07: Children of Paranoia

266 64 2
                                    

"Berapa uang yang ada di dalam saku celana belakang Ashley?" Emma menjawab pertanyaan Ashley tentang bakatku dengan pertanyaan lainnya.

Hampir semenit kuamati jeans hitamnya, namun jawaban yang keluar dari mulutku hanya: "tidak ada." Aku tidak melihat apa pun disana.

Merasa heran dengan apa yang sedang kami berdua lakukan, Ashley merengut. Saat ia merogoh saku celananya, mendadak mulutnya menganga. "Benar, tidak ada uang di saku celanaku."

"Lalu apa yang ada di saku jaketku?" Emma masih belum selesai dengan permainan tebak-tebakannya.

Aku mengehela napas, mencoba mengatur emosiku agar tak terdengar kesal. "Sebenarnya apa yang sedang coba kau lakukan?"

"Menguji hipotesisku," katanya dengan nada datar. "Ini hanya akan berhasil jika kau menjawab pertanyaanku."

"Bagaimana aku bisa tahu?" Tanpa sadar aku mengeluh lagi. Emma menatapku dalam-dalam, ia tidak mendebatku tapi gerakan matanya jelas masih menuntut jawaban dariku. Akhirnya aku mengalah.

Saat aku memejamkan mataku untuk menahan keluhanku, tiba-tiba sebuah jawaban melintas begitu saja di pikirnaku. "Dua lembar uang pecahan sepuluh dolar, tiga koin satu sen dan sebungkus permen karet rasa mint."

Emma merogoh kantong sakunya lalu mengeluarkan satu-satu dari benda yang barusan aku sebutkan. Yang membuatku menganga—sama seperti yang dilakukan Ashley sebelumnya adalah, tebakanku seratus persen benar. Aku tahu aku pandai menebak, aku dan Robert sering main tebak-tebakan seperti ini di rumah. Namun aku selalu melakukannya dengan asal. Aku tidak tahu jika kali ini aku bisa melihat benda-benda itu di kepalaku sebelum menebaknya.

Ashley melompat kaget karena terkejut. "Apa itu kemampuannya?"

Wajahku langsung menegang, kebetulan yang terlalu membingungkan. Denyut nadiku mendadak lebih cepat saat menunggu jawabannya.

"Positif," ia mengangguk. "Kutebak kau juga sebenarnya sudah tahu apa kemampuanmu, kan? Atau setidaknya kau sudah mulai menyadarinya."

"Memastikan bagaimana?" ulangku bingung. "Yang tadi itu benar-benar kebetulan."

"Kau melihatnya, aku tahu itu." Kata-kata Emma membuatku makin penasaran. Benar, aku bisa melihatnya, namun mengatakannya membuatku merasa bodoh—karena aku tidak tahu kenapa aku bisa melakukannya. "Mau mencoba tebak-tebakan level selanjutnya?"

"Sekali lagi," aku langsung setuju. Bisa menebak pertanyaan Emma entah mengapa membuatku puas.

"Berapa banyak orang di ruangan ini sekarang—selain dirimu?" Emma menarik ujung bibirnya, matanya yang berkilat-kilat mengatakan bahwa ini serius dan bukan lagi permainan.

Aku mengerjap sejenak, lalu membiarkan mataku terpejam untuk waktu yang lumayan lama. Konyol! Aku menyeringai sendiri memikirkan betapa nampak bodohnya diriku. Pikiranku kosong selama sesaat, sebagian dari diriku mencemooh permainan ini, tapi toh aku tetap melakukannya. Konyolnya lagi, bagian lain dari diriku bersungguh-sungguh saat melakukannya, aku ingin menebaknya.

Aku ragu-ragu dan bingung, kali ini aku mengikutsertakan logikaku untuk berpikir. Setidaknya ada sepuluh kasur sampai ke ujung ruangan, dan pasti ada tiga atau empat orang dokter dan perawat yang siap berjaga. Namun tidak seperti sebelumnya, aku tak bisa melihat bayangan melintas di dalam kepalaku lagi.

The DescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang