Nata baru saja melepas headset dari telinganya. Gadis itu kini meregangkan otot-otot nya lantaran sejak tadi, dirinya hanya duduk di atas kursi sambil menatap ke layar komputer yang membuat matanya panas.
Melihat Nata yang nampak kelelahan membuat Hanbin sedikit iba. "Lo balik duluan aja Nat. Kayaknya lo juga butuh istirahat lebih. Liat tuh, memar lo tambah parah."
Nata pun sontak langsung meraih kaca dari dalam tas nya dan langsung melihat wajahnya sendiri. "Yaampun... kenapa muka gue malah jadi kayak gini."
"Lo sih... tadi mau gue beliin salep malah ga mau." Kini Taeyeong juga ikut memperhatikan wajah Nata yang semakin membengkak sebelah.
"Aduh... gimana dong ini... kalau Jeno sampe tau bisa marah banget tuh anak." Kini Nata benar-benar berharap bahwa Jeno tidak akan menemuinya dalam waktu dekat.
"Yaudah ayok gue anterin pulang. Sekalian nanti kita mampir ke apotek buat beli salep." Ajak Ian.
Tanpa berfikir panjang lagi, Nata pun langsung menyetujui ajakan Ian itu. "Iyadeh, anterin gue ya."
Mereka pun segera mengemasi barang-barang mereka dan beranjak keluar studio. Namun saat mereka baru saja keluar dari gedung, langkah mereka secara bersamaan terhenti saat mendapati sosok Jeno yang baru saja turun dari mobil dan sedang menatap Nata intens.
"Mati gue."
"Iya Nat. Kayaknya malem ini lo bener-bener mati deh."
Nata pun sontak menoleh ke arah Ian dan langsung mencubit lengan lelaki itu. "Iya dan besok lo yang bakalan mati sama gue."
"Awww...shhh.. sakit!"
Jeno pun melangkahkan kakinya menuju Nata dan Ian yang saat ini terdiam menatap Jeno.
"Eh Jen, apa kabar?" Sapa Ian basa basi.
"Hmm... lumayan buruk." Jawab Jeno sambil tak melepaskan pandangannya kepada Nata.
"Ohh.. lagi buruk ya. Emm... yaudah deh, berhubung lo udah ada disini, gue serahin Nata ke lo ya. Bye...."
"Hmm... thanks ya."
Ian pun segera masuk kembali ke dalam gedung meninggalkan Nata dan juga Jeno berdua. Nata kini benar-benar dihadapkan dengan Jeno yang saat ini nampak menakutkan.
Jeno pun mulai mendekati Nata dan langsung menurunkan masker yang dipakai gadis itu sampai ke dagu.
Melihat luka lebam Nata yang cukup parah sukses membuat hati Jeno terasa seperti teriris. Lelaki itu menegak salivanya kasar sambil terus menatap Nata tajam. Sedangkan yang ditatap kini hanya bisa mengalihkan pandangannya ke arah bawah tanpa mau membalas tatapan itu.
Jeno pun meraih dagu Nata dan meminta atensi dari gadis itu. "Siapa?"
Nata yang akhirnya berhasil membalas tatapan itu pun hanya bisa diam.
"Siapa orang nya?" Nada bicara Jeno masih datar. Namun hal itu justru membuat nyali Nata semakin menciut.
"Siapa orang yang bikin muka lo jadi kayak gini?"
Nata masih terdiam sambil terus meremat ujung bajunya sendiri. Melihat Nata yang tak kunjung menjawab itu pun membuat Jeno sedikit kesal dan akhirnya mulai meninggikan suaranya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hello My Last...
Fiksi PenggemarSequel dari Bye My First... Jeno pernah bertanya pada Nata, apakah setelah dewasa nanti, mereka akan lebih sering menangis dan terluka? Sebuah pertanyaan yang dulu dilontarkan oleh seorang remaja berusia 18 tahun itu pada akhirnya mendapatkan jawab...