Acha membanting tubuhnya pada kursi perpustakaan. Kali ini ia sudah hilang akal, sungguh. Pasalnya ia tega meninggalkan kue dorayakinya yang menyewa kontrakan di lorong mejanya, bukan perkara meresahkan dikelas Biologi tadi.
"Heg... heg... " Acha menyadari cegukan menyebalkan ini datang disaat yang kurang tepat.
Seperti biasanya, kalau Acha laper karena meninggalkan dorayaki kezayangannya itu, dia bakal cegukan. Aneh tapi nyata.
"Lo mencetak skor tertinggi dalam ngelawak dikelas Cha." Bisik Laura sembari tertawa kecil.
Acha hanya merespon dengan cegukannya itu. Ia lalu memutar lagu melalui earphone yang ia pasang di telinganya.
"Cha, seburuk apa sih Satya dimata lo? Gue tau Satya yang tadi buat lo nggak fokus, ya kan?" Bisik Laura.
"Heg...Bulu ketek simpanse."
"Jadi lo nyamain Satya sama.."
Sesaat itu juga, seseorang melempar dua bungkus kue dorayaki ke meja mereka.
"Dorayaki?" Sambung Laura.
"Heg..Lah kok jadi dorayaki sih?" Acha membuka earphone-nya.
Dilihatnya si Aidan dan Bastian yang melempar dorayaki. Kedua abangnya itu lalu duduk disebelah Acha.
"Makan, kalo mau cegukan lo ilang." Ujar Aidan seraya memainkan ponselnya.
"Nah kalo lo udah cegukan kan ribet," sambung Bastian.
"Acha nggak laper, heg.." jawabnya sembari melanjutkan menyelesaikan rangkumannya.
"Cha, udah, makan aja dulu, daripada ntar tambah parah," sergah Laura.
"Acha kan udah bilang, heg.. kalo Acha nggak laper,"
Brakk..
Aidan meletakkan telapak tangannya ke buku tulis Acha.
Fix, itu membuat perpustakaan yang sepi pengunjung itu, menjadi terkejut dibuatnya.
Kedua mata Acha menatap dengan heran abangnya itu.
Bastian? Sesuai alur, dia cuman bisa terperangah diam, melihat sikap Aidan yang tiba-tiba mendingin itu.
Laura? Dia hanya bisa menyimak saja.
"Makan, Cha." Ujarnya pelan, namun penuh penekanan.
"Heg.. Dan, kamu kenapa sih?"
"Gue cuma minta biar lo makan, udah itu aja." Jawabnya, dan melangkah pergi.
Acha diam tak berkutik.
"Bas, heg... kenapa sama Aidan?"
"Itu.. dia tadi nggak sengaja lihat mantannya udah langsung jalan aja sama buaya baru Cha, kan padahal dia baru putus dua minggu yang lalu. Aidan bilang, tuh cewek pasti putusin hubungannya karena udah punya pengganti. Tapi coba ntar gue susul dia, lo jangan lupa makan kuenya, biar abang lo nggak makin murka, oke?" Ujarnya seraya melangkah mengejar Aidan.
"Aidan gamon lagi?" Bisik Laura yang langsung diangguki Acha.
Acha menjulurkan sebungkus kue dorayaki untuk Laura. Ia pun langsung melahapnya, untuk menghilangkan cegukan yang menghantuinya.
"Ra, nanti inget ya, kita mesti nonton habis episode minggu lalu. Tapi nanti nonton di laptopnya Mama aja, soalnya disana lebih lengkap."
"Oke siap, tapi sambil buat tugas juga ya."
"Oh itu mah pasti," jawab Acha sembari melanjutkan menulisnya.
"Nanti lo pulang bareng abang lo kan?"
Acha menatap Laura sekilas,"Iya sih Ra,"
Laura manggut-manggut. Acha masih bingung dengan sikap abangnya tadi. Kenapa seorang Aidan susah sekali move on?
"Apa nanti pas pulang sekolah, Acha kerjain aja Aidan ya?" Batinnya.
"Ya elah, Cha. Masa abang lo dikerjain? Dia udah kek cewek lagi PMS tau!" Ucap Laura, kesal.
"Nah itu, Acha bingung harus gimanain tuh orang biar gak nyebelin lagi. Mantannya aja udah bisa move on, masa dia engga?"
Laura manggut-manggut, membenarkan ucapan Acha. Mereka kemudian diam sebentar, terjadi keheningan karena Laura sedang bekerjasama dengan otaknya.
"Gue punya ide," cetus Laura dengan senyum kemenangannya itu.
"Apa?"
***
"Aidann!" Acha mengejar abangnya itu.
Namun, Aidan tak merespon dan tetap berjalan menuju parkiran saat sudah sepi.
"Aidann! Denger Acha ga sih?" Teriaknya lagi.
Acha berhenti sejenak. Kali ini rencananya harus bener bener lulus tanpa lecet sedikitpun.
#Rencana 1
Acha kembali berlari. Ia tau apa yang akan dilakukannya.
Brukk..
Acha menjatuhkan diri.
"Tolongg!!!" Teriaknya berusaha mengalihkan perhatian abangnya. Agak alay, tapi akhirnya Aidan membalikkan badannya, dan berlari ke arah adiknya yang tersungkur di tanah.
"Acha tau ini pasti bakal seru!" Batinnya.
Sungguh. Se-ilfeel ilfeel nya si Aidan, dia nggak bakal tega liat Acha jatuh tersungkur kayak kodok yang mau lompat itu. Menyedihkan memang.
"Lo kenapa sih? Makanya jangan lari lari kayak gitu, jatoh kan lo?!" Ujarnya membantu membangunkan Acha.
"Lo nggak luka kan?" Ujarnya nemastikan.
"Enggak, tapi Acha cuma.."
"Udah, diem. Ayo pulang," Aidan menyeret adiknya itu.
FIX!!
Jadi, rencana pertama Acha, dinyatakan berhasil.
"Rencananya Laura emang manjur," batinnya.
Selanjutnya, Acha menjalankan rencana kedua dari Laura.
#Rencana 2
Setibanya mereka di parkiran, Acha sudah tau kalau Bastian mendahului, pasti karna mau tik tokan di rumah temen. Biasalah, Bastian si tik tokers nggak mau ketinggalan trend. Buktinya, motor kesayangan Bastian nggak ada.
"Pake," Aidan menyodorkan helm.
RENCANA 2 DIMULAI.
Acha dengan sengaja merumit rumitkan suasana dengan aksi rusuhnya yaitu 'nggak bisa mengunci helmnya.'
"Gimana sih ini?"
Aidan menatap kesal adiknya itu.
"Achaa!! Kesel guee!" Aidan mencubit pipi adiknya itu dengan gemasnya.
"Gue mohon." Aidan akhirnya mengunci helm Acha.
"Lo berhenti ngoceh dan berbuat konyol."
"Tapi Acha emang bener.."
"Berhenti ngoceh, kita pulang sekarang." Aidan mulai men-strater motornya.
Acha menyembunyikan senyum kemenangannya.
Yap! Rencana kedua dinyatakan berhasil.
Lanjut dong, ke rencana ketiga.
#Rencana 3
"Kalo yang terakhir ini berhasil, Acha janji bakal nyium aspal tahun depan." Batinnya.
Selama diperjalanan, memang mereka nampak hening-hening saja. Tapi, beberapa saat kemudian, teriakan Acha menguar dan teraduk jadi satu adonan dengan angin. Jadi, suaranya grebeg grebeg begitu.
"Aidan!" Teriaknya.
Sejenak, Aidan mengerem motornya.
"Apa lagi Acha?!"
"Emm, Acha cuma mau bilang kalo nyetir itu kecepatannya harus dibawah 40 kilometer per jam, ntar kalo tiba-tiba ada kerumunan bebek yang mau nyebrang, kan kasian ketabrak."
"Ntar kapan nyampenya, Acha?! Lagian bebek bebek apa coba? Disini jauh dari peternakan bebek, Cha!"
"Issshh udah, turutin aja!"
Dengan tatapan malasnya itu, Aidan kembali mengendarai motornya.
Kembali lagi, Acha menyembunyikan senyum kemenangannya itu.
Entah apa yang bisa membuat Acha berpikiran kesitu, ia langsung membuka resleting ranselnya.
"Auseee?!!! Aidan! Berhenti duluuu!!" Jeritnya.
Citttt..
"Apalagi sih Cha?!"
"Pulpen unicorn Acha ketinggalan di kolong bangku!!! Ntar gimana kalo ada yang nyurii?!"
"Nggak bakal ada yang nyuri Cha! Udah besok aja!" Jawabnya yang hendak tancap gas.
"Tapi nanti pulpen Acha sendirian disanaa! Dia pasti takut karna di kolong bangku Acha tuh gelap Aidan!!"
"Gimana ceritanya pulpen punya nyali?!"
Dan drama tentang pulpen ini bukan bagian dari rencana Laura.
