Utopia

469 56 8
                                    

Matanya menangkap sosok pria yang berjalan sambil memegangi perutnya erat. Jongho belum tahu kenapa pria itu melangkahkan kaki dengan tertatih, yang membuat Jongho menduga dalam hatinya. Apa mungkin dia punya penyakit perut? Jongho menyapu pandangan sekitar, ternyata jalan pintasnya untuk pulang  bekerja adalah jalan yang cukup sepi. Ah! Maksudnya sangat sepi.

Akan terasa tidak enak hati kalau ia tidak membantu pria yang berjalan dengan tertatih dan raut wajah menahan sakit itu, jadi Jongho memutuskan untuk menghampirinya!

Plak! Pria itu menepis tangan Jongho yang baru saja ingin membantunya membuatnya berdecak menahan sebal. "Jangan ikut campur," desis pria itu sambil melirik Jongho dengan tatapan sinis dan sedikit kesan mengancam dalam kata-katanya.

Jongho mendengus kesal, dia berkacak pinggang sambil menyumpahi pria itu dalam hatinya. Setidaknya pria itu terlihat seperti orang pekerja kantoran, yang jelas mungkin lebih tua darinya. Maka dari itu Jongho berusaha untuk sabar dan mencoba menjadi lebih sopan dengan tidak beradu mulut pada pria tadi.

Yah, pria itu tetap berjalan meninggalkan Jongho yang masih ditempat. Dan Jongho belum juga melangkahkan kakinya untuk pergi, masih betah memandangi pria itu mungkin karena rasa penasarannya.

Brukk!!

Kan...

Pria itu terjatuh dan Jongho langsung menghampirinya. Ketika Jongho menggoyangkan tangan pria asing itu, Jongho menyadari kalau orang yang sedang ia coba bantu ini sedang jatuh pingsan. Bukan karena penyakit ataupun sesuatu yang Jongho pikirkan sebelumnya. Tapi Jongho bisa melihat dengan jelas, perut yang berusaha ditekan oleh pria itu ternyata mengeluarkan darah. Jongho yakin, dari segi cipratan darah dan besar luka, itu adalah luka tembakan.

"Eung..." Suara serak itu mulai terdengar. Pita suaranya butuh waktu untuk pemanasan sampai-sampai suaranya terasa begitu berat dan sakit. Matanya ia kejapkan berulangkali sampai ia merasa pandangannya tidak lagi kabur. Namun yang pertama kali terlihat adalah tembok putih yang sangat asing baginya. Ia mengangkat tangannya, terlihat diperban sekaligus menatap serius ke arah selang yang menempel di tangannya. Ah, tangannya di infus.

"Kang Yeosang, hm?" Suara panggilan itu terdengar nampak asing di telinganya.

Ketika mendengar namanya disebut, matanya melebar dan kemudian langsung berusaha bangun dari tidurnya. "Akh!" Yeosang meringis, merasakan sakit di bagian perutnya yang sepertinya sudah di perban dengan sangat rapi. Seingatnya, dia ditembak dan jatuh di jalanan. Yeosang cukup bingung menebak situasi, sampai netranya menangkap pemandangan seorang pria yang duduk dan menatapnya dengan senyuman yang sinis (?)

"Siapa? Di mana aku?"

"Ah, kamu di apartemenku. Ngomong-ngomong, namaku Jongho. Salam kenal." Jongho mengulur tangannya, berencana untuk berjabat tangan sebagai perkenalan. Namun Yeosang tidak menyahuti tindakan itu sama sekali, dia masih menatap Jongho dengan tatapan curiga dan tajam.

"Biarkan aku pergi. Tidak baik untukku tinggal di si—– aduh!" Yeosang meringis saat Jongho menekan sedikit bagian perutnya yang di perban dan sukses membuat Yeosang melemparkan sebuah tatapan tajam untuk si tuan rumah.

"Pergi kemana? Dengan kondisi seperti itu?"

"Sudah kukatakan, tidak perlu ikut campur. Membantuku sama saja dengan menggali kuburanmu sendiri, tahu!"

"Apa-apaan perumpamaan itu."

"Aku serius, er... Jong?" Yeosang lupa siapa nama orang di depannya. Dia mengernyit ragu, melirik ke kiri-kanan untuk mengingat lagi nama orang di depannya itu.

"Jongho," tambah Jongho.

Yeosang menjetikkan jarinya dengan anggukan cepat. "Ya, Jongho. Aku serius. Tidak seharusnya kamu membantuku!" Yeosang melotot, memaksa Jongho untuk mempercayai kata-katanya.

JongSang DailyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang