Peserta Go Green dengan seragam putih abu mereka yang dari berbagai sekolah berbaris pada hamparan lapangan berumput hijau dengan sebuah panggung kecil didepan mereka. Para panitia beserta para guru yang mendampingi acara itu sudha berdiri panggung tersebut selama sepuluh menit, dan satu panitia bernama Agatha sedang menceramahi para peserta. Agatha sebenarnya alumni SMA Sarasvati, ia dikenal karena dulu semasa SMA dia pernah menjadi Pradana di Pramuka sekolah mereka.
"Baiklah, kami akan membagi kelompoknya, apabila kalian ada yang keberatan saat mendapat kelompok karena anggotanya tidak sesuai, mohon diringankan saja." Ujar Agatha.
"Siap kak!" Seru para peserta.
"Untuk kelompok dengan Kakak Seniornya Gede Padma Maharaditya Satya Siva Murti.."
"Hmmm, ini pasti.." Batin Satya seraya menatap Profesor yang tidak jauh dari tempatnya berbaris.
Profesor Einstein menatap Satya dengan senyum sumringah, disertai kedua alisnya yang dinaik turunkan. Kedua jempol pria itu terangkat kearah Satya.
"Yang bener aja," guraunya seraya tersenyum paksa disertai sedikit mengangguk pelan dan telapak tangan kanannya yang melambai rendah kearah Profesor.
"Silahkan untuk Kakak Senior yang kami panggil tadi agar berdiri di depan." Sergah Olivia.
Satya menghela berat napasnya, seraya melangkah kedepan.
"Baik, untuk anggotanya dipersilahkan juga untuk berdiri didepan." Sergah Agatha lagi, setelah selesai mengumandangkan nama-nama yang menjadi kelompok pertama, termasuk Acha. Gadis itu menurunkan senyumnya cepat, menggantikannya dengan raut tang menunjukkan kebosanannya dengan dunia.
Acha berdiri agak jauh dari Satya. Sedangkan pemilihan anggota kelompok terus berjalan.
"Dik, bisa diperdekat lagi ya? Soalnya ini berpengaruh sama kekompakan team," bisik Agatha.
"Maaf Kak, bagian yang nyambungnya sebelah mana ya Kak? Tapi itu sama sekali nggak nyambung kak," jawab Acha.
"Nyambung lah Dik, kalau sebuah sel tulang nggak saling berdekatan, mungkin nggak bisa disebut tulang kompak, ya kan?" Tukas Olivia.
"Drama lagi." Gumam Satya.
Acha menutup matanya sejenak, dan melangkah mendekati Satya dengan ogah-ogahan. Dan perlu diketahui, Agatha dan Olivia adalah sekutu Profesor Einstein yang berusaha mencomblangi murid tampan yang terus menjomblo satu ini.
"Apa sudah bisa dibilang kompak, Kak?" Ujarnya, sedikit geram.
"Pas. Pasti jadian." Goda panitia itu.
Acha memelotot. Sungguh, ia ingin sekali menonjok wajah panitia itu kalau seandainya dia bukan panitia.
"Kak, denger ya. Acha sama sekali nggak niat satu kelompok sama Kakak!" Bisik Acha, meneror.
Mereka saling bertatapan tajam satu sama lain. Dan tanpa perasaan apapun.
Beberapa menit kemudian, pembagian kelompok berakhir. Semua peserta telah berada dalam kelompoknya masing-masing. Dan Acha tak menyadari kalau dua dari anggota kelompoknya itu adalah penggemar berat Satya yang iri dengannya.
Satunya lagi?
Dev.
Ia berjalan mendekati Acha, dan berdiri disampingnya.
"Hai, gue Dev, dari SMA Indraprastha." Ujarnya mengulurkan tangannya.
Acha menunduk sambil membuang napas kesal, lalu menegakkan kembali kepalanya menatap Dev dengan senyum paksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANINDHA (TAHAP REVISI)
Teen Fiction[SELURUH HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG!] "Menyayangimu adalah sebuah pilihan. Tetap bertekad, atau mengalah?" Sebuah kisah berlatar belakang delta (Δ) atau selisih. Berselisih paham antara saudara sendiri, dan sebuah kisah rumit. Bisa dibilang...