Sepanjang koridor sekolah, Rama masih berpikir, mengapa Acha menolak cokelat pemberiannya? Padahal ia mendapatkan informasi dari Zayyan kalau Acha sangat menyukai cokelat. Langkahnya terhenti ketika seseorang meremas dasinya dari samping. Tak lain dan tak bukan adalah kembarannya sendiri.
Rama menepis tangan Satya dari dasinya.
"Mau apa lo?"
"Ngapain lo ke kelas Acha?"
Rama melonggarkan dasinya,"Bukan urusan lo." Ucapnya seraya melangkahkan kakinya.
Namun, dengan secepat kilat, Satya kembali meremas dasi kembarannya itu, sehingga membuat Rama mengerem kembali langkahnya, dan menatap dingin abangnya itu.
"Udah gue bilang, bukan urusan lo Sat!"
Mendadak lidah Satya kelu, saat ia merasakan ada yang meremas dasinya juga, dan itu tentunya bukan Rama.
"Kalian manusia kembar tapi gak pernah akur." Celetuk Master Adnan, yang masih meremas dasi Satya.
"Pantas saja, kalian sering bertengkar. Wajah kalian memang kembar, tapi nama kalian yang nggak kembar."
Begitupun Satya yang tangannya masih anteng meremas dasi Rama.
"Master Adnan?" Ucap mereka berdua, kompak.
"Gimana nantinya kalau-" jeda Master Adnan yang tiba-tiba tercegat ketika ia merasakan ada yang meremas dasinya juga. Dan tentu saja itu bukan Satya.
"Kalau kalian berdua juga saling suka sama Acha?" Celetuk Profesor Einstein yang ternyata ia yang menjadi pelaku meremas dasi milik Master Adnan.
"Profesor?" Ucap mereka berdua lagi, kompak.
"Apa Prof? Acha?" Tanya Master Adnan yang akhirnya melepas dasi Satya, dan menatap Profesor, lalu kedua anak didiknya itu bergantian.
Profesor manggut manggut semangat,"Biasanya nih ya, orang kembar apa apa semua sama." Jawabnya.
"Dan saya juga nggak yakin, kalau kalian itu nanti dijulukin kembar dua pacar satu. Dan jangan sampai juga nantinya istri kalian satu berdua." Sambung pria itu, bercanda.
Satya akhirnya melepaskan dasi saudara kembarnya itu. Mereka berdua jadi salah tingkah ketika mendengar jawaban Profesor.
"S-siapa bilang Prof?" Tanya Satya.
Profesor menyipitkan matanya dan tersenyum,"Kemarin, pas kegiatan Go Green di Kintamani." Jawabnya sembari menaik turunkan alisnya, disertai cengiran bibirnya.
Oh please. Apa sekarang Profesor Einstein akan pindah gelar menjadi "Mak Comblang" dan meninggalkan gelar Profesornya?
"Memang Satya gimana Prof?" Tanya Rama, dengan ekspresi penasaran dan sedikit cemas.
Profesor kian menyipitkan matanya sembari tersenyum. Master Adnan? Ia pun ikut menaikkan alisnya dan sedikit tersenyum dengan mulut menganga.
"Saya baru tau lho, kalian yang dulu saya kenal nggak pernah menyandang gelar jadi seorang pacar, tapi sekarang sudah berubah ya!" Sergah Master Adnan.
"S-saya nggak pacaran, Master." Jawab Satya.
"Saya juga." Jawab Rama.
"Ooh begitu ya? Jadi kalian berdua mentang-mentang kembar, terus sama-sama berpenampilan keren, muka sama-sama ganteng, trus sama-sama suka satu gadis?!" Sentak Profesor.
"Engg-enggak gitu, Prof." Jawab mereka, kompak.
"Ck ck ck. Bangga saya punya murid kembar seperti kalian. Jawab dialog saya pun, jawaban kalian ikutan kembar." Bisik Profesor.
"Keliatan bohongnya dari mata kalian," tukas Master Adnan.
"Hadeh, kita nggak bisa berbuat lebih, kita cuma bisa berdoa biar kalian enggak terus jadi jomblo. Kan, kasian kalian mana masih muda, kalian nggak pernah merasakan indahnya cinta." Ucap Profesor sembari menepuk-nepuk pundak kedua manusia kembar itu secara bergantian.
"Kami doakan," ucap Master Adnan seraya berlalu bersama dengan Profesor.
Zayyan yang melihat drama gratisan itu dibelakang sambil menganga. Ia lalu melangkah mendekati kedua manusia kembar itu yang masih membeku ditempat.
"Ck, ck, ck, baru gue tau sisi Profesor sama Master Adnan yang suka nyomblangin muridnya," bisik Zayyan.
***
Dengan tatapan kosongnya, ia melangkah menuju toilet, tidak seperti biasanya, ia tak ditemani Acha. Iya, dia adalah Laura yang masih linglung dengan apa yang Rama katakan.
Langkahnya berbelok ke wastafel, dan membasuh wajahnya dengan air. Sesaat kemudian, ia melihat bayangan dirinya di cermin.
"Apa gue pantes buat Rama?" Bisiknya.
"Gue terlalu sensitif belakangan ini," sambungnya lagi.
"Apa Rama suka sama Acha?"
"Trus kalo semisalnya Rama suka sama Acha, apa gue bakal relain Rama karna Acha sahabat gue? Atau gue harus.."
Laura menunduk. Wajahnya tenggelam diantara helaian rambutnya yang tergerai.
"Menjadikan Acha sebagai musuh gue karna cowok?"
"Nggak. Gue tau Acha nggak suka sama Rama. Tapi apa Rama suka sama Acha?"
Tok.. tok.. tok..
"Laura? Apa kamu di dalem? Acha boleh masuk gak? Acha mau kasih kamu sesuatu!" Celetuk Acha dibalik pintu toilet.
Mendengar suara itu, secepatnya Laura mengeringkan wajahnya menggunakan tissue. Ia juga membuang wajah sedihnya dan menggantinya dengan wajah khas dari seorang Laura.
"Ee.. iya masuk aja Cha!"
Kriett..
"Laura habis cuci muka?"
"Emm.. iya. Muka gue berminyak tadi, hehe."
"Ooh. Eh, Acha punya sesuatu buat Laura!"
"Apa?"
Dengan senyum sumringahnya itu, Acha mengeluarkan sesuatu dari saku roknya.
"Tara! Ini dia! Nanti Laura pasang di resleting tas ya! Biar couple sama Acha!" Ucapnya seraya menyodorkan gantungan kunci buah stroberi, lengkap dengan mata dan mulut.
Oh please. Ini adalah sikap Acha yang paling Laura suka karena Acha beda dari yang lain.
Mata Laura berbinar,"Dapet darimana lo? Lucu banget," ujarnya seraya mengambil satu.
"Jadi ceritanya.."
Flashback aktif.
Pukul 19:25.
Dengan langkah se-pelan mungkin, Acha memasuki kamar Aidan.
Kriett..
Dengan pelan, ia juga membuka kenop pintu kamar Kakaknya itu.
"Mumpung Aidan lagi keluar beli stok Oreo, mending sekarang Acha buang tuh daftar mantan!" Bisiknya.
Ia memutar pandangannya, menyapu tiap pemandangan kamar abangnya yang begitu rapi. Mulai dari boneka beruang Grizzly berukuran besar yang setia duduk manis di atas kasur, gitar terbaru pemberian Mamanya, kunci mobil yang bertengger diatas meja belajar, foto manis Acha yang terpajang di meja belajar, dan satu. Ponsel Aidan ketinggalan di meja belajar.
"Nah HP nya!"
Acha segera meraih ponsel abangnya itu. Namun satu yang membuat pikirannya dipaksa untuk menalar.
"Ah! Pake kata sandi segala lagi! Apa ya kata sandinya?" Bisik Acha berusaha menebak.
"Tanggal lahirnya kali ya?" Ucapnya sembari mengetikkan angka-angka yang merupakan tanggal lahir Aidan.
"Ah! Bukan?! Trus apa?!!"
Acha menggigit bibir bawahnya, dan terus berpikir. Matanya tak henti hentinya menatap tak berarah.
"Setau Acha, Aidan gak pernah bikin suatu hal jadi sulit! Kenapa sekarang cuma kata sandi HP aja susah amat?!"
"Emm mungkin tanggal lahir Acha kali ya?" Batinnya yang kemudian memasukkan angka angka yang menjadi tanggal, bulan, dan tahun lahirnya.
"Ah! Bukan juga?! Terus apa?!!"
Acha mengajak otaknya berkompromi sebentar, berpikir keras untuk menemukan solusi agar Aidan tidak gamon lagi. Tercetus satu ide yang lumayan brilliant dari otaknya. Secepat kilat Acha langsung mencari buku itu yang merupakan tujuan utamanya ia berada di kamar abangnya, karena Bastian pernah bilang:
"Kalo Aidan mah apa apa yang penting, kayak tanggal lahir mantan, tanggal jadian sama pacar, tanggal putus sama mantan, termasuk password HP, dia pasti nayetet di nih buku! Mwahahahahahha!!! Dasar pelupa!"
Dan setelah mengobrak-abrik setiap laci yang ia temui, akhirnya yang dicari telah ditemukan.
"Nah ini!!!"
Acha membuka tiap tiap lembar buku bersampul hitam itu. Netranya tertuju pada daftar isi.
"Masa iya ada daftar isinya juga?!" Batin Acha.
Ia mulai menyapu pandang di tiap tiap bab.
"Bab daftar tugas dua bulan lalu, daftar mantan tercantik, daftar mantan terindah, daftar kenangan terpahit,"
"Ini buku apa sih sebenernya?! Semua tentang mantan, mantan, mantan! Gak ada apa tentang Acha?!"
Hingga matanya tertuju pada apa yang ia cari.
"Daftar password HP! Ini yang Acha cari! Halaman.. 109. Okey," ucapnya seraya mencari halaman yang dimaksud.
Falshback tercegat.
In the classroom.
"Astaga, ini maksudnya Aidan nggak bisa move on dari mantannya lagi gitu?" Sergah Laura yang memotong cerita Acha.
Acha mengangguk cepat,"Iya, dia kalo nggak cepet cepet dijauhin dari tuh buku, pasti terus terusan minta nomer HP nya kak Meyra, mantannya dia yang tercantik!" Jawab Acha yang kemudian menyedot latte nya.
"Trus lo berhasil buang tuh buku, Cha?" Tanya Laura yang menyudahi aksi melipat origami yang sejak tadi ia sudah membuat 10 ekor burung di bangkunya!
"Acha.."
Flashback kembali aktif.
Satu persatu password yang tertera di daftar itu ia masukkan angka angkanya.
"Sembilan satu tujuh tiga."
"Salah?!"
"Oke oke, satu lagi,"
"Lima tujuh tiga sembilan."
"SALAH LAGI?!"
"OKE! SATU LAGI KALO GAK MAU, ACHA BANTING NIH HP!"
"Satu tiga sembilan tujuh."
"Nah berhasil!!"
"ADEK KECIL, ABANG DATANG!" Pekik Aidan di ruang tamu.
Suara yang menggema itu membuat Acha panik sejuta panik.
"Baru aja Acha buka HP nya!" Gerutunya.
Secepat kilat ia menaruh kembali buku bersampul hitam itu di sarangnya.
"ACHA! TURUN SINIH! GUE BELIIN OREO, DORAYAKI, SAMA 3 PACK PULPEN UNICORN!" Teriak Aidan.
"Ck! Besok aja kali ya? Yang penting sekarang nyawa Acha selamat dulu," gumamnya seraya melangkah keluar.
Flashback tercegat.
"Jadi usaha lo gagal?!" Sergah Laura, gereget.
Acha manggut manggut,"Coba aja Bastian nggak minta balik cepet!" Gerutunya seraya membenamkan wajahnya dimeja.
"Lah kenapa?"
"Jadi gini.."
Flashback kembali aktif.
"Eee.. Dan, kok cepet? Tadi bilangnya lama, bakal main di-"
"Tadi tuh ada polisi di jalan Cha!" Jawab Bastian.
"Polisi?"
"Ada razia tadi. Dan gue baru inget kalau gue lupa bawa SIM sama STNK, yaudah si Bastian langsung minta balik, takut penjara." Jawab Aidan.
"Makanya, Mama kan udah bilang, jangan keluar malam malam," celetuk Ms. Radha yang asik dengan masker wajahnya.
"Aidan kan cuma mau beli stok Oreo Ma," rengeknya seperti anak kecil. Dan kemudian, cowok itu rusuh kembali.
"Nah! Cha, tadi gue liat ini dan gue rasa kalo dipasang di tas, mungkin bakal menambah kemanisan lo." Sambung Aidan seraya menyodorkan dua buah gantungan kunci stroberi.
"Key chain! Ee.. tapi kok ada dua?" Tanya Acha.
"Satunya untuk Kak Meyra?!" Tanya Acha lagi dengan mata yang disipit sipitkan.
"Eee..." Aidan merasa ngeri melihat tatapan adiknya itu.
"Eee.. bu-bukan Cha, bukan. Itu untuk... eee... Laura! Iya, Laura, sahabat lo itu." Jawabnya.
Flashback tidak aktif.
"Jadi gitu, Acha akhirnya gak jadi buang tuh buku."
"Nggak apa-apa Cha, tapi.. hehehehe.."
"Hehehehe apa?"
"Bagi pulpen Unicorn lo dong, heheh."
***
Langkah mundur, jalan berjongkok, dengan mulut yang dibekap oleh tangannya sendiri. Ya, ya. Bel pulang sekolah merupakan hal terindah yang ditunggu para penghuni sekolah untuk berlari tunggang langgang menuju parkiran, dan pulang ke rumah mereka. Namun, semua itu rasanya tak bisa dirasakan oleh Zayyan. Manusia itu berusaha kabur dari tugasnya sebagai OSIS. Ia berjalan mundur, dengan mata yang amat siaga agar tidak ketahuan.
"Gue mau pulang!!!" Ucapnya dalam hati.
Namun, beberapa saat kemudian, ketika ia hampir saja mau lolos dari ruang OSIS, pantatnya menabrak sesuatu. Ia bisa merasakan yang ia tabrak itu bertekstur seperti tiang, sangat keras. Ia menabrak-nabrakkan pantatnya lagi, berusaha menebak apa yang ia tabrak.
"Tiang bendera ya?"
Ah, tolol. Ia baru sadar kalau posisinya sekarang ini sangat jauh dari tempat dimana tiang bendera berada.
"Engg.. apa ya?" Ujarnya, yang terus menabrak-nabrakkan pantatnya itu.
"Tembok mungkin ya?"
"Zayyan," panggil seseorang, pemilik kaki yang tertabrak oleh pantat Zayyan.
"Ah! Diam! Gue masih berusaha nebak ini!!" Ketusnya.
Deham orang itu kemudian membuatnya terperanjat, sangat kenal dengam dehaman macam itu. Ia mendongak, mendapati sang ketua OSIS yang berdiri dibelakangnya sambil melipat tangannya didepan dada.
"Mhehe, Satya ya." Kekuknya, cengengesan.
"Mau kemana lo? Bolos tugas lagi?"
"Ehh, enggak kok, enggak. Gue cuma mau... beli.. engg.. beli.. cilok! Gue laper, mhehe." Jawabnya.
Satya mengatupkan bibirnya, menatap wajah manusia itu. Ia kemudian membalikkan badan, hendak melangkah pergi.
"Lima menit. Lambat dikit, gue jemur lo di Merkurius." Ucapnya, berlalu.
***
"Apa?!" Dua suara itu berpadu, dan akhirnya saling memandang.
Acha mengedikkan bibir atasnya sebelah kanannya, menatap Satya yang juga menatapnya demikian. Panggilan telepon dari ponsel milik Satya memintanya memanggil Acha untuk bergabung dalam telepon dari Agatha. Mereka mendengarkan permintaan Agatha, dan tanpa mau berlama lama lagi, Acha merebut ponsel Satya.
"Kak Agatha jangan bohong deh! Kegiatan itu kan udah selesai, terus kenapa enggak waktu itu aja buat vidio pesan dan kesannya?! Nggak ada peserta lain yang bisa diajak kerja sama? Kayaknya Acha sama Kakak beruang kutub ini doang deh yang diungkit ungkit!" Ucapnya.
"Nggak bisa, Acha. Karena ini permintaan Profesor." Jawab Agatha, manusia itu kentara sekali tengah terkekeh pelan atas ulah Profesor.
"KAKAK KOK KETAWA?! ACHA SERIUS INI, KAK!" Ketusnya.
Dan okelah. Takdir memang takdir, dan gak bisa diubah. Kikikan Agatha memang membuat Acha sebal dan menambatkan raut kesal diwajah cantiknya. Satya yang kemudian mematikan percakapan itu, dan mulai melangkah menuju ruangan Profesor.
"Kak! Mau kemana?!" Teriak Acha, suara gadis itu menggema dikoridor yang sepi. Langkahnya kemudian membelakangi Satya, mengikutinya dengan raut sebal.
"Warung seblak."
"Apa?! Bisa bisanya ya, Kakak nyantai gitu! Acha nggak terima!"
"Ya lo ngasih pertanyaan bego gitu. Ya gue mau ke ruangan Profesor lah, Acha!" Jawabnya, ketus.
"Tapi Acha nggak mau, Kak! Acha mau pulang!" Ketusnya, yang kemudian berhenti ditempat.
Satya tak menghiraukan, orang itu terus berjalan dan menaiki tiap anak tangga. Dan entah bagaimana, Acha pun mengikutinya lagi.
"Kak! Acha mau pulang! Mau pulang!"
"ACHA NGGAK MAU TAU! ACHA MAU PULANG!!"
"PU-"
Kalimatnya terpotong ketika dengan cerobohnya gadis itu malah terantuk kepalanya pada ransel Satya yang mendadak berhenti. Dan sungguh tanpa drama, tubuh Acha malah hendak terhuyung kebelakang, mengeluarkan suara teriakan bak kuntilanak. Dan dengan sigap, Satya menarik tangan gadis itu, membawanya dalam dekapannya.
YA AMPUN, MEREKA KENAPA.
Mata Acha berkedip cepat, wajahnya menempel pada dada Satya. Hidungnya bergerak-gerak, tak nyaman dengan aroma yang ia hirup.
"Lo kenapa bawel banget sih?! Cerewet tau nggak?! Lo hampir mecelakakan diri lo sendiri, Cha!" Ucapnya, mendekap erat tubuh mungil itu. Napasnya tak beraturan, maka dari itu Satya memgatur napasnya karena deg-degan bila saja gadis ini tak cepat ia tarik tangannya dari kecelakaan jatuh tangga.
"Andai gue nggak cepet pegang tangan lo, gue pastiin lo udah jadi telor gulung dibawah anak tangga itu." Gerutunya.
"Kak, bisa lepasin Acha nggak? Bau Kakak masam banget! Kayak nggak pernah mandi seabad!" Ucapnya, mendorong dada Satya yang mendekapnya.
"Apa lo bilang?! Heh, denger ya! Gue mandi aja lima kali sehari, gimana bisa lo bilang bau?!" Ketusnya, mencium sendiri aroma ketiaknya.
"Ya itu, bau! Bisa bisanya peluk Acha, gimana nanti kalo Acha ikutan bau kayak Kakak?!" Celotehnya, suaranya sangat lucu ketika berbicara sambil memencet hidungnya sendiri.
Mereka akhirnya berseteru tentang bau masam itu. Apa sih yang enggak, buat jadi bahan cerewetnya Acha? Acha itu terkenal banget sama mulutnya yang nyerocos. Raut sebalnya, disertai uring-uringan gadis itu membuat Satya gemas. Namun kekesalan itu terpaksa ia ganti dengan senyum keterpaksaannya didepan kamera milik Profesor. Dan ya. Disinilah mereka sekarang, diruangan Profesor Einstein untuk mengambil vidio pesan dan kesan selama mengikuti kegiatan Go Green.
Profesor yang siap untuk merekam, terpaksa harus menahan tawanya ketika melihat dua manusia yang ia restui untuk pacaran itu tengah sibuk dengan topik pembicaraan mereka. Ayolah, mereka beberapa kali sudah mengulang vidio itu!
"Perkenalkan, saya-"
"Kakak! Bukan gitu, ih! Perkenalkan NAMA SAYA! Bukan gitu! Jelek ntar kedengerannya."
"Apa masalahnya sih cuma gak isi kata nama doang?! Sama aja artinya, Cha!"
"Enggak, enggak, enggak! Pokoknya harus isi! Titik!"
"Iya, Cha. IYA!" Ketusnya.
Ekspresi mereka terpaksa diganti, dari raut kesal menjadi senyum terpaksa, dan itu yang membuat Profesor menahan gelak tawanya yang hampir meledak.
"Perkenalkan, nama saya Satya. Peserta Go Green yang diadakan di Kintamani. Dan disamping saya, ada Acha. Kami dari sekolah yang sama." Ucapnya, dengan senyum yang terpaksa.
"Okey, jadi disini kami bakal kasih pesan dan kesan kami selama ikut kegiatan tersebut. Mulai dari kesan yang bisa saya ambil yaitu, saya bisa mendapat pengalaman menjelajah hutan pinus dengan berbagai challenge yaitu salah satunya adalah-"
"Tersesat ditengah hutan karena ulah gadis ini. Jadi, saya mendapat banyak sekali kerepotan atas ulahnya, mulai dari menolong Acha yang nyebur disumur tua, belum lagi luka ditangannya, ngiket rambutnya yang sungar itu, pusing karena dia rusuh sendiri cuma milih pohon buat duduk, nyorat nyoretin tanah dengan gambaran jeleknya, liat tasnya yang udah kayak toko kue dadakan, masuk gubuk reyot sampai kaki saya ditendang, liat tarzan yang anunya ditutupin daun pisang, dan berakhir dia ngilang lagi. Dan semua itu-"
"Sangat amat buat Acha kesel karena Kak Satya sok ngartis banget nggak mau neduh di rumah reyot itu yang akhirnya buat dia basah kuyup diguyur hujan."
"Lah terus, gue kan udah masuk kesana, Cha! Gue berusaha nolong lo, tapi kaki gue yang malah ditendang! Lo kira kaki gue bola sepak yang seenaknya ditendang?!"
"Ya Kakak nggak bilang ada laba-laba nyangkut dirambut Acha! Lagian ya jujur deh! Acha nggak habis pikir kenapa ada manusia kayak Kakak di dunia ini!! Tidur sambil duduk, ransel udah kayak toko serbaguna, sok ngartis banget, padahal ujung-ujungnya tersesat lima kali muter-muter disekitaran sumur itu!"
"Mohon maaf, bukannya lo yang memulai duluan ya?!"
"Ya Acha tersesat karna ulah fans Kakak itu! Siapa suruh punya fans psikopat kayak mereka?!"
"Ya mana gue tau! Bukan urusan gue!"
"Eleh, bilang aja Kakak mau.."
DAN BLA BLA.
Adu mulut itu direkam, tanpa sadar Profesor menertawakan tingkah muridnya itu. Acha yang cerewet, dan Satya yang irit bicara membuatnya sangat bersemangat untuk mencomblangi mereka.
"KAKAK NGESELIN!" Ledek Acha.
"ACHA CEREWET!" Ledek Satya, tak mau kalah.***
KAMU SEDANG MEMBACA
ANINDHA (TAHAP REVISI)
Teen Fiction[SELURUH HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG!] "Menyayangimu adalah sebuah pilihan. Tetap bertekad, atau mengalah?" Sebuah kisah berlatar belakang delta (Δ) atau selisih. Berselisih paham antara saudara sendiri, dan sebuah kisah rumit. Bisa dibilang...