To the Beat

557 61 14
                                    

"Kang Yeosang." Namanya di sebut, yang menyebut menatap kertas-kertas di tangannya. Sedangkan pria pemilik nama itu hanya duduk santai sambil menyilang kan kakinya dan menopang dagunya dengan telapak tangannya itu. Dirinya seperti sedang di interogasi oleh pihak berwajib atau malah seperti bos yang sedang mengevaluasi kinerja pegawainya.

"Kamu melakukan banyak hal buruk semasa hidupmu." Semasa hidup cukup untuk menafsirkan bahwa yang disebut tidak lagi hidup di dunia seperti biasa. Mereka berada di tempat yang sangat gelap, kemanapun ia memandang pasti hanya bisa melihat hitam. Cahaya remang-remang itu di sorot hanya untuk dua orang tersebut. Hanya berdua.

"Merundung. Membunuh. Mencuri. Kamu mati di tabrak saat dalam pengejaran. Sungguh, kamu mati dalam keadaan terburuk," ucapnya sambil mendesis. Menyebutkan semua yang pernah Yeosang lakukan dulu, sebagian besar hanya keburukan yang Yeosang dengar. Lagipula dia tidak pernah melakukan apapun yang benar-benar baik di hidupnya, dia contoh seorang manusia yang berbaur dalam keburukan.

"Baiklah, tempatmu di neraka," ucapnya final. Ngomong-ngomong yang berucap tadi tampak seperti seorang penghakim. Dia mengenakan jubah hitam seperti malaikat maut dengan topi fedora yang menutupi kepalanya. Ah, ada kartu nama yang menempel di baju bagian kirinya. "KIM HONGJOONG" nama nya terdengar seperti seorang manusia pada umumnya. Apa penghakim ini dulunya seorang manusia juga?

Yeosang menghela nafas. Hah. Helaan nafas itu tidak seperti sedang kecewa atau pasrah, karena dari raut wajahnya saja dia terlihat sangat tenang. Walaupun ia disebutkan untuk masuk kedalam tempat paling buruk, Yeosang tetap mempertahankan wajah datarnya itu.

"Apakah kamu takut dengan neraka, Kang Yeosang?" Tanya Hongjoong sambil mengaitkan jari-jarinya dan menumpu dagunya, melihat sosok yang sedang di adili dengan senyuman yang sulit di artikan.

Yeosang mengangguk, menyisir rambut panjangnya dengan jemarinya ke belakang. "Tentu saja," sahut Yeosang dengan nada rendah. Mata malas itu nampak membalas tatapan tajam dari seorang Kim Hongjoong. Bibirnya tidak tersungging senyuman apapun, tetap horizontal tanpa ada niatan untuk mengubah raut wajahnya.

"Lalu kenapa kamu terlihat santai?"

Pertanyaan yang masuk akal. Kenapa Yeosang tidak memprotes ataupun bertanya sesuatu tentang tempat terakhirnya. Alih-alih bertanya, Yeosang hanya diam bak patung yang tidak terlalu peduli dengan apapun.

"Aku sadar dengan perbuatanku.Aku tidak bisa melakukan apapun, bukan?" Kali ini Yeosang mengangkat tangan kanannya. Dia tidak lagi menoleh ke arah Hongjoong melainkan ke arah jari-jarinya tangannya yang sedang ia mainkan. Sesekali meniup jari tangannya, walaupun hanya sekedar gerakan tidak berarti.

Hongjoong menggeleng. "Untuk seorang seburuk kamu, kamu terlihat sangat pesimis."

"Apa ada yang bisa kita rundingkan, hm?"

"Nah." Hongjoong berucap dengan senyuman lebarnya yang tidak luntur. Yeosang mengernyit, masih menafsirkan kata Nah dari orang tersebut.

"Mumpung surga lagi ada promosi, kamu diberikan kesempatan."

"Kesempatan?" Ulang Yeosang sambil memiringkan kepalanya dan mengejapkan matanya bingung. Semesta sebaik itu memberikan kesempatan untuk orang seburuk dirinya. Hongjoong mengangguk. Tidak berbohong dengan ucapannya. Kemudian dalam satu jentikan, mereka berpindah tempat. Tidak lagi di tempat yang hitam dan suram tadi, kini mereka di tempat yang familiar menurut Yeosang.

Yah, mereka sekarang berada di belakang sekolah. Sekolah yang tidak Yeosang tahu, tapi dengan pemandangan ini Yeosang yakin kalau sekarang jam istirahat. Dilihat dari beberapa siswa yang berlalu lalang di sekitarnya.

Oh dugaan Yeosang salah. Sekarang jam belajar, karena rata-rata yang berada disana hanyalah siswa yang mengenakan pakaian olahraga. Pantas saja ia tidak melihat banyak siswa, hanya segelintir saja.

JongSang DailyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang