Keesokan harinya tepat jam 3 sore mobil Gwen berhenti di depan gang. Lian sudah menunggunya sambil membawa Kylo di gendongannya. Gwen menyuruhnya masuk kemudian mulai menjalankan mobilnya.
“Itu anjingmu?” Tangan Gwen yang satunya mengelus pelan anjing tersebut.
“Iya, namanya Kylo,” jawab Lian dengan senyum yang tampak cerah.
Gwen tertawa kecil. “Bagus banget namanya,” pujinya.
Mobil berhenti di lampu merah. “Kamu sudah makan siang? Aku bawakan kamu makanan.” Gwen mengambil sesuatu di jok belakang, menyerahkan bungkusan plastik tersebut pada Lian. “Anjing mu biar aku yang bawa.” Kemudian ia mengambil anjing tersebut dari gendongan Lian dan meletakkannya di pangkuannya. Ia tersenyum membelai lembut tubuh kecilnya.
Kejadian itu berlangsung cepat sehingga membuat Lian termenung memperhatikan pemandangan di depannya. Gwen tersenyum dengan tatapan yang meneduhkan menatap Kylo. Ia merasa perasaannya sedikit ... aneh. Kenapa wanita itu melakukan tindakan yang tidak ia minta.
“Kenapa diam?”
Gwen menatapnya sejenak sebelum melajukan mobilnya kembali.
Lian menggeleng. “Kenapa dokter repot-repot membelikan saya ini.”
“Nggak repot kok.”
“Tapi saya nggak minta ini.”
Tawa Gwen lepas mendengar nada penolakan dari ucapan Lian barusan. “Ya memang! Tapi untuk menjalankan kehidupan yang sulit, kamu tentu butuh energi yang banyak!” Ia mengulas senyum. “Habiskan itu semua.”
Diam sejenak, Lian lalu berterima kasih. Dibukanya bungkusan tersebut, di dalamnya terdapat makanan cepat saji berupa; burger, kentang goreng dan minuman soda.
Sambil menyetir mobil, sesekali Gwen menoleh memperhatikan Lian tanpa sepengetahuan gadis itu.
***
Di tempat yang didominasi warna putih, serta terdapat meja kerja dengan dua kursi di depannya, lemari berisi banyak sekali dokumen, sofa dan televisi kecil, Lian menunggu di ruangan Gwen. Ia duduk di sofa ketika Arya datang membawa nampan berisi secangkir teh dan buah-buahan seperti; stroberi, apel dan kiwi yang sudah dipotong-potong di atas piring.
“Silahkan dinikmati,” ucap Arya sambil mengulas senyum begitu ia menaruh nampan tersebut di atas meja.
Tak tau harus bereaksi bagaimana, Lian hanya mengangguk dan sedikit mengulas senyum dengan paksa. Kemudian Arya meninggalkannya. Lian kembali diam, sambil berpikir kenapa Gwen memperlakukan dirinya seperti itu. Maksudnya—dalam waktu 2 hari dokter itu sudah banyak berbuat baik kepadanya. Rasanya sangat berlebihan jika dia terus-menerus diperlakukan begitu.
Tak lama pintu dibuka, dia sudah menunggu selama setengah jam lebih, Gwen berjalan dengan penuh percaya diri lalu duduk di kursinya. Entah kenapa Lian menelan ludahnya, tiba-tiba dia dibuat gugup. Dia berdiri kemudian berjalan menduduki kursi di depan dokter muda tersebut.
“Ba-bagaimana keadaan anjing saya?” tanyanya dengan terbata-bata.
Gwen menghela napas sejenak sebelum membicarakan tentang keadaan Kylo. “Dia okey, cuma memang ada sedikit masalah.”
Ia mengambil kertas dan pulpen di sebelahnya. Kemudian matanya menatap Lian lembut seraya tersenyum simpul, tak ingin membuat remaja itu merasa buruk.
“Jangan tegang ya, kamu rileks saja.”
Lian mengangguk, memperbaiki posisi duduknya dengan lebih nyaman.
“Jadi ... kalau boleh tau di mana kamu mendapatkan anjing itu?” Gwen mulai melakukan interogasinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afeksi
RomanceAfeksi, dimana kasih sayang serta kenyamanan membuatku tidak menyadari dengan siapa aku jatuh cinta. *** Bagi Lian, tidak ada yang lebih menyakitkan dari kematian orangtuanya. Tidak setelah sang kakak meninggalkan dunia 5 tahun lalu. Dalam sekejap d...