Lima

1.1K 123 2
                                    

Win bingung, ia tak tahu harus menjawab apa. Ia tak tahu Bright orang seperti apa. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Niatnya adalah untuk membuat lelaki itu tak nyaman dengan kehadirannya.

Menaruh ponselnya, senyum Win kembali mengembang. Ia melirik Bright sejenak, lalu kembali menaruh atensinya pada Mike dan Aron yang berada di hadapannya.

Baru saja Win akan melontarkan kata-katanya, tetapi bel masuk sudah lebih dulu berdentang.

"Udah bel masuk, gue mau ke kelas dulu."

Mike menunjukkan raut tak puas. "Tapi lo belum jawab pertanyaan gue, Ar."

Win tersenyum geli. "Jadi, Lo percaya sama omongan gue, Kak? Gue tadi cuma becanda biar nih meja enggak kaku-kaku amat."

"Lah gue kira beneran—tapi Lo asik juga."

Win tertawa kecil. "Gue balik ke kelas dulu ya? Lain kali kita ngobrol-ngobrol lagi."

"Siap."

Setelah sepeninggalan Win, Bright dan kedua sahabatnya pun pergi menuju kelasnya setelah sebelumnya membayar makanannya.

***

Win T.R
Gue mau main sama temen. Tenang, gue pasti balik sebelum jam sembilan malam kok.

Bright mengunci layar ponselnya, lalu menaruhnya di saku celana tanpa membalas isi pesan itu.

Menggendong gitar di punggung, Bright meraih kunci motor dan helmnya.

Bright mengendarai motornya menuju kafe tempat ia bekerja.

Ya, bright bekerja sebagai penyanyi di salah satu kafe milik ibunya.

Daniar tahu putranya menyukai musik. Jadi, ia tak melarang Bright untuk menekuni bakat yang dimiliki oleh putranya.

Wanita itu juga tak pernah memaksa Bright untuk mengelola bisnisnya, meskipun Bright adalah satu-satunya anak yang ia punya.

Dalam seminggu Bright hanya tiga kali mengisi panggung musik di sana. Dari jam lima sore sampai jam tujuh malam.

Sesampainya di sana, Bright memarkirkan motornya, lalu berjalan masuk ke kafe.

Sementara itu Win dan kedua sahabatnya saat ini tengah berada di kamar Rian. Mereka mengobrol sembari bermain PlayStation. Atau bisa dikatakan bahwa Rian dan Win saja yang bermain, karena Adam hanya menonton mereka berdua di atas ranjang.

"Jadi, lo udahan sama Lea?" tanya Rian.

"Iya, dia bilang kalau gue udah buat dia malu—anjir curang lo!"

"Ini namanya taktik bos, berarti dia yang mutusin lo?"

"Iya, dia yang mutusin gue," jawab Win tanpa mengalihkan pandangannya dari layar TV LED di hadapannya.

"Kok lo kayak enggak sedih sih? Kayak datar-datar aja gitu?"

"Apa yang harus gue sedihin dari putusnya hubungan yang enggak ada kecocokan? Baik gue maupun dia enggak menemukan kecocokan di antara hubungan kita. Jadi, putus adalah jalan keluar terbaik."

Rian tertawa. "Gue tahu lo pasti bakal jawab kayak gitu."

Win ikut tertawa. "Terus kenapa lo nanya?"

"Ya siapa tahu lo jawab dengan jawaban lain."

Win tersenyum geli. Mungkin orang lain mengenalnya sebagai cowok playboy yang suka gonta-ganti pacar. Belum lama putus udah punya gandengan lain.

Mereka yang menilai Win seperti itu tidak sepenuhnya salah. Karena kenyataannya memang seperti itu, Win sering gonta-ganti pacar dan cepat menemukan pengganti.

[Our]Love✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang