Nata baru saja menyelesaikan pekerjaannya membuat aransemen musik untuk lagu baru yang sedang ia garap bersama rekan kerjanya, Christian, dan kini mereka sedang bersiap-siap untuk kembali pulang.
"Udah malem banget nih. Ga mau gue anter pulang aja?" Tanya Ian, panggilan Christian oleh teman-temannya.
"Enggak enggak... gue balik sendiri aja. Nanti bukannya lo anter pulang, malah lo jual lagi gue ke om-om genit."
Ian terkekeh mendengar penuturan Nata itu. "Yahh... gagal deh gue dapet duit."
"Sialan lo!" Mereka pun tertawa bersama.
Setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal, mereka pun segera beranjak dari sana dan mulai melangkahkan kaki meninggalkan studio musik tempat mereka bekerja.
"Nat gue duluan ya. Ntar kalo ada apa-apa langsung hubungin gue aja." Ujar Ian saat mulai menaiki motornya.
"Dih.. ngapain gue hubungin lo, gue pasti langsung hubungin Jeno lah."
Mendengar itu membuat Ian hanya bisa menghela nafasnya lirih. Ia sudah sangat hafal dengan tingkah rekan kerja nya itu.
"Ck.. terserah lo. Gue cabut ya.. bye..."
"Oke... hati-hati."
Setelah kepergian Ian, Nata pun segera melangkahkan kakinya menuju stasiun MRT yang letaknya tak jauh dari studio tempat dirinya bekerja.
Semuanya masih baik-baik saja hingga Nata sudah turun di stasiun tujuannya. Namun, setelah Nata sudah berada di luar stasiun dan berjalan menuju apartment nya, ada hal aneh yang dirasakan gadis itu. Nata mencoba melihat disekitar untuk memastikan apa yang sedari tadi mengusiknya, namun nihil, tak ada apa-apa di sekitarnya saat ini.
Nata pun memilih untuk menutup kepalanya menggunakan tudung hoodie yang saat ini ia pakai dan mencoba untuk tidak memperdulikan firasat tak enak nya itu.
Nata terus berjalan hingga dirinya kini melewati sebuah taman yang saat ini nampak sangat sepi dan gelap. Dengan sedikit ragu, Nata pun akhirnya mulai mencepatkan langkah kakinya agar segera sampai di apartemen nya. Namun saat dirinya sudah hampir melewati taman, tiba-tiba saja dari arah belakang, ada seseorang yang menodongkan sebuah pisau lipat di depan leher Nata.
"Serahin tas lo!" Ujar lelaki itu.
Nata panik, sungguh panik.
"Cepet serahin! Atau lo mau gue bunuh sekarang juga!"
Nata kini masih mencoba untuk mempertahankan tas nya. Melihat Nata yang tak kunjung memberikan tas miliknya, membuat lelaki itu akhirnya mendorong tubuh Nata hingga gadis itu kini terduduk di atas kursi taman.
"Akh!" Nata terkejut bukan main. Kini wajah Nata telah terekspos lantaran saat ini tudung hoodie yang tadi ia pakai terlepas dari kepalanya.
Namun karena posisi lelaki itu saat ini berada di hadapannya dan menahan tubunya, hal itu membuat Nata dapat menatap mata dari lelaki itu lantaran kini, lelaki itu memakai hoodie, topi dan masker yang menutupi setengah dari wajahnya.
Lelaki itu terlihat cukup terkejut saat melihat wajah Nata. Begitupun juga Nata yang kini merasa tak asing dengan mata lelaki itu.
Saat melihat wajah siapa gadis yang saat ini berada di hadapannya, lelaki itu pun langsung menjauhkan tubuhnya dari Nata dan segera berlari meninggalkan Nata yang masih membeku di tempat.
Menyadari ada yang aneh, Nata pun segera mengejar lelaki itu. Kini Nata tak peduli dengan ketakutan nya, gadis itu saat ini hanya ingin memastikan sesuatu yang mengganjal pikirannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hello My Last...
FanfictionSequel dari Bye My First... Jeno pernah bertanya pada Nata, apakah setelah dewasa nanti, mereka akan lebih sering menangis dan terluka? Sebuah pertanyaan yang dulu dilontarkan oleh seorang remaja berusia 18 tahun itu pada akhirnya mendapatkan jawab...