-26-

945 117 14
                                    

Pernyataan Bright membuat Win mematung. Untuk sesaat ia kehilangan fokus, otaknya masih berusaha mencerna ucapan yang Bright katakan.

Awalnya Win merasa terkejut dengan pengakuan Bright yang begitu tiba-tiba, sebelum akhirnya berubah menjadi rasa sesak. Pernyataan Bright bagaikan seutas tambang yang mencekik lehernya, membuat ia kesulitan bernapas.

Hati Win terkoyak dan hancur, bagaikan dihujani ribuan anak panah.

Baru saja ia ingin mengaku pada Bright, tetapi lelaki itu sudah lebih dulu memutuskan untuk menyerah.

Lalu sekarang ia harus bagaimana?

Ia sudah terlambat.

Benar-benar terlambat.

Setelah tersadar dari lamunannya dan mampu mengontrol emosi serta rasa sakit di hatinya, Win pun kembali memusatkan perhatiannya pada Bright.

Win memandang Bright yang saat ini tengah menundukkan wajahnya, lalu bertanya dengan lemah, "Kenapa?"

"Gue enggak mau memaksakan perasaan gue buat lo. Gue enggak mau perasaan yang gue punya buat lo malah membuat lo merasa terbebani. Gue enggak mau ... lo risi sama gue." Bright masih menunduk, menyembunyikan raut sedihnya.

Jika hati Win terluka mendengar pernyataan yang Bright ucapkan, maka lelaki itu pun merasakan hal yang sama, bahkan lebih.

Bright tak ingin mengatakan hal itu, ia tak ingin mengatakan kekalahannya. Ketika ia mengatakan bahwa ia menyerah dan mencoba untuk menghilangkan rasa cintanya pada Win, saat itu demi apa pun hati Bright merasakan rasa ngilu yang luar biasa.

Hati Bright bagaikan disayat dengan belati tajam hingga menjadi potongan-potongan kecil.

Sulit bagi Bright untuk mengaku kalah. Namun, ia tak punya pilihan lain, ia tak ingin membuat Win terganggu dengan rasa cintanya.

Bright tahu diri, Win tidak 'sama' seperti dirinya. Perasaannya tak mungkin berbalas. Cepat atau lambat Win akan menemukan pujaan hatinya. Jadi, Bright rasa menyerah sekarang atau nanti itu sama saja.

Terlebih sekarang dia mulai dekat kembali dengan mantan kekasihnya, orang yang membuat pemuda itu dijuluki sebagai playboy.

Bright pun menduga bahwa tidak lama lagi mereka akan menjalin hubungan asmara mereka berdua yang belum sempat usai.

Karena alasan itu, Bright memutuskan untuk menyerah.

Dan mengaku kalah.

"Apa karena itu lo memilih untuk nyerah?"

Bright mengangguk.

"Hanya itu, atau ada alasan lain?"

Untuk sesaat Bright terdiam, sebelum akhirnya mengangguk ringan.

Ada banyak alasan yang ingin ia katakan, ada banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan, tetapi Bright tak mampu mengeluarkannya, ia lebih memilih untuk menyimpannya sendiri.

"Lo beneran nyerah, Kak?"

Masih memandang ke bawah, lagi-lagi Bright hanya mengangguk.

"Bahkan setelah gue bilang kalau gue punya perasaan yang sama seperti yang lo punya buat gue, apa lo akan tetap dengan keputusan lo? Apa lo akan tetap menyerah?" tanya Win dengan suara lirih.

Bright baru saja akan mengangguk lagi, sebelum akhirnya ia menyadari sesuatu. Perlahan Bright mengangkat wajahnya, ada raut keterkejutan di sana. Ia memandang Win dengan tatapan tak percaya.

Bright takut kalau ia salah dengar, ia takut jika suara itu hanya ilusi yang ia ciptakan sendiri. Lalu dengan jantung berdebar ia bertanya, "Win, gue enggak salah denger, 'kan?"

[Our]Love✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang