-24-

894 101 18
                                    

Akhir-akhir ini Win merasa ada yang aneh dengan sikap Bright. Ia merasa kalau sikap Bright berbeda dari biasanya. Lelaki itu lebih banyak diam.

Meskipun Bright yang dulu pendiam dan tidak banyak bicara. Namun, diamnya kali ini berbeda dengan yang dulu. Win merasa kalau Bright seperti menghindar darinya.

Win merasa Bright berusaha menjaga jarak darinya.

Beberapa kali Win mencoba untuk mengajak Bright mengobrol, tetapi lelaki itu menjawab seadanya. Win juga berusaha melontarkan candaan, tetapi tak ada reaksi dari Bright selain wajah datar.

Jika saja Bright tak selalu memberikan alasan untuk pergi darinya ketika ia belum selesai mengobrol dan melemparkan candaan, mungkin Win tidak akan merasa ada yang aneh dari sikap Bright.

Masalahnya Bright selalu mengeluarkan alasan-alasan untuk menjauh darinya, bahkan terkadang alasan yang lelaki itu berikan tidak masuk akal.

Di rumah pun begitu, lelaki itu sibuk mengurung diri di dalam kamarnya.

Win dibuat bingung oleh sikap Bright. Ia tak tahu alasan kenapa Bright menjadi seperti ini.

"Kak Bri kenapa sih? Ada yang tahu enggak dia kenapa?" tanya Win pada Mike dan Aron yang dibalas dengan gerakan bahu.

Saat ini Win dan empat orang lainnya tengah berada di kantin, menghabiskan waktu istirahat mereka seperti biasanya. Namun, kali ini Bright tak ikut serta. Lelaki itu mengatakan bahwa ia ada urusan.

"Kalian ngerasa enggak sih kalau sikap Bright empat hari terakhir ini kayak aneh gitu? Dia lebih banyak diem." Win mulai membahas keanehan sikap Bright yang ia rasakan.

"Bukannya tuh anak emang gitu ya?" ujar Mike.

"Iya, tapi kali ini gue ngerasa diamnya beda."

"Beda gimana, Ar?" tanya Mike dengan alis mengerut.

"Gue rasa dia kayak ...," ucap Win terhenti untuk mengambil napas sejenak, lalu dengan suara rendah ia melanjutkan perkataannya, "dia kayak ngejauh, dan menghindar."

Mike menghela napas beratnya, lalu memandang Win. "Gue juga ngerasain hal yang sama. Gue ngerasa akhir-akhir ini dia seperti menarik diri dari kita semua. Gue enggak tahu alasannya karena apa. Dan gue cuma bisa berharap kalau dia baik-baik aja."

Win sedikit tertegun dengan kalimat terakhir yang diucapkan Mike. Benaknya dipenuhi oleh banyak pertanyaan.

Mulai dari apa maksud perkataan Mike, memangnya Bright kenapa, apa Bright mempunyai masalah, dan pertanyaan-pertanyaan serupa lainnya.

Namun, belum sempat Win bertanya, Mike sudah lebih dulu pamit. Win tak bisa menahan Mike, sehingga ia mengangguk pelan sebagai jawaban.

***

"Kak Bri, gue ikut lo manggung ya?" pinta Win dengan senyum manis andalannya.

"Maaf kayaknya—"

"Enggak boleh ya, kak?" tanya Win murung, pemuda itu menundukkan kepalanya.

"Bukannya enggak boleh, tapi lain kali, jangan sekarang." Bright mencoba memberi pengertian pada Win.

"Kak, gue ada salah ya?" Win memandang Bright dengan ekspresi penuh tanya.

"Enggak."

Enggak, lo sama sekali enggak salah. Tapi gue, gue yang salah karena terlalu banyak berharap. Dan ketika harapan itu hancur,  gue malah menjadi seseorang pengecut yang memilih sembunyi.

"Terus kenapa kak Bri menghindar dari gue?"

Karena gue mencoba untuk mengobati luka di hati gue, karena gue ingin perlahan membuang perasaan yang gue punya buat lo, dan karena gue ingin dekat dengan lo tanpa melibatkan perasaan gue.

"Gue enggak pernah hindarin lo."

"Tapi dari apa yang gue lihat dan dari apa yang gue rasain, lo emang berusaha jaga jarak dari gue." Win memandang Bright dengan kilatan sedih di matanya, suaranya begitu lirih ketika ia melanjutkan perkataannya, "Kalau gue ada salah, tolong kasih tahu gue, jangan diemin gue kayak gini. Gue enggak bakal tahu di mana salah gue kalau lo hanya diem dan menghindar kayak gini."

Bright menghela napas. "Win, lo terlalu banyak berpikir. Sekarang gue udah telat. Gue pergi dulu."

Win hanya bisa memandang kepergian Bright dengan sendu.

***

Setelah selesai dengan urusan manggungnya, Bright pergi ke suatu tempat.

Bright memandang ke atas, pada langit malam yang indah dengan dihiasi bintang-bintang. Bulan pun bersinar terang.

Melihat ke sekeliling, Bright menghela napas.

Saat ini Bright tengah berada di atas atap gedung setengah jadi, tempat yang terakhir kali ia kunjungi bersama Win.

Tempat yang sama sekaligus saksi ketika ia mengatakan bahwa ia siap patah. Untuk mencintai Win, ia siap terluka.

Sekarang ia kembali ke tempat itu, sembari membawa hatinya yang patah dan terluka.

Bright terluka, hatinya patah ketika melihat orang yang dicintainya berduaan dengan sang mantan kekasih. Bahkan mereka terlihat begitu akrab. Hubungan mereka juga membaik.

Alasan Bright menjaga jarak adalah karena ia sedang menyiapkan hati, ia sudah harus siap kalau-kalau ia mendengar fakta terburuk. Setidaknya dengan begitu ia bisa meminimalisir rasa sakit yang ia terima nantinya.

Bright tak ingin menyerah, ia masih ingin berjuang. Seperti janjinya pada Win untuk menyembuhkan lukanya agar bisa menerima orang baru. Namun, kali ini rasanya begitu berat.

Mungkin Bright bisa bersaing dengan berapa pun orang yang mencintai Win, tetapi untuk bersaing dengan seorang yang dicintai oleh Win, Bright rasanya ragu.

Bright sadar diri.

Ia tahu kalau dirinya bukan pilihan yang tepat untuk Win. Pemuda itu pantas bersama orang yang dia cintai, bukan bersama dengannya yang memiliki banyak kekurangan dan segender.

Ia ingin Win bahagia, dan ia ingin Win kembali menemukan cintanya.

Tak apa jika bukan dirinya, meski bukan bersamanya, Bright tak masalah.

Bright rela.

Di dunia ini ada hal yang sebaiknya tak dipaksakan. Salah satunya adalah sebuah perasaan.

Bright memejamkan matanya, menikmati setiap embusan dinginnya udara malam. Ada perasaan sesak yang coba ia tahan. Ada perasaan perih yang coba ia sembunyikan pada langit malam. Ia malu menunjukkan kesedihannya pada bintang dan bulan.

"Kak bri."

Mendengar namanya disebut, sontak Bright membuka matanya. Ia menoleh dan seketika terkejut dengan apa yang ia lihat.

Di ujung sana ia melihat seseorang tengah berdiri dengan napas tersengal. Ada raut lega yang terpancar di wajah pemuda itu.

"Win ...," lirih Bright.

Tbc..

First of all, gue bener² berterima kasih buat kalian yang udah mau baca dan mengapresiasi karya gue.. makasih buat kalian yang udah mau nunggu update-an cerita ini.. gue bener² berterima kasih untuk itu..

Gue emang bukan author pro, cerita gue biasa aja..  tapi gue udah mencoba yang terbaik. Gue mencoba untuk menulis dengan benar, supaya enak dibaca..

Jujur, gue buat cerita ini just for fun, gue cuma mau merealisasikan imajinasi gue dalam bentuk karya tulis.

Dan gue akan sangat bahagia kalau ada yang suka sama cerita yang gue buat.. tapi gue juga bukan tipe orang yang akan menutup mata kalau ada yang memberikan kritik dan saran. Gue akan dengan senang hati menerima itu. Karena gue juga sadar kalau cerita gue jauh dari kata sempurna.

Gue akan nerima kritik dan saran, tapi plis sampaikan dengan properly, bukannya tiba² comment “cerita sampah” di karya gue.

Gue enggak pernah maksa orang lain buat suka sama karya gue kok, serius.

Untung gue anggap itu angin lalu, dan hal itu enggak membuat gue patah semangat untuk melanjutkan cerita ini..

Oke, segitu aja bacotan dari gue.. Sampai jumpa di chapter selanjutnya..

4 Desember 2021

[Our]Love✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang