Dua

1.3K 136 2
                                    

"Jadi, sekarang lo tinggal bareng sama Kak Dewa?" tanya Rian setelah Win selesai menceritakan tentang dia yang terpaksa harus tinggal seatap dengan Bright.

"Bukan tinggal bareng, tapi tinggal di rumah Kak Dewa," koreksi Win.

"Sama aja."

"Beda! Kalau tinggal bareng tuh gue cuma berduaan sama dia. Ini kan bertiga sama bundanya juga."

"Terus masalahnya di mana, Arsya?" Kali ini Adam yang bertanya.

Win mendesah gusar dan mengacak rambutnya frustrasi. "Masalahnya sekarang kebebasan gue dibatasi!"

Jawaban Win membuat kedua sahabatnya mengernyit. Dengan raut  bingung Rian bertanya, "Maksud lo?"

"Sebelum nyokap gue pergi, gue dititipin ke cowok kaku itu. Jadi, gue enggak bisa leluasa kayak dulu. Bahkan, jam malam gue pun diatur sama kulkas berjalan itu! Gue enggak boleh keluar malam lebih dari jam sembilan. Terus gimana gue bisa jalan sama cewek gue?"

Win menumpukan kepalanya di atas meja, membenamkan wajahnya di lipatan tangan.

Adam dan Rian tak bisa berbuat banyak. Jadi, mereka hanya menepuk pelan bahu Win.

"Lo emang enggak bisa ngelawan, Ar?" tanya Rian.

"Gue sih penginnya gitu, tapi gue enggak enak sama bunda Daniar. Dia baik banget, gue takut nyakitin perasaan dia kalau tahu ternyata gue enggak betah tinggal di sana. Di samping itu juga gue takut cowok songong itu laporin gue ke nyokap gue."

Rian tersenyum penuh arti, kemudian mulai menggoda, "Lo manggil ibunya Kak Dewa dengan sebutan bunda? Wah ada apakah gerangan?"

Win menoyor kepala Rian. "Enggak usah mikir aneh–aneh."

"Sakit anjir! Gue cuma nanya kok."

"Pertanyaan Lo enggak bermutu."

"Tapi serius deh Ar, ini menurut gue pribadi."

"Kenapa, Dam?"

Adam berdeham sebelum berkata, "Menurut gue wajar sih Kak Dewa membatasi jam malam lo. Kerena bagaimanapun sekarang lo berada di bawah tanggung jawab dia. Orang tua lo udah mempercayakan lo ke dia."

"Iya sih, tapi kan ... Argh enggak tahu lah." Win semakin membenamkan wajahnya di lipatan tangannya.

Saat ini Win bersama dua orang sahabatnya tengah berada di kafe yang tak jauh dari sekolah. Mereka langsung ke kafe tanpa pulang terlebih dahulu. Ketiganya masih memakai seragam sekolah.

Win meminta kedua sahabatnya untuk mampir ke kafe dulu sebelum pulang, pemuda itu berkata ingin bercerita sesuatu.

Seandainya waktu bisa dipercepat mungkin Win ingin langsung melompat ke tiga bulan kemudian.

Awalnya Win merasa bahagia ketika tahu ibu dan ayahnya akan pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan. Setidaknya jika kedua orang tuanya tidak berada di rumah, ia bisa melakukan apa pun. Dia bisa pergi bermain sepuasnya, pikirnya saat itu.

Namun, angannya hanya menjadi angan. Yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang Win bayangkan. Pemuda itu tak pernah menduga bahwa ibunya akan menitipkan dirinya ke sahabatnya. Dan lebih parahnya lagi ibunya meminta kakak kelas kaku itu menjaga dirinya.

Win tak habis pikir dengan ibunya. Namun, ia tak bisa menolak.

Kalau tahu akan seperti ini, Win lebih memilih orang tuanya untuk tak usah pergi. Setidaknya mereka tak membuat ia harus mati kebosanan; berada di rumah saat jam masih menunjukkan pukul sembilan malam. Terlebih ia tinggal bersama orang yang irit bicara dan sangat kaku.

[Our]Love✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang