-35-

669 78 17
                                    

Hari berlalu, tiba waktunya untuk masuk sekolah.

Bright sudah tidak sabar untuk bertemu Win di sekolah nantinya.

Bagi Bright, beberapa hari ini menjadi hari yang menyiksa untuk dirinya karena tidak dapat melihat  pujaan hatinya.

Bright sangat rindu Win.

Rindu itu begitu meluap-luap dan sudah tak bisa ia bendung lagi.

Ingin rasanya ia melihat sang pujaan hati lalu mendekapnya erat dan takkan ia lepaskan sebelum rasa rindunya terobati.

Bright turun dengan semangat, ada sedikit senyuman di bibirnya.

"Bri sarapan dulu," ujar Daniar setengah berteriak ketika melihat Bright bergegas pergi menuju pintu utama.

Bright mencium tangan Daniar seraya berpamitan, "Bri, berangkat ke sekolah dulu ya, Bun. Udah telat."

"Tapi kamu belum sarapan, Bri."

"Nanti Bri sarapan di sekolah, Bun. Sekarang Bri berangkat dulu ya, Bun."

Bright pergi setelah mengatakan hal itu.

Daniar yang melihat itu hanya bisa menatap kepergian Bright dengan tatapan iba.

Wanita itu tahu alasan kenapa Bright terlihat bersemangat dan begitu terburu-buru untuk berangkat ke sekolah.

Untuk bertemu Win.

Daniar tahu.

Namun, sekarang masih pukul setengah enam pagi, bagaimana mungkin bisa dikatakan 'sudah terlambat'?

Daniar memandang ke arah Bright hingga bayangan tubuh lelaki itu menghilang ditelan jarak.

Perasaan wanita itu begitu rumit, sangat sukar untuk dijelaskan.

Namun, yang pasti ia merasa kasihan pada putranya sendiri.

Kenapa kebahagiaan putranya bisa sesulit itu?

Daniar menghela napas dan mulai bersiap-siap untuk pergi bekerja.

***

Bright sudah menunggu Win hampir satu jam di depan kelas pemuda itu, tetapi pemuda manisnya itu belum juga menampakkan dirinya.

Apa Win tidak masuk?

Kenapa dia tidak masuk?

Apa dia sakit?

Pertanyaan-pertanyaan itu berkecamuk dan memenuhi benak Bright. Membuat lelaki itu khawatir.

Di saat pikirannya sedang campur aduk, seseorang memanggil namanya. Bright refleks menoleh.

"Kak Dewa nyari siapa?" tanya Rian.

Ya orang itu Rian, bukan Win.

Ada perasaan kecewa di hati Bright ketika ternyata bukan Win yang memanggil namanya.

"Win, apa lo tahu ke mana Win?" tanya Bright pada Rian.

"Arsya? Gue juga nungguin tuh anak satu, sampai sekarang belum juga kelihatan batang hidungnya." Rian memandang Adam di sampingnya. "Dam, lo tahu enggak tuh anak setan ke mana?"

Adam hanya diam dan berlalu pergi.

"Tuh anak kenapa sih?" gumam Rian pada dirinya sendiri, lalu mengalihkan perhatiannya pada Bright di depannya. "Gue juga enggak tahu Arsya kenapa, nanti gue kabarin Kak Dewa kalau tuh anak udah ada kabar."

Bright mengangguk seraya mengucapkan terima kasih, setelahnya lelaki itu pergi menuju ke kelasnya dengan perasaan campur aduk. Rindu dan khawatir menjadi satu.

[Our]Love✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang