-36-

683 75 23
                                    

Senyum Bright perlahan memudar berganti dengan tatapan terluka, rasa sakit itu tergambar jelas di netra lelaki itu.

Bukan.

Bukan kalimat itu yang ingin ia dengar dari mulut Win. Setidaknya jangan kata-kata perpisahan.

Karena membayangkannya saja ia tak mampu.

Bright menggeleng keras. "Enggak! Kamu ngomong apa sih, Win?" Lelaki itu menangkap kedua pipi Win dengan lembut, mengarahkannya agar menatap dirinya. "Jangan ngomong kayak gitu lagi ya, Win. Kak Bri enggak suka, oke?"

Bright berkata dengan suara yang sangat lembut, netranya menatap Win dalam. Ada sebuah permohonan di sana.

Melihat itu, hati Win semakin sakit. Dadanya semakin sesak.

Seandainya ini mimpi buruk, ia ingin cepat-cepat bangun. Sungguh ia ingin mengakhiri mimpi itu.

Namun, kenyataan itu bukan sebuah mimpi. Perpisahan itu nyata dan sudah ada di depan mata.

Win menunduk, ia tak kuasa memandang netra penuh permohonan itu.

Mengetahui Win hanya diam dan tertunduk, Bright mengelus lembut pipi pemuda itu seraya berkata, "Win, apa kamu tersiksa dengan kondisi kita yang seperti ini, hm?"

Win mengangguk pelan.

Bright tersenyum, tangannya beralih mengelus rambut Win. "Bukannya kita sudah berjanji untuk berjuang bersama-sama, bisakah kita?"

Win hanya diam.

Bright lantas memeluk Win dan berbisik lirih di telinga pemuda itu, "Aku enggak mau kehilangan kamu, Win."

"Maaf, Kak Bri," ucap Win sebelum pergi meninggalkan Bright dengan kehampaan.

Bright hanya bisa memandang punggung Win yang kian menghilang ditelan jarak dengan tatapan kalah.

Haruskah ia menyerah?

Sementara itu Win pergi ke toilet, ia tumpahkan semua rasa sakit serta kesedihannya di sana.

Pemuda itu menggigit bibirnya kuat, menahan setiap isak tangis yang hampir keluar dari bibirnya.

Sungguh perih, sangat sakit.

Benar-benar sesak.

Win tahu jika hubungan Bright dan dirinya tidak akan berjalan mulus dan mudah. Akan banyak rintangan yang harus mereka lewati.

Win tahu itu.

Namun, kenapa bisa sesulit ini?

Tembok itu terlalu tinggi dan kokoh.

Tak tergapai dan sulit untuk dihancurkan.

Berpisah, lalu saling melupakan.

Mungkinkah itu jalan satu-satunya?

***

Sudah hampir satu bulan setelah kejadian di roof top.

Dan mereka benar-benar sudah seperti orang asing. Tidak saling tegur sapa.

Lebih tepatnya mereka saling melupakan. Lupa dengan kenangan manis yang pernah mereka buat. Lupa akan perasaan masing-masing.

Atau berusaha melupakan itu semua.

Mereka hanya saling tatap. Serta menyembunyikan rapat-rapat perasaan mereka sendiri.

Semua layaknya seperti mereka tidak pernah bertemu sebelumnya, semua tampak kembali seperti Semula.

Bright dengan sifat tak acuhnya.

Dan Win dengan keceriaannya.

Seakan tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka.

[Our]Love✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang