Saat tatapan mata keduanya bertemu, Radit, lebih dulu melengos.
Reno mendelik.
Apa-apaan?!
Lalu Radit menatap Reno lagi yang sedang menatapnya. Radit malah mendelik sialan. Jeno mengeruhkan ekspresi wajah. Dagunya mendongak congkak, begitupun Radit.
"Ngapain lo liatin gua?" tanya Radit duluan.
"Lo dulu yang liatin gue!" sewot Reno. Radit sedikit kaget karena pemuda itu malah nyolot.
Koko dan Bagus membalikkan pandangan menatap siapa yang sedang diajak berbicara Radit. Lalu melengos ke depan tak ingin ikut campur.
Fyi, Radit memang 24/7 orangnya cari musuh.
"Dih, pede,"
Reno hanya menggeram.
Eja lalu datang membawa pop ice mangganya. Duduk menutupi pandangannya yang masih nyalang pada Radit.
Eja mengernyit tak paham. Kenapa Reno malah seperti sewot dia datang?
"Noh, makan," pemuda itu mengangsurkan satu choki-choki cokelat-stroberi ke depan Reno yang langsung dia buka dan gigit bagian ujung atasnya untuk mengeluarkan cokelatnya.
"Nape sih sewot amat," ucap Eja menyeruput pop icenya. Lalu memakan choki-choki rasa cokelat-vanillanya.
"Belakang lo Radit. Matanya minta dicolok," dengus Reno.
Lalu ada mbak Mira si penjaga kantin membawakan tiga bakso. Juga ada satu gelas es teh dan jeruk hangat.
"Eyy mbak Mira makin shining simering splendid aja," goda Eja. Hmmm, kelihatannya Eja sedang full baterai hari ini. Biasanya dia cuek bebek. Bahkan diam seperti orang sariawan.
"Nggak kuliah nih mbak?" tanya Eja masih saja.
"Enggak dek. Hari ini dosen nggak masuk," ucapnya sangat lembut.
Eja manggut-manggut.
Mbak Mira hanya tersenyum menanggapi. Sudah biasa dengan tingkah para anak smk di sini.
Umurnya yang sudah 21 tahun itu hanya bantu-bantu bibinya saja berjualan di sini. Lumayan diberi upah. Dirinya kini juga berstatus mahasiswa semester enam di Univ. UNY jurusan Bahasa dan Seni Tari. Saat sedang free seperti ini, ia bantu-bantu bibinya.
Setelah selesai dengan urusannya, Mbak Mira kembali.
"Ke mana tu bocah sengak?" tanya Eja pada Reno yang masih diam.
"Siapa?" tanya Reno ogah-ogah an.
"Doni lah,"
"Ya biasa. Ngapelin doinya," jawab Reno lalu mengambil baksonya.
Eja tampak terkejut, "ngincer siapa tu bocah?"
Reno hanya mengedikkan bahu saja. Waktu dia menannyakan siapa juga Doni sok rahasia-rahasiaan.
"Eh lo katanya beli es serut?" tanya Reno.
Eja menggeleng, "tadi stan pop ice rame cewek-cewek cakep ngantri. Eh ternyata lagi ada yang baru. Boba-boba gitu. Gue ikutan deh senggol-senggolan," ucapnya. "Tapi agak mahalan, sepuluh ribu. Gue mah mending pop ice lima ribuan doang," tambahnya tanpa rem..
Reno mengerutkan dahi sempurna. Tak paham dengan kerandoman temannya ini. Benar-benar sedang full baterai.
Reno merasa jiwanya dan Eja sedang tertukar hari ini.
Matanya bergerak lagi ke depan, walaupun ada Eja, wajah lelaki itu yang menatapnya masih terlihat dan segera dialihkan karena kepergok olehnya.
***
Teng!! Teng!! Teng!!
Bel pulang sekolah berbunyi. Murid-murid segera berkemas untuk pulang.
Reno bersorak gembira. Lelah sekali tadi praktik lasnya. Tas yang hanya berisi hp, charger, jaket dan dompet sudah ia sampirkan ke pundak kanan lalu kiri.
