Sebelas

1K 130 16
                                    

"Kak Dewa keren banget tadi, gue sampe terpana," ujar Win ketika Bright datang menghampirinya.

Bright menarik kursi yang berada di hadapan Win, lalu duduk di atasnya. "Makasih."

Senyum Win merekah. "Kak Dewa udah lama kerja di sini?"

"Lumayan, sekitar hampir dua tahun."

Win menyesap jus strawberry-nya, kemudian bertanya, "Ini Kak Dewa yang pesenin buat gue?"

"Hm."

"Lo enggak pesan apa-apa, Kak?"

Bright menggeleng.

Win menghela napas berat. "Kak kenapa sih irit banget kalau ngomong? Padahal ngomong tuh gratis."

Bright diam sejenak sebelum menjawab, "Udah terbiasa."

"Jangan dibiasain."

"Kenapa?"

"Biar orang-orang enggak nganggep lo kaku, terus cewek-cewek yang mau deketin Lo enggak takut atau segan."

Bright masih diam saat Win melanjutkan, "Lo tuh ganteng, penampilan lo juga keren pasti banyak cewek-cewek di luar sana yang mau jadi pacar lo. Tapi kenapa lo masih aja jomblo?"

Diam, Bright lebih memilih untuk memperhatikan wajah Win yang saat ini tengah memasang senyum meledek.

"Ganteng doang, tapi payah urusan cewek."

"Gue enggak kayak lo."

"Maksud lo?"

"Percuma manis, tapi murah."

Iris Win melebar ketika mendengar ucapan yang terlontar dari bibir Bright. Ia tidak menyangka bahwa lelaki itu punya sisi sarkas. Win tertawa setelahnya. "Lo bisa sarkas juga ya, Kak. Tapi gue suka."

Bright tak menanggapi ucapan Win, lelaki itu sibuk dengan ponselnya. Entah apa yang menarik dari benda itu sehingga pandangan Bright tak mau lepas.

"Kak Dewa abis ini mau tampil lagi atau udahan?"

"Tampil lagi, gue pulang kalau udah jam tujuh."

Win manggut-manggut tanda mengerti. "Setelah itu langsung pulang?"

Bright mengangguk. "Biasanya gue langsung pulang. Emang kenapa?"

"Gue bosen di rumah. Gimana kalau kita main ke mana gitu. Cari angin." Win memandang Bright dengan tatapan memohon.

Bright tak kuasa untuk menolak tatapan itu. Bright mengangguk pelan. Hal itu sontak membuat Win bahagia. Pemuda itu tersenyum lebar saat mengucapkan terima kasih.

Bright sekuat mungkin menahan bibirnya agar tak mengulas senyum. Kemudian lelaki itu pamit untuk kembali menaiki panggung.

Waktu begitu cepat, tak terasa dua jam berlalu dengan cepat.

Bright membawa Win ke atap sebuah gedung yang setengah jadi, tembok bangunan itu hanya dilapisi dengan campuran dari semen dan pasir. Dilihat dari bentuknya, bangunan itu sudah lama tak dilanjutkan pembangunannya. Namun, masih terlihat kuat dan kokoh.

Dari atas sana Win dapat melihat pemandangan yang begitu indah. Lampu jalan dan kendaraan begitu kontras dengan gelapnya langit malam.

Win menoleh ke arah Bright yang saat ini juga tengah menatap dirinya. Seketika manik matanya melebar karena terkejut.

Win melihat Bright tersenyum ke arahnya. Meski singkat, tetapi otaknya sudah merekamnya. Senyum itu terlihat begitu tulus dan lembut. Ini adalah kala pertama Win melihat senyum di wajah lelaki yang biasanya memasang wajah datar itu.

[Our]Love✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang