nama Ben berubah menjadi Gates Ozius.
Membaca judul materi asing membuatku menghela napas dalam. Ini hari pertamaku di tempat aneh ini, entah apa yang akan aku lakukan.
Baru saja satu menit senior itu berada di dalam kelas, beberapa junior di kelaksu sudah terdengar mengeluh. Aku yakin alasannya bukan hanya karena ketidakhadiran Ben, tapi karena laki-laki di depan kami terlihat tidak terlalu ramah untuk senior yang akan menghabiskan waktu sepanjang siang membahas isi otak dengan juniornya.
"Aku yakin banyak dari kalian yang kecewa karena bukan Ben yang datang. Kalian harusnya bertemu denganku di kelas praktik nanti." Laki-laki di depan kami berujar. Tubuhnya berotot dengan wajar, rambut peraknya terlihat digel bergaya spike. "Ben punya tugas mendadak di luar sekolah. Sayangnya, hanya ada aku yang tersisa di sini hari ini. Jika kalian punya keluhan, sebaiknya tahan saja untuk beberapa hari ke depan."
Beberapa menit kemudian setelah Gates berdiri di depan kelas, muncul sebuah gambar struktur otak besar dengan garis saraf yang berwarna biru dan merah neon sedang berkelap-kelip dan berotasi di atas layar putih tipis. Sumber gambarnya adalah proyektor yang menyala di belakang kepalaku.
"Sebelum aku mencari tahu bagaimana cara kalian menggunakan kemampuan kalian," Gates menunjuk gambar di sana dengan pena digitalnya. Tatapannya terlihat mengelilingi seluruh kelas. "Ada yang bisa menjelaskan fungsi benda di depan kalian ini?"
Sebagian orang menggeleng, sebagian lagi diam dan menunduk. Tiba-tiba Ashley di sampingku menggoyangkan tangannya. "Bolehkah aku?"
Sudah kuduga jika Ashley adalah orang yang senang mengutarakan pendapatnya, kepercayaan dirinya tidak lagi membuatku terkejut.
Gates mengangkat alisnya dan memiringkan kepalanya. "Kau?"
"Aku... Ashley Green," sambung Ashley.
"Green?" sahut Gates—kali ini dengan sedikit ramah. Dia bahkan tersenyum. "Silahkan!"
Ashley mengangguk. Ia melegakan tenggorokannya sebelum berdiri dan menjawab, "Itu cerebrum, organ yang sangat kompleks yang berfungsi untuk mengatur gerakan tubuh, kemampuan berbahasa, berpikir—hingga menyimpan memori."
"Sepertinya ibumu sudah mengajarimu," ujar Gates. Dia menyurukkan jarinya ke dalam setiap helaian rambut peraknya kemudian mengalihkan perhatiannya dari Ashley.
Ashley bilang jika ibunya bekerja di bidang pemerintahan, apakah itu artinya ibunya orang yang sangat terkenal? Semua orang di sini pasti mengenalnya, kecuali aku.
"Sekarang coba perhatikan ini!" Suara Gates mengambil alih perhatianku lagi. Dia menekan tombol di atas pena hitamnya. Cerebrum hilang, diganti sebuah garis bercabang. Kata pertama dalam garis itu adalah otak. Dua kata di antara cabangnya tertulis: persepsi normal dan persepsi ekstra.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Descent
Science FictionClary Hart, gadis 16 tahun yang kehilangan ingatannya setelah mengalami kecelakaan misterius mengikuti tes sekolah lanjutan yang diselenggarakan pemerintah. Saat ia merasa gagal dan putus asa karena kondisi mental pasca traumanya, tanpa diduga-duga...