Lagaknya sudah seperti tak sekolah. Tak ada buku tak ada pulpen. Mereka tak ingin repot membawa barang-barang. Apalagi ini kelas sebelas, di mana kegiatan sekolah lebih fokus pada praktik daripada materi. Wali kelas mereka, Pak Subandi juga tidak mempermasalahkan itu karena anak muridnya juga tetap mengerjakan pekerjaan dengan tertib.
Bahkan ada beberapa murid yang datang hanya membawa diri sendiri. Tak ada tas di punggungnya.
Jarinya mengetik cepat pada layar smartphonennya.
Reno: gue langsung pulang, capek
Raja: lembek
Reno: cot
Menutup aplikasi chatnya lalu berjalan santai ke parkiran. Gengnya tadi janjian mau ke warung nasi padang kesukaan mereka karena saking laparnya. Tadi dia memilih pulang saja makan orek tempe buatan mama. Lalu tidur.
Bersiul kecil melewati koridor. Menyapa bunga-bunga yang ditata indah di taman sekolah.
Setelah sampai di belokan parkiran, dirinya hampir saja tertabrak seseorang yang lebih tinggi darinya.
Buset! batinnya.
Lalu menatap lelaki di depannya. Keduanya sama-sama mendelik.
"Minggir lu," ucapnya. Radit.
Reno dengan malas lalu memiringkan tubuhnya memberi jalan. Lalu teringat sesuatu, dirinya menghentikan langkah si kakak kelas itu.
"Ehhhh! Dit!" panggilnya agak keras. Kaki Radit yang panjang itu membuat langkahnya lebar.
Radit berhenti dan berbalik. Menggerakkan dagu tanda bertanya. Reno berlari kecil mendekatinya.
"Lo.."
"Emm lo.."
"Apasih buru. Gue nih orang penting, dipanggil Pak Anwar nih," sengak Radit.
Reno mendelik, "halah mau potong rambut aja bangga," cibirnya.
"Buset! Rambut gue istimewa, gak akan dipotong," ucap Radit sambil mengibaskan rambut yang sudah sedikit lebih panjang itu. "Buruan,"
Reno menggaruk rambutnya, "lo pacaran ya sama Weni?" tanyanya dengan kikuk.
Dirinya sedang merapalkan doa agar tak dihujat saat ini juga. Heol! kata Raja temannya yang julid itu.
Radit membulatkan matanya. Lalu malah tertawa ngakak terpingkal-pingkal memegangi perutnya. Kemudian tertawa lagi menepuk bahu Reno yang lebih rendah itu.
"Ha? Apa? HAHAHAHAHAHA," ngakaknya. Reno mendengus sebal sekali.
Tapi memang agak aneh sih. Mereka berdua saja hanya kenal nama dan beberapa kali bicara. Mereka tak sedekat itu. Tapi kok nanyain pacar.
"Weni?" ucap Radit masih menahan tawa memegangi perutnya.
Reno mendecak. "Ho,"
"Ahhh," Radit diam-diam memutar otak kalimat apa yang seharusnya ia katakan.
"Ah iya iya," katanya setengah bercanda tapi berhasil membuat mata Reno melotot hampir mencuat.
"Bener?" tanya Reno memastikan.
Radit mengangguk menahan tawa.
Wah, berani dia deketin si bantet.
"Yaudah," ucap Reno pasrah lalu berbalik badan dan melangkah.
"Eh lo suka ya sama dia?" tanya Radit. Reno membalikkan tubuhnya menatap Radit. Mengerutkan dahinya tak paham. "Rebut coba dari gue," tantangnya sambil melipat tangan ke depan dada.
***
a.n
Ey Mas Radit mau MOS private-in calon adek ipar duls.....
KAMU SEDANG MEMBACA
SIRIUS STARS
Fiksi RemajaBerjalan mengendap-endap pada samping ruang alat musik. Mendengar sesuatu yang sangat asing bagi kupingnya. Tak sadar ada laki-laki tinggi yang baru saja beli jajan tahu sambel di kantin Mak Nah. Mendelik, "He ngapain lo kayak cicak nemplok di temb...