-34-

685 75 8
                                    

Ruangan itu begitu sunyi, nyaris seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan.

Win menatap langit-langit kamarnya, pikirannya melayang ke kejadian beberapa waktu yang lalu, saat di mana ia dipaksa untuk pergi dari rumah serta kehidupan Bright.

Orang tuanya bahkan tak mau repot-repot mendengarkan permohonannya. Ia ditarik paksa untuk pulang.

Suara ketukan pintu memecah keheningan, tak lama kemudian pintu kamar itu terbuka, meloloskan seberkas cahaya masuk ke dalam kamar yang semula gelap.

Win masih setia dengan aktivitas memandang langit-langit kamarnya, ia bahkan tak sedetikpun melirik ke arah orang yang berjalan mendekatinya.

Tak sedikitpun ia melepaskan pandangannya. Ia tetap memandang ke arah langit-langit kamarnya.

Dengan tatapan kosong.

Hati seorang ibu mana yang tak teriris ketika melihat sang buah hati dalam kondisi seperti itu.

Ibu mana yang tidak merasa sedih ketika melihat putranya seperti kehilangan semangat hidup.

Namun, ia harus menguatkan hatinya, ia harus bersikap tegas, toh itu juga demi untuk kebaikan putranya sendiri.

Ia tak peduli jika ia dianggap jahat atau kejam. Ia yakin perlahan lambat laun putranya akan mengerti bahwa apa yang ia lakukan semata-mata untuk kebaikannya.

Wina begitu sangat menyayangi Win, bagi Wanita itu Win adalah harta paling berharga yang ia punya. Jadi Ia begitu terkejut dengan kabar yang disampaikan oleh Daniar tentang hubungan tak biasa yang terjalin antara Bright dan Win.

Mengetahui itu, ia langsung memberitahukan hal itu pada suaminya dan bergegas pergi meninggalkan urusan pekerjaan mereka yang memang sedikit lagi akan rampung.

Win pernah patah hati, dan ia tahu bagaimana depresinya pemuda itu. Dan ia tak mau melihat Win berada di fase itu lagi.

Wina duduk di ujung bibir ranjang Win. Tangannya bergerak mengelus surai putranya dengan lembut dan penuh kasih sayang.

"Win," panggil wanita itu dengan suara lembutnya.

Kali ini Win mengalihkan pandangannya ke arah ibunya.

Tatapan itu begitu sendu, dan itu berhasil membuat hati Wina terasa ngilu.

"Kenapa, Ma?"

Wina tahu jika pertanyaan itu bukan respons dari panggilannya, melainkan pertanyaan lain. Jadi wanita itu memilih untuk membisu.

Win tersenyum miris, lalu kembali memandang ke arah langit-langit.

"Sesalah itu ya rasa yang Arsya punya? Padahal Arsya cuma jatuh cinta."

Kalimat itu sukses menohok hati Wina. Ia menghela napas berat.

"Suatu saat kamu akan mengerti, Nak. Bahwa apa yang saat ini mama lakukan juga demi kebaikan kamu, Sya."

"Mama juga enggak ngerti sama perasaan Arsya."

"Kamu masih terlalu kecil untuk bisa mengerti." Wina mengelus rambut Win dengan lembut seraya melanjutkan perkataannya, "Dunia enggak sekecil yang kamu kira."

Setelah mengatakan itu, Wina pun pergi meninggalkan kamar putranya.

Sepeninggalan sang ibu, Win masih setia termenung. Memikirkan tentang hubungan cintanya yang begitu sulit.

Dan memikirkan Bright.

Cintanya.

Tanpa terasa setetes air mata mulai jatuh, dan disusul oleh buliran air mata lainya.

[Our]Love✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang