"Cha, Cha. Liat tuh."
Laura menunjukkan Satya yang tengah duduk di perpustakaan, dan juga sibuk dengan laptopnya. Kacamata fashion dan juga anti radiasi itu membuat Satya terlihat seperti Yoon Kyun-sang versi pemuda keturunan bumi Bali.
Belum lagi baju adat madya yang wajib dipakai semua siswa beragama Hindu setiap hari Kamis, membuatnya tampak seperti pangeran surga yang turun ke Bumi menggunakan kendaraan pinjaman dari Sinterklas.
Terselip bunga kembang sepatu di penutup kepala (udeng) putihnya itu, membuat semua cewek cewek keracunan akan ketampanannya.
"Apaan?" Acha masih fokus dengan apa yang ia baca.
"Lo liat, hari ini dia perfect banget Cha!!" Bisiknya, melumer ketika menatap cowok itu.
Acha menatap apa yang ditujukan sahabatnya itu.
"Perfect darimananya? Dari lubang hidungnya?" Balasnya sembari melanjutkan membaca.
"Buka dikit pintu hati lo Cha, jangan di gembok terus," bisik Laura.
"Acha." Kejut Zayyan, yang tiba tiba muncul dari punggung Acha.
Acha terkesiap, menatap cowok itu yang langsung duduk di sebelah kanannya.
"Sejak kapan Kakak dibelakang Acha?" Tanya gadis itu setengah berbisik.
"Baru aja, hehe." Cengirnya. "Cha, lo diminta ngisi formulir ini sama Profesor." Sambungnya sembari menyodorkan stofmap berwarna hijau itu.
"Formulir apa Kak?"
"Gue sih nggak tau, soalnya Profesor cuman nyuruh gue buat ngasih ini ke lo." Jawabnya. "Harus diisi sekarang, soalnya udah ditunggu sama sopir nya Profesor." Lanjutnya masih berbisik.
"Lah kenapa emang Kak?"
"Profesor nggak sekolah hari ini, ada urusan mendadak katanya." Bisiknya lagi. Cowok itu kemudian cengar-cengir tak jelas, lalu pergi sambil mengeplak bahu Satya.
Laura yang sejak tadi mengalah dan diam karena kedatangan orang yang belum dia kenal itu kemudian mendekatkan duduknya lagi disamping kiri Acha.
"Cha, gue nggak nyangka bisa bertatapan langsung sama cowok terkeren seantero negeri tercinta ini Cha!" Bisik Laura dibalik buku yang pura pura ia baca. Kemarin dia ini mempromosikan Rama, sekarang Satya. Laura cuma berharap kalau Acha bisa laku dan tidak menjomlo terus, dan memilih salah satu yang dia promosikan. Kalau Acha pilih Satya, otomatis Rama menjadi pilihan Laura, dan sebaliknya.
"Yaudah kalo gitu kenapa nggak kamu pacarin aja?" Tanya gadis itu sambil mengisi formulir peserta Go Green yang diberi Zayyan.
"What? Lo kira semudah itu?"
"Ya.. apa susahnya? Target di depan mata, tinggal ambil busur panah, trus tembak mati tuh orang, kelar deh." Bisiknya.
"Yahh, Cha, kok malah di tembak mati sih?"
Acha mengerutkan keningnya. Bukan karena pertanyaan Laura, tapi formulir yang harus ia isi selanjutnya. Dan itu adalah formulir untuk Satya.
"Lah, terus Acha harus isi ini juga gitu?" Batinnya.
"Ah, ntar dia malah jadi ge-er pas Acha nanyain nomer hpnya. Trus tar dia oasti ngiranya Acha naksir sama dia karena perkara kemarin." Lanjutnya
"Tapi Acha harus apa?"
"Gimana caranya Acha nanyain semua ini?"
"Malahan Kak Zayyan udah pergi lagi!" Batinnya yang terus berdemo.
Acha akhirnya berpikir keras, dan tak menghiraukan ocehan Laura yang sejak tadi tidak kelar-kelar tentang promosi dua kembar itu. Dan karena Acha adalah gadis yang berpegang teguh pada prioritas kepenugasan, dia akhirnya membuang jauh-jauh egonya dan mengambil keputusan yang dirasanya sudah tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANINDHA (TAHAP REVISI)
Teen Fiction[SELURUH HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG!] "Menyayangimu adalah sebuah pilihan. Tetap bertekad, atau mengalah?" Sebuah kisah berlatar belakang delta (Δ) atau selisih. Berselisih paham antara saudara sendiri, dan sebuah kisah rumit. Bisa dibilang...