POV MONICA
Sudah 45 menit aku mengacuhkannya, dan diapun tidak berani mengeluarkan suara sama sekali. Dia hanya duduk diam di ranjangku sambil menatapku yang sedang sibuk di depan laptop. Namun akhirnya aku juga yang gak tahan dengan semua kekakuan ini.
"Hey, Leon!" Panggilku sambil memutar kursi kerjaku menghadap ke arahnya.
"Yaaa??" Matanya langsung berbinar memandangku, begitu aku memanggil namanya.
"Jika kau mau mati. Pergi jauh sana. Jangan coba untuk mati di hadapanku!" Semprotku langsung.
Leon sangat terkejut mendengar perkataan kasarku.
"Aku sungguh tak mengira, kau begitu terobsesi sekali dengan kematianku. Seolah kau benar-benar berharap aku mati." Ucapnya kaget.
"Yaa.. tentu saja, aku sangat menginginkan kematianmu. Jika kau mati maka hidupku akan tenang." Aku benar-benar masih sangat kesal atas tindakan bodohnya tadi.
"Lalu kau bisa bebas seenaknya berhubungan dengan Arga?" Tuduhnya.
"Oh... Tentu saja! Kau sungguh cerdas..... sangat cerdas. Ternyata kau paham maksudku." Jawabku mengomporinya
Muka Leon langsung memerah. Dia langsung turun dari ranjang dan berjalan cepat ke arahku.
"Monic. Cepat katakan apa salahku? Aku sudah diam sejak tadi. Aku bahkan tak berani mengucapkan sepatah katapun karena takut mengganggumu dan membuatmu marah, tapi kenapa sekarang kau masih saja marah padaku?"
"Kau pikir berbuat gila dengan menyiksa tubuhmu dan menolak sembuh adalah hal yang luar biasa dan patut dapat pujian." Aku berdiri dari kursiku. Kutatap mata hitamnya dengan tajam.
"Itu semua karena aku tak mau kehilangan perhatianmu. Dan itu semua salahmu. Kau terus mengabaikanku demi si brengsek Arga yang baru kau temui."
"Jadi kau menyalahkanku? Bahkan kau juga menyalahkan orang lain?"
"Ah... Kau memang patut disalahkan. Kau adalah seseorang yang tak punya hati." Jawabnya kesal
"Kau bilang aku tak punya hati. Oh.. sungguh luar biasa. Jika aku tak punya hati, kenapa aku mau merawatmu yang sedang sakit." Protesku tak terima.
"Aku juga tak butuh kau merawatku." Leon langsung bersedekap dan memalingkan mukanya dariku.
"Benarkah? Lalu siapa yang merengek ke kamarku dan minta dijaga saat dia sakit." Ucapku mengingatkannya atas tindakannya semalam.
"Kau bisa mengabaikanku seperti biasa. Aku bahkan sudah terbiasa kau abaikan." Ucap Leon membuatku kian kesal.
"Benar katamu. Harusnya aku mengabaikanmu seperti biasa. Dan membiarkanmu sekarat." Aku benar-benar marah.
"Tunggu! Kenapa sejak tadi kau membahas soal kematianku. Apakah kau benar-benar mengharapkannya."
Leon kini terlihat murka. Matanya menatapku dengan tatapan marah."Ohh... Tentu saja! Aku sangat mengharapkannya dari lubuk hatiku terdalam." Jawabku dingin.
"Dasar wanita iblis." Dia mengumpatku di depan mukaku. Aku benar-benar menganga tak percaya.
"Jika aku iblis. Enyahlah kau sekarang juga dari kamarku!!" Tanpa basa-basi lagi, aku langsung mengusirnya.
"Tentu... Tentu saja! Aku juga sudah tak betah ada disini. Aku juga mau keluar dari kamarmu segera." Leon langsung bergegas menuju pintu.
"Ya...ya... Baguslah! Keluarlah sekarang juga!!" Usirku mengantarkan kepergiannya.
Begitu dia hendak mencapai pintu, dengan sengaja aku langsung mengambil ponselku dan langsung menelpon Arga.
"Hai Arga, Jika ada waktu bisakah kau datang kemari." Ucapku sengaja, dengan suara agak keras. Dan tentu saja, ucapanku benar-benar memberi efek yang sangat luar biasa. Si angkuh itu yang kini sudah berada di tengah pintu kamarku, membalikkan badannya dan kembali menatapku dengan tajam.
"Bukankah kau ingin keluar dari kamarku. Pergilah sekarang!" Usirku yang melihatnya hanya terpaku di tengah pintu.
"Aku membatalkan niatku. Aku masih betah disini!" Ucapnya lagi yang membuatku ingin tertawa geli, tapi aku tahan.
**********
Aku dan Arga sedang berada di ruang tamu untuk mendiskusikan hal yang penting, dan Leon duduk diseberang masih setia mengawasi kami.
"Tuan Leon apakah kau tak ada acara keluar dengan kekasihmu? Apakah kau tidak punya pekerjaan?? Kenapa kau terus mengawasi kami dari sana." Usir Arga yang mulai risih atas tindakan Leon.
"Aku sedang melakukan pekerjaanku. Saat ini aku sedang menjaga kakakku dari orang yang hendak berniat kurang ajar." Jawabnya menyindir Arga.
"Siapa yang kau bilang kurang ajar?" Tanyaku protes.
"Dia!" Tunjuk Leon ke Arga.
"Dan kau adalah seorang wanita penggoda. Jika seorang wanita penggoda dan seorang pria kurang ajar berada di satu tempat, maka akan menciptakan sesuatu yang berbahaya." Tuduhnya membuatku benar-benar shock.
Tak pernah sedikitpun terlintas dalam pikiranku, jika suatu saat aku akan bertengkar hebat dengan tokoh fiksi ciptaanku sendiri, yang benar-benar berhasil memancing emosiku.
"Kamu pikir kami akan melakukan apa?" Tanyaku kesal
"Entahlah aku tidak bisa membaca pikiran gelapmu." Ujar Leon dingin.
"Astagaaaa!" Aku sungguh sangat kesal. Ingin sekali kulakban mulutnya.
"Sudahlah jangan ganggu kami. Kami sedang melakukan diskusi penting soal pekerjaan." Ucapku selanjutnya, mencoba sabar.
"Bagaimana kalau aku ikut berdiskusi dengan kalian. Walau bagaimanapun, aku juga masuk anggota keluarga Diaz. Jadi tidak ada salahnya jika sekarang aku mulai belajar bisnis." Ucapnya tiba-tiba, membuat aku terkejut.
'Kurasa itu bukanlah hal yang buruk.' pikirku
"Kau masih kecil, apa kau bisa?" Ejek Arga tiba-tiba.
"IQ ku jauh diatas Monica. Jika dia yang bodoh saja bisa, kenapa aku tidak." Ucapan Leon terdengar kejam di telingaku.
"Astaga, mulut bocah ini. Haruskah kau mengatakan sejelas itu kalau aku ini bodoh?" Aku sungguh memprotes kata-kata kasarnya.
"Tapi itu kenyataannya." Balasnya cuek, tanpa rasa bersalah sedikitpun telah menyinggungku
Leon memang sangat tampan, tapi mulutnya benar-benar setajam belati.
Itu sungguh tak sesuai dengan visualnya yang setampan malaikat.Tapi jika dipikir-pikir lagi. Bukankah kelak Leon yang akan memimpin Diaz Corp. Jika dia mulai belajar mengelola perusahaan dari sekarang, maka Diaz Corp akan segera kembali di puncak kejayaan.
Dalam hati, aku merasa lega. Alur cerita mulai kembali seperti cerita aslinya. Namun aku berharap tidak dengan akhir takdir tragis yang harus kujalani. Semoga!!
************
Jangan lupa klik bintangnya yaa
🤗🤗🤗🤗🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye, Leon!!
FantasyAku??? Entahlah siapa aku? Dan darimana asalku? Aku tak punya sedikitpun ingatan tentang itu. Saat aku terbangun dari tidurku, semua memanggilku dengan nama Monica. Apakah itu memang identitasku sebenarnya? Aku sendiri merasa tak yakin akan hal itu...