"Aidan, ayolah!! Pulpen unicorn Acha itu paling lucu diantara pulpen pulpen Acha yang lainnya!"
"Acha, kan besok bisa ambil!"
"Enggak, Acha maunya sekarang!!"
"Besok,"
"Sekarang!"
"Besok aja Acha!"
"Sekarang Aidan!"
"Sekali lagi lo treak treak, gue cium lo!"
"Tapi Acha kan-"
Aidan tak merespon Acha. Ia langsung melanjutkan mengendarai motornya. Namun, ia merasa bersalah karna sudah sedikit membentak adiknya.
Aidan lalu menatap Acha lewat spion motornya, karena tak terdengar lagi kecerewetan gadis itu di telinganya. Terlihat jelas, wajah manis adiknya itu seketika pudar lewat spion motornya.
SUNGGUH AIDAN BENCI ITU.
Ia melengos pelan. Ia lalu membelokkan setirnya kekiri. Yaps ia berhenti disebuah....
Minimarket?
KIRAIN BAKAL PUTER BALIK_-
"Kok berhenti?"
"Lo tunggu disini, awas kalo nguntit." Ujarnya seraya melangkah masuk kedalam mini market.
5 menit sudah Acha menunggu. Ia mulai bosan. Menunggu adalah pekerjaan paling membosankan, menyebalkan, dan memalaskan.
"Ish, Aidan ngapain sih? Lama banget, emang ngantre ya?" Acha melirik ke dalam minimarket lewat pintu kaca.
Ia sama sekali tidak melihat adanya antrean sepanjang lapangan istana merdeka.
"Kalo Acha bisa bawa motor, Acha pasti bakal.."
"Mau dimana lo kantongin motornya ntar kalo dibawa?" Celetuk Aidan.
Acha berusaha mencari barang apa yang dibeli abangnya itu. Satu kresek putih dan berukuran kecil.
"Sejak tadi Acha tunggu disini, tapi cuma bawa itu doang? Ngapain aja dari tadi? Cuman numpang AC-an doang?"
"Nih, buat lo." Aidan menaik turunkan alisnya, sembari memencet hidung Acha.
"Apa?"
"Cireng sambel terasi,"
Aidan menahan ketawa saat melihat tatapan datar Acha, ketika mendengar jawaban nggak jelasnya itu.
"Udah tau kan itu es krim? Gue tau lo haus, minum." Ucapnya. "Nih, gue juga beliin satu pack pulpen unicorn!" Lanjutnya.
Mata gadis itu membelalak, bukan es krimnya yang dia ambil, tapi malah benda berbentuk balok itu. "Yess!! Makasih, Kakaknya Acha!!" Jeritnya yang langsung mencekik pinggang Aidan dengan kedua tangan yang dilingkari kepunggungnya. Acha memang lebih pendek, makanya dia malas berjinjit untuk mencekik leher abangnya itu.
"I-iya sama-sama, Cha." Ucap Aidan seraya mengacak-acak puncak kepala adiknya itu. Acha lalu melepaskan peluknya, lalu mengambil es krim yang semoat Aidan belikan untuknya.
"Aidan kan udah tau, Acha suka mochi, kenapa beliin es krim mangkuk?"
"Udah, makan aja. Sama-sama sebangsa es krim kok." Jawab pemuda itu seraya mengambil ponselnya.
"Ya masak juga Acha harus makan es krim di parkiran?"
"Daripada di jalan? Ntar blepotan, trus wajah manis adek gue ini ilang? Lo mau yang mana?"
Acha makin kesal dengan jawaban dan pertanyaan sekaligus dari abangnya itu. Setidaknya Aidan telah melupakan gamonnya saat bersama adiknya itu. Tapi, beberapa saat kemudian Acha tanpa sengaja mengarahkan pandangannya ke sebuah toko diseberang jalan sana. Matanya membelalak, mulutnya terperangah. Tidak cukup dengan pulpen dengan variasi unicornnya saja, tapi kali ini gadis itu menginginkan benda lembut berwarna putih dengan poni rainbow, serta tanduk keemasan berbentuk seperti corn es krim terbalik itu...
"AIDAN! ACHA PENGIN DIBELIIN BONEKA UNICORN ITU!"***
KAMU SEDANG MEMBACA
ANINDHA (TAHAP REVISI)
Teen Fiction[SELURUH HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG!] "Menyayangimu adalah sebuah pilihan. Tetap bertekad, atau mengalah?" Sebuah kisah berlatar belakang delta (Δ) atau selisih. Berselisih paham antara saudara sendiri, dan sebuah kisah rumit. Bisa dibilang...