Jam dinding berdentang diruangan itu, namun Acha tetap tak bisa membantah. Pria dihadapannya itu terus tersenyum kearahnya. Maksud Profesor untuk menyuruhnya datang ke ruangannya bukan karena masalah keterlambatannya selama satu menit, tetapi tentang tukar jabatan yang akar masalahnya dari Zayyan yang menyayangkan kesempatannya untuk membeli cilok saat jam istirahat.
"Acha, saya tidak punya alasan lain lagi untuk mengatakannya. Sebenarnya.." pria itu berdiri dari duduknya, seraya menatap lukisan yang terpajang dengan kedua tangan yang ditautkan kebelakang punggungnya.
"Ketua OSIS dan Wakilnya dipilih oleh siswa. Namun, karena Zayyan ingin memgundurkan diri dari jabatannya sebagai wakil ketua OSIS, saya ingin kamu yang melanjutkannya." Sambungnya.
"Ta-tapi.. kenapa harus Acha, Prof? Acha bahkan baru bergabung di OSIS beberapa bulan lalu. Acha juga belum pernah punya pengalaman menjadi wakilnya." Jawab gadis itu.
Profesor Einstein membalikkan badannya, seraya tersenyum.
"Iya. Saya tahu kok." Pria itu kembali duduk. "Dulu, saya juga sempat menolak apa yang belum pernah saya alami. Tapi.. ketika suatu hal mendesak yang mewajibkan saya untuk melakukan hal yang sama sekali belum pernah saya coba, saya akhirnya mengerti. Bahwa suatu hal kan terasa menakutkan manakala belum didekati."
Acha terdiam sesaat, memahami ucapam Profesor dengan baik. Gadis itu mengangguk, lalu tersenyum.
"Acha.. Acha akan coba, Prof." Ujarnya kemudian.
Pria itu tersenyum, "Saya bangga sama kamu, Acha."
***
"Cha, gue bener-bener nggak nyangka. Lo kan, baru kemarin resmi jadi anggota OSIS baru di sekolah ini, tapi lo udah.. astaga, Profesor tuh ngeliat lo apa?"
"Ya.. Profesor liat Acha sebagai manusia lah Ra, masak monyet sih? Aneh banget pertanyaan kamu."
"Ya tapi semenjak SMP lo nggak pernah jadi wakil ketua OSIS kan? Pasti sulit buat lo untuk memulai,"
"Acha tahu, Ra. Tapi, Acah akan coba. Acha mau coba hal baru yang belum pernah Acha kenali." Jawab Acha, seraya memperhatikan deretan putih gigi gingsulnya.
"Jadi wakil ketua OSIS itu berat, Cha, bukannya maksud gue buat nakut-nakutin lo ya, Cha, tapi itu emang kenyataan."
Laura mengibas-ngibaskan berkas biru daftar siswa yang masuk ruang BK itu layaknya kipas. Sontak saja kedua mata Acha terbelalak.
"Laura! Kenapa berkasnya masih kamu bawa?!" Pekiknya.
Mendengar pekikan Acha itu, Laura sontak mengalihkan apa yang dia pikirkan sebelumnya mengenai tugas wakil ketua OSIS menjadi ke berkas yang lupa ia kembalikan. Jadi, tadi dia memilih untuk ke kelas karena ingin menaruh sebentar ranselnya, kemudian melihat notifikasi Youtube drakor episode terbaru dan berakhir tenggelam dalam dunia per-drakor-an nya, sampai melupakan berkas biru itu."Astaga gue lupa, Cha!" Sontak Laura baru mengingat.
Acha memutar bola matanya sebal, seraya melengos.
"Kalo gitu berarti Acha harus turun lagi ke lantai dua buat ngembaliin!" Ketusnya.
"Gue bener-bener lupa, Cha, sumpah!!" Ucap gadis itu, panik sendiri.
"LAURA NYEBELINN!"
***
Mereka akhirnya berjalan menyusuri koridor sekolah. Jika saja Laura bukan sahabatnya, mungkin sepatunya kini sudah berada di mulut Laura. Acha mengendalikan amarahnya, walau ia merasa lelah. Mereka kemudian menatap tulisan-tulisan yang ada disetiap pintu ruangan.Brukk..
Dengan kecerobohannya, Acha menabrak seseorang karena matanya hanya terfokus pada nama-nama yang tertera di tiap ruangan. Berkas yang ia bawa dan berkas orang yang ia tabrak terjatuh dilantai dengan warna berkas yang sama, tidak ada bedanya.
"Astaga!!! Kenapa semuanya jadi ngeselin gini?!" Gerutu Acha.
Acha membungkuk untuk mengambil berkasnya, tanpa melihat siapa yang ia tabrak. Disana ia bingung, yang mana berkas miliknya? Acha kebingungan, ia sudah naik darah. Sedangkan orang yang ia tabrak masih diam, seperti bukan manusia, tapi dia bernapas.
"Ceroboh." Tegur manusia itu.
Acha masih sibuk dengan berkasnya itu, dan tanpa menghiraukan suara orang yang ia tabrak untuk menegurnya.
"Lo tuli atau gimana sih?" Orang itu terus berusaha menyadarkan gadis yang kebingungan dengan dua berkas itu. Sedangkan, Acha? Gadis itu malah sempat saja capcipcup.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANINDHA (TAHAP REVISI)
Teen Fiction[SELURUH HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG!] "Menyayangimu adalah sebuah pilihan. Tetap bertekad, atau mengalah?" Sebuah kisah berlatar belakang delta (Δ) atau selisih. Berselisih paham antara saudara sendiri, dan sebuah kisah rumit. Bisa dibilang...