Take Me Home

987 91 7
                                    

"Aku beneran gak paham Jong. Kenapa aku di lahirin kalau nyatanya orang tua aku gak ngurusin aku? Apa maksud mereka bikin aku datang di dunia ini, kalau mereka bahkan ingin aku pergi?

Aku jadi benar-benar ingin pergi, aku lelah di lingkungan toxic ini." Yeosang menatap Jongho dengan mata berkaca-kaca. Pria itu menahan air matanya namun tetap terdengar suara serak suaranya dan isakan yang membuatnya makin sulit untuk memendam kesedihannya.

Jongho berlutut di depan Yeosang, bertumpu di salah satu lututnya dan menggenggam tangan Yeosang yang masih duduk di sofa single itu. "Kak, sini tatap aku." Ia meminta dengan nada lembutnya hingga yang lebih tua melirik ke arah Jongho perlahan.

"Kak serius. Kalau kakak pergi, kakak bakalan ngelewatin semua hal indah di sini."

"Hal indah?" Ulang Yeosang dengan alis terangkat. "Memangnya ada hal yang indah?" Tanya Yeosang yang masih berlanjut.

Masih mempertanyakan kebenaran di ucapan pria yang lebih muda darinya itu.

"Kak. Teman-teman pada sayang kakak, sayang banget. Mereka bakalan mengerti dan tau kalau keberadaan kakak adalah sebuah harta.

Teman-teman. Yeosang terdiam menunduk. Ia juga sayang dengan teman-temannya yang selalu merawatnya dan selalu berbagi suka duka. Selalu bercerita tentang hidup mereka, keluh kesah mereka walaupun Yeosang memang agak tertutup untuk mengumbar semua masa lalu kelamnya.

"Jadi kak, jangan pergi. Bagaimana aku bisa pulang, sedangkan rumahku adalah kakak sendiri?"

Mata Yeosang berkedip berulang kali. Rumah katanya.

Hanya dengan ucapan lembut itu, rasanya tubuh Yeosang bergetar haru. Suara candu pria yang lebih muda membuatnya semakin memendam niatnya yang buruk. Air matanya berkumpul di matanya, berusaha untuk jatuh namun Yeosang tahan mati-matian agar ia tidak terlalu menampakkan kesedihannya.

Jongho kembali berdiri. Kemudian perlahan memeluk Yeosang yang masih duduk, membiarkan wajah yang lebih tua terbenam di depan perutnya agar lebih leluasa meluapkan emosinya. "Kak, gak papa. Jangan di tahan, nangis sepuasnya kak. Aku bakalan selalu ada buat kakak."

Air mata Yeosang tumpah tanpa sadar. Isakan tangisnya terdengar begitu sayu di telinga Jongho, betapa ia tidak tega melihat Yeosang di kerubung kesedihan yang tak berujung. Ia bersalah karena membiarkan Yeosang jatuh seperti ini.

"Jong... Aku bingung. Kenapa aku rumahmu?"

Jongho mengulum senyuman kecilnya mendengar pertanyaan Yeosang. Ia mengelus lembut rambut hitam Yeosang yang masih betah membenamkan wajahnya di perutnya dengan jemarinya.

"Apapun yang aku lakukan kak. Sekuat apapun aku coba agar perasaanku pada kakak berubah, aku selalu gagal. Pada akhirnya, aku akan selalu kembali merindukan kakak. Aku akan kembali mencintai kakak, walaupun aku tahu, kakak hanya menganggapku sebatas seorang teman, kan?"

Cinta ?

Teman ?

Iya, Jongho benar. Status mereka hanyalah teman. Itu fakta. Perasaan yang di ungkapkan Jongho, sama sekali tidak pernah Yeosang ketahui selama ini.

Jongho kemudian perlahan meraih tangan Yeosang, menatap pergelangan tangannya yang luka karena goresan kaca yang hampir membuat pembuluh darahnya pecah.  Andai saja ia terlambat menemui Yeosang, ia akan kehilangan rumahnya, Jongho akan kehilangan orang yang paling ia cintai.

"Demi aku, jangan sakit dirimu sendiri kak. Aku sakit kalau kakak sakit," lirih Jongho sambil menatap pergelangan itu dengan tatapan dalam. Yeosang menelan salivanya, begitu serius Jongho menatap tangannya bahkan matanya itu terlihat begitu dalam. Degup jantungnya tidak bisa Yeosang hentikan, perasaannya sangat berbeda di banding lain hari.

JongSang DailyